Kopi TIMES

Jokowi, Indonesia Unggul dan Maju

Rabu, 23 Oktober 2019 - 23:13 | 63.97k
Suaeb Qury.
Suaeb Qury.

TIMESINDONESIA, MATARAM – Pelantikan Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia  Ir.H.Joko Widodo (Jokowi) dan Prof. Dr. KH Ma'ruf Amin sudah dilakukan. Sejumlah Tamu Negara Tetangga dan Kepala Negara Negara Asia dan Asean juga turut hadir. 

Pidato lengkap Jokowi yang dibacakan di Sidang Paripurna Pelantikan Presiden,setidaknya adalah perwujudan mimpi yang belum tercapai dari lima tahun sebelumnya. Mewujudkan lima tahun ke depan diperlukan inovasi dan hasil bukan proses.

Begitu juga dengan perwujudan mimpi lima tahun ke depan, maka cita-cita Indonesia di tahun 2045 satu abad Indonesia merdeka mestinya, Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Tentu semua gerak laju penguatan ekonomi rakyat, harus seimbang. 

Apa yang dicita-citakan para the founding father untuk Indonesia maju, maka mimpi itu dinyatakan dengan  kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah kuncinya, bagaimana pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan itu cermin dari kesejahteraan dan itulah target Jokowi dan bisa dilakukan oleh kita.

Sejalan dengan membangun pondasi ekonomi, Jokowi melanjutkan komitmen narasi pidatonnya, dengan tegas Jokowi  menegaskan kembali bahwa "Mimpi kita di tahun 2045, Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai US$ 7 triliun. Indonesia sudah masuk 5 besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Kita harus menuju ke sana,"

Bukan Jokowi, kalau tidak kembali menegaskan kerja-kerja, perubahan serta inovasi. Kalimat itu dengan indah tersampaikan "Dalam dunia yang penuh risiko, yang sangat dinamis, dan yang kompetitif, kita harus terus mengembangkan cara-cara baru, nilai-nilai baru. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas yang monoton.
Harusnya inovasi bukan hanya pengetahuan. Inovasi adalah budaya".

Penegasan yang berkali-kali selalu dilontarkan Presiden dalam pidatonya, " Kalimat mendobrak rutinitas adalah satu hal yang ingin ditradisikan, sebab selama ini produktivitas adalah hal lain yang menjadi prioritas. Jangan lagi kerja kita berorientasi proses, tapi harus berorientasi pada hasil-hasil yang nyata." 

Sudah saatnya juga ABS (Asal Boss Senang) diakhiri, begitu juga dengan apa yang dilakukan atasan dan bawahan adalah membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi tugas utama  adalah membuat masyarakat menikmati pelayanan, menikmati hasil pembangunan. 

Sebab banyak kenyataan birokrasi melaporkan bahwa program sudah dijalankan, anggaran telah dibelanjakan, dan laporan akuntabilitas telah selesai. Kalau ditanya, jawabnya “Program sudah terlaksana Pak.” Tetapi, setelah dicek di lapangan, setelah saya tanya ke rakyat, ternyata masyarakat belum menerima manfaat. Ternyata rakyat belum merasakan hasilnya.

Ada keunikan yang cukup mengelitik dari sekian pesan yang disampaikan Jokowi, jika disimak penggalan kalimat "Ketika kita mengirim pesan melalui SMS atau WA. Ada send, artinya telah terkirim. Ada delivered, artinya telah diterima. Tugas kita itu menjamin delivered, bukan hanya menjamin send.

 Bukankah pesan Jokowi, akan menggelitik buat para pejabat Negara yang sudah terbiasa dengan ABS dan menerima laporan tanpa cek and ricek, setiap laporan bawahannya. Begitu juga dengan kebiasaan birokrasi pekerjaannya hanya sending-sending saja.

Indonesia saat ini dan kedepannya, memiliki potensi besar untuk  keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Bukan karena bonus demografi juga, kenyataan itu dibuktikan di mana penduduk usia produktif kita jauh lebih tinggi dibandingkan usia tidak produktif.

Mengelola potensi usia produktif dan dikonversikan dengan peluang dan tantangan yang belum maksimalnya ketersedian lapangan pekerjaan, maka janji kerja dan menyediakan kesempatan kerja adalah prioritas utama lima tahun ke depan. Sangat jelas apa yang dikhawatirkan Jokowi. "Tantangan besar dan sekaligus juga sebuah kesempatan besar. Ini menjadi masalah besar jika kita tidak mampu menyediakan kesempatan kerja. Tapi akan menjadi kesempatan besar jika kita mampu membangun SDM yang unggul".

Di samping itu juga tanpa didukung oleh ekosistem politik yang kondusif dan dengan ekosistem ekonomi yang kondusif juga, tidak akan berjalan normal. 

Merunut lima poin pidato awal pelantikan Jokowi sebagai Presiden terpilih periode 2019-2024 di sidang umum MPR RI, seolah menjawab keraguan publik akan komitmen Jokowi membangun Indonesia. 

Pertama, pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama kita, membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis. Membangun SDM yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengundang talenta-talenta global bekerja sama dengan kita. 

Itupun tidak bisa diraih dengan cara-cara lama, cara-cara baru harus dikembangkan. Kita perlu endowment fund yang besar untuk manajemen SDM kita. Kerja sama dengan industri juga penting dioptimalkan. Dan juga penggunaan teknologi yang mempermudah jangkauan ke seluruh pelosok negeri. 

Jika SDM yang menjadi fokus utama, sudah sangat terang jalan yang digapai untuk Indonesia Gemilang. Membayangkan generasi lima tahun ke depan yang punya multi talenta dan didukung oleh kebijakan yang responsif terhadap SDM, maka jaminannya adalah daerah juga menyiapkan pranata dan piranti yang mengikat agar potensi SDM yang ada bukan sekedar dipelihara, melainkan dijamin keberlangsungannya. 

Kedua, pembangunan infrastruktur akan kita lanjutkan. Infrastruktur yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, yang mempermudah akses ke kawasan wisata, yang mendongkrak lapangan kerja baru, yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat. 

Ketiga, segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan 2 undang-undang besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Kedua, UU Pemberdayaan UMKM.

Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi.  

Keempat, penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. 

Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi. 

Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat dan birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot. 

 Kelima, adalah transformasi ekonomi. Kita harus bertransformasi dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Ajakan Jokowi membangun bersama untuk tanah air yang maju di akhir pidato nya "Mari bersama-sama berkomitmen: “Pura babbara’ sompekku… Pura tangkisi’ golikku…”. “Layarku sudah terkembang… Kemudiku sudah terpasang…” Kita bersama Menuju Indonesia maju!!! 

 

*) Penulis Suaeb Qury, Ketua LTN-NU NTB

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES