Pemerintahan

Lagi, KPU RI Usul Napi Pelaku Korupsi Dilarang Ikut Pilkada, Alasannya Begini...

Senin, 11 November 2019 - 18:27 | 64.84k
Ketua Umum KPU RI Arief Budiman didampingi jajaran pengurus KPU memberikan keterangan pers usai diterima Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019) pagi. (FOTO:Humas Setkab)
Ketua Umum KPU RI Arief Budiman didampingi jajaran pengurus KPU memberikan keterangan pers usai diterima Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019) pagi. (FOTO:Humas Setkab)

TIMESINDONESIA, JAKARTAKPU RI kembali mengusulkan kepada Presiden RI Jokowi, Senin (11/11/2019) pagi tadi bahwa napi pelaku korupsi dilarang ikut pencalonan Pilkada.

Tadi pagi, Ketua KPU, Arief Budiman menemui Presiden RI Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta dengan agenda menyampaikan Rancangan Peraturan KPU. Ketua KPU RI kali ini mengusulkan kembali soal dilarangnya napi pelaku korupsi mengikuti Pilkada.

Dalam Pemilu,Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) yang baru lalu, usulan KPU RI soal itu sudah dibatalkan di tingkat judicial review di Mahkamah Agung. Sejumlah argumentasi  waktu itu menyertai, diantaranya serahkan saja kepada pemilih atau masyarakat, dan KPU RI tidak perlu mengatur itu.

"Namun ada fakta baru yang dulu menjadi argumentasi dan sekarang patah sebetulnya argumentasi itu," kata Arief.

Pertama, ada calon yang sudah ditangkap, sudah ditahan, tapi terpilih juga. “Lah padahal orang yang sudah ditahan ketika terpilih dia kan tidak bisa memerintah, yang memerintah kemudian adalah orang lain karena digantikan oleh orang lain," ujarnya.

Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih itu kemudian menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih tapi orang lain. Arief lalu mencontohkan kasus di Tulungagung dan Pemilihan Gubernur Maluku Utara.

Kedua ada argumentasi kalau sudah ditahan dia sudah menjalani kan sudah selesai, sudah tobat, tidak akan terjadi lagi. "Tapi faktanya, di Kudus itu kemudian sudah pernah ditahan, sudah bebas, nyalon lagi, terpilih, korupsi lagi," tambahnya.

Dua contoh fakta itulah yang oleh Arief Budiman dikatakan sebagai novum (bukti baru). "Maka kami mengusulkan ini tetap diatur di Pemilihan Kepala Daerah,” terang Arief.

Argumentasi lain yang bisa dikemukakan, menurut Arief adalah kalau Pileg itu mewakili semua kelompok.

"Ya sudahlah siapapun kelompok apapun tetap harus bisa diwakili. Tetapi Pemilihan Kepala Daerah ini kan hanya memilih 1 orang untuk menjadi pemimpin bagi semuanya. Maka KPU ingin 1 orang itu betul-betul punya rekam jejak yang baik, mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik," tegasnya.

Meski demikian, menurut Arief Budiman, hal ini masih bisa diperdebatkan meskipun mungkin tidak sekeras dulu.

"Kami masih akan melakukan pembahasan lagi bersama DPR dan pemerintah di Komisi 2. Karena Undang-Undang belum waktunya direvisi, maka belum ada jadwal. Yang sudah ada jadwalnya PKPU (Peraturan KPU) maka kita masukkan dulu ke PKPU,” tambah Arief.

Tentang kemungkinan pilkada dikembalikan melalui DPRD, Arief Budiman menyerahkan sepenuhnya kepada pembuat UU, yakni Pemerintah dan DPR. Undang-Undang pedoman Pilkada sampai kini masih secara langsung. "Soal evaluasi sistemnya nanti, biar pembuat Undang-Undang yang memutuskan,” katanya.

Namun yang jelas KPU RI kembali mengusulkan kepada Presiden RI Jokowi, bahwa napi pelaku korupsi dilarang ikut pencalonan Pilkada. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES