Adv

Tingkatkan Produksi, SKK Migas Dorong Investasi Sektor Hulu Migas

Selasa, 12 November 2019 - 12:17 | 74.39k
SKK Migas di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Jabanusa) menjadi tulang punggung produksi migas nasional. (FOTO: Istimewa)
SKK Migas di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Jabanusa) menjadi tulang punggung produksi migas nasional. (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, BANGKALAN – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong investasi di sektor hulu migas. Hal itu, guna meningkatkan produksi minyak dari kisaran 750.000 barel per hari menjadi 1.000.000 barel per hari pada tahun 2030.

Penambahan investasi tersebut, diharapkan dari hasil lelang lapangan minyak baru. Peluang ini terbuka karena Indonesia masih memiliki 74 cekungan yang belum terjamah sama sekali.

Selain itu, Indonesia juga memiliki hasil studi data eksplorasi. Bahkan, eksploitasi bisa dimanfaatkan secara terbuka dengan diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi.

Beleid 2 Agustus 2019 menjelaskan, akses data bukan hanya dapat dilakukan anggota Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang membayar iuran. Namun juga masyarakat yang tidak dikenakan iuran sistem keanggotaan.

Anggota bisa mengakses penuh atas seluruh data yang bersifat tidak rahasia dan data yang telah melewati masa kerahasiaan. Sementara, non anggota hanya dapat mengakses data umum dan data dasar yang bersifat tidak rahasia dan atau yang telah melewati masa kerahasiaan.

Keterbukaan data yang dilakukan menyusul pemotongan rantai perizinan yang dicanangkan kementerian ESDM tentu saja disambut gembira karena memperbaiki iklim investasi dalam industri hulu migas.

Keterbukaan informasi dan pemotongan rantai perizinan di Kementerian ESDM  tentu  membutuhkan dukungan dari kementerian lain yang juga berkait dengan perizinan. Tidak hanya itu, industri migas juga membutuhkan kepastian revisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Pada era otonomi daerah, investasi dari sektor hulu migas juga membutuhkan dukungan pemangku kepentingan di tingkat daerah, termasuk dari pemerintah daerah dan tentu saja instansi teknis yang juga merasa punya kewenangan melakukan pengawasan atau bahkan  mengeluarkan perizinan.

Masalahnya, masih banyak pemangku kepentingan di daerah yang belum sepenuhnya memahami bahwa industri migas merupakan bisnis negara yang menjadi salah satu lokomotif energi pembangunan nasional.

Migas-Pertamina-2.jpg

KKKS yang bekerja di bawah pengawasan dan pengendalian SKK Migas, harus sudah mengeluarkan dana besar sejak menandatangani kontrak pengelolaan satu Wilayah Kerja yang dikenal sebagai signature bonus.

Setelah mendapat wilayah kerja (WK), KKKS butuh setidaknya 10 tahun untuk benar-benar bisa memproduksi. Apabila proses itu gagal, misalnya dianggap tidak punya nilai ekonomis, seluruh kerugian menjadi risiko KKKS.

Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa Nurwahidi meyakini, usaha peningkatan produksi migas di masa yang akan datang dapat membuahkan hasil melalui pola sinergitas yang baik.

"Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan ramah investor menjadi tugas kita. Sejak 2014, investasi migas selalu mengalami penurunan seiring jatuhnya harga minyak mentah dunia hingga di bawah US$ 30 per barel," kata Nurwahidi, Selasa (12/11/2019).

Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopermber (ITS) Surabaya itu menyampaikan, data realiasi investasi migas 2018 tumbuh 14,9% menjadi US$ 12,69 miliar. Sedangkan investasi hulu migas 2019 (prognosa) akan tumbuh menjadi US$ 14,75 miliar.

"Pertumbuhan investasi migas ini merupakan yang pertama kalinya dalam lima tahun terakhir," imbuhnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Yopie Hidayat melihat selain perlu dukungan iklim investasi yang bagus, kelancaran investasi dalam indutri hulu migas juga ditentukan oleh sinergi yang bagus seluruh pemangku kepentingan.

"Kelancaran kegiatan industri hulu migas bukan hanya penting untuk meningkatkan produksi, tetapi juga untuk meningkatkan nilai investasi yang ujung akhirnya akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat," tuturnya.

Menurut Yopie, semua harus paham bahwa ketersediaan energi menjadi kunci yang sangat penting dalam menjamin jalannya pembangunan. Tanpa energi yang memadai, sulit sekali membayangkan perekonomian bisa tumbuh.

"Tentu saja pemotongan rantai perizinan, keterbukaan data dan sinergi bukan hanya dibutuhkan KKKS yang sedang mengelola WK baru. Pengelola lapangan migas yang sudah memproduksi juga butuh dukungan dalam penjaga dan meningkatkan produksinya," ungkapnya. (adv)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : Advertorial

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES