Wisata

Ngeri-Ngeri Senang Menyusuri Jembatan Gantung Sukabumi

Selasa, 05 November 2019 - 09:47 | 271.35k
Jembatan gantung situ gunung sukabumi terpanjang di Asia Tenggara. (FOTO-FOTO: Fuad Ariyanto/TIMES Indonesia)
Jembatan gantung situ gunung sukabumi terpanjang di Asia Tenggara. (FOTO-FOTO: Fuad Ariyanto/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SUKABUMI – Rombongan kecil dari Surabaya yang tergabung dalam alumni Jamaah Umroh the Power of Silaturahim (POS) III dan II melakukan muhibah silaturahim ke Bandung dan sekitarnya, pertengahan Oktober lalu. Inilah sebagian kisahnya.

Salah satu tempat wisata yang dikunjungi rombongan alumni Jamaah Umroh POS II dan III adalah Jembatan Gantung, Situ Gunung, Sukabumi, Jawa Barat.

Wisata di Jembatan Gantung ini diprakarsai Achmad Sudrajat (Kang Ajat) dan istrinya, Yani Suryani, anggota POS III asal Sukabumi. Kota tersebut merupakan tempat kedua yang dikunjungi rombongan setelah Bandung.

Hmmmm kereen… indah sekali. Kalimat itu meluncur begitu saja ketika melihat Jembatan Gantung.

jembatan03521da08ce39633.jpg

Jembatan Gantung berada di area wisata Taman Nasional Gede Pangrango. Termasuk, Situ Gunung dan Curug Sawer. Panjang jembatan mencapai 253 meter dengan ketinggian sekitar 150 meter.

Jembatan Gantung ini disebut-sebut sebagai jembatan gantung terpanjang di Asia Tenggara.

Berjalan di atas jembatan itu bagaikan melintas di atas pucuk-pucuk pohon lebat yang ada di bawah jembatan. Ngeri-Ngeri senang.

Jembatan Gantung diresmikan Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, pada 9 Maret 2019. Kini jembatan tersebut menjadi ikon wisata di Sukabumi. Sejak diresmikan, banyak yang berdatangan ke jembatan ini, apalagi harga tiket masuk cukup terjangkau, yakni Rp 50.000 per orang.

Sebelum menikmati keindahan alam dari atas Jembatan Gantung, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 30 menit dari area parkir kendaraan. Menyusuri jalan tanah turun naik, wisatawan bisa menikamati suasana dan pemandangan alam yang masih alami, suara burung, dan binatang lainnya.

jembatan3.jpg

Sebelum menuju mulut jembatan, pengunjung dipersilakan istirahat sejenak sambil menikmati suguhan makanan dan minuman tradisional. Ada pisang rebus, singkong rebus, teh, juga kopi. Ada panggung kecil dengan tribun kayu disitu. Pada hari-hari tertentu digelar pertunjukan musik.

jembatan2.jpg

Seusai istirahat, rombongan menuju mulut jembatan. Satu per satu dipasang sabuk pengaman. Sabuk tersebut hanya digunakan jika ada peringatan.

Uji Nyali Phobia Ketinggian Dimulai

Jembatan ini seolah menjadi sarana uji nyali yang pas bagi penderita pobia ketinggian. Selain berada di ketinggian, ketika dilalui jembatan akan bergoyang dan bersuara krieeett. Apalagi jika ada yang berjalanan agak cepat, goyangan akan lebih keras.

Goyangan itu membuat sebagian pejalan berteriak histeris. Bahkan, ada yang duduk ketakutan di tengah jembatan. Tapi, ada juga yang tertawa, menikmati ketakutan para pejalan itu.

Rombongan POS II dan III dari Surabaya memang mayoritas emak-emak yang gampang berteriak. Tapi, mereka juga mudah tertawa jika ada cerita lucu. Juga gayeng berceloteh membahas topik apa saja.

''Pak Jamal jangan lari, jembatan bergoyang keras,'’ teriak Mbak Ita Lizamia sambil tangannya pegangan  keras pada teman-temannya.

Pak Jamal Abdel Nasser, Jamaah POS III anggota Satkor Armada II TNI AL itu memang lari mendekati ujung jembatan.
Histeria sebagian emak-emak itu memancing anggota rombongan lain, Pak Yarno, untuk mengusili mereka. Dia menggoyang jembatan dengan menggerakkan tubuhnya, berlari kecil sambil berteriak. Histeria pun kembali menggema. Sekelumit canda menyegarkan sekaligus mendebarkan.

Setelah menyeberangi Jembatan Gantung, perjalanan dilanjutkan ke Curug Sawer. Jaraknya hanya sekitar 180 meter dari jembatan. Tapi, medannya turun cukup terjal. Karena terlalu sore, rombongan tidak bisa berlama-lama di sana. Pengunjung harus keluar area setelah pukul 17.00.

jembatan5.jpg

Setelah puas berfoto-foto, berselfiria bak anak remaja, rombongan pun segera balik arah. Yang tak sanggup jalan kaki, ada ojek motor yang siap membawa ke lapangan parkir dengan ongkos Rp50.000. Bagi yang masih ingin berjalan kaki mereka harus kembali melewati Jembatan Gantung.

Sepeda Danseskoad

Sebelum ke Sukabumi, rombongan yang dikomandani wartawan senior Fuad Ariyanto (Cakfu) itu, bersilaturahmi ke Pak Mujiono dan Bu Martiani di Bandung. Pasangan suami istri itu juga alumni POS III. Mereka tinggal di kompleks Seskoad, Bandung. Rombongan juga menginap di mess Seskoad itu selama di Bandung.

Yang tak terduga, Danseskoad Mayjen TNI Kurnia Dewantara berkenan berkunjung tak lama setelah rombongan masuk mess.

Dia dan ajudannya mengendarai sepeda onthel. Dengan ramah Danseskoad mengucapkan selamat datang, berbincang, dan foto bersama.

Sebelum berangkat ke Sukabumi keesokan harinya, Danseskoad mengundang rombongan ke kantornya, ditunjukkan ruang kerjanya, dan memberikan sekotak besar oleh-oleh untuk masing-masing anggota rombongan.

Sebelum melepas rombongan ke Sukabumi dengan bus Seskoad–yang mengantar sampai Jakarta—Danseskoad sempat memperlihatkan sepeda pancalnya dengan plat  bertuliskan Danseskoad.

jembatan4.jpg

''Sepeda ini saya pakai untuk keliling komplek,'' katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES