Ekonomi

Pakar Ternak IPB: Impor Susu Sapi Mencapai 80 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2019 - 03:38 | 518.00k
Peternakan sapi Lembu Barokah di Desa Penjor, Kecamatan Pager Wojo, Kabupaten Tulungagung, Jumat (18/10/2019).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Peternakan sapi Lembu Barokah di Desa Penjor, Kecamatan Pager Wojo, Kabupaten Tulungagung, Jumat (18/10/2019).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, TULUNGAGUNG – Pasokan susu sapi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan susu nasional. Total produksi susu sapi perah rakyat hanya sekitar 20 persen sedangkan nilai impor susu mencapai 80 persen. 

Menurut Epi Taufik, Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), impor susu justru akan memperkaya peternak luar negeri.

Hal tersebut terjadi karena tidak adanya kebijakan pemerintah yang mengatur tentang produksi susu sapi dalam negeri.

Pakar-IPB.jpg

Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang penyediaan dan peredaran susu justru terkesan dihilangkan. Permentan tersebut mengatur pemenuhan kebutuhan protein hewani, mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan produksi susu nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak.

“Saat ini Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tersebut ‘hilang’,” tegas Epi ketika meninjau peternakan sapi perah di Tulungagung, Jumat (18/10/2019).

Otomatis penyerapan kebutuhan susu rakyat menurun drastis. Epi menyebut jika target produksi susu dalam negeri saat era Presiden Soeharto 40 persen tercukupi. Pada waktu itu pemerintah mewajibkan kebutuhan bahan baku industri harus menyerap kebutuhan 30-40 persen susu rakyat. 

“Lalu setelah IMF masuk berlaku pasar bebas. Saat ini hanya 20 persen pasokan susu dalam negeri, impor 80 persen,” tandasnya.

Pakar-IPB-a.jpg

Serapan susu untuk industri per hari sekitar 1,7 juta ton. Angka tersebut jauh dari cukup karena pada 2020 kebutuhan susu mencapai 6,6 miliar liter dan produk susu nasional hanya mampu memenuhi 1 miliar liter. 

“Padahal jika dilihat secara potensi ekonomi luar biasa. Justru tahun lalu kita menjadi pengimpor susu bubuk nomor dua di dunia. Saya kira urusan kebijakan pertanian memang belum ada yang mengalahkan Soeharto,” paparnya menambahkan.

Dari sisi hilir, Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumen susu yang rendah (16,5 kg/orang/tahun). Sementara dari sisi hulu, produksi lokal baru mencapai 864,6 ribu ton atau sekitar 19 persen dari kebutuhan nasional sebanyak 4,5 juta ton.

“Menurut data Badan Pusat Statistik, konsumsi susu dalam negeri rendah sedangkan impor susu hampir mencapai 80 persen lebih. Nah, impor susu ini akan memperkaya peternak luar negeri,” terang Epi.

Pihaknya kembali menegaskan, salah satu penyebab adalah kebijakan pemerintah yang mengakibatkan produksi susu sapi perah tidak terserap secara maksimal. 

Ia berharap pemerintah membuat kebijakan untuk mendukung peningkatan produksi susu antara lain dengan mengurangi impor dan mempererat kemitraan antar petani sapi perah. 

Pengetahuan dan pemahaman para peternak sapi perah lokal harus terus diperbarui sesuai GDFP (Good Dairy Farming Practices) melalui kemitraan.

Agar para peternak sapi perah lokal dapat mengikuti perkembangan informasi dan teknologi peternakan sapi perah terkini di Indonesia dan dunia pada umumnya. “Karena saya lihat di Belanda, pemilik saham pengolahan susu adalah para peternak,” pungkasnya.

Program Kemitraan Frisian Flag Tingkatkan Produksi Susu Sapi Perah Lokal 

Perusahaan susu sapi segar PT Frisian Flag Indonesia (FFI) bekerjasama dengan Koperasi Bangun Lestari Tulungagung memperingati hari pangan sedunia dengan menggelar acara bincang Bewara di Tulungagung, Jawa Timur.

FFI mendorong peternak mampu bersaing di era Revolusi Industri 4.0 melalui kompetensi 4C yaitu Communication, Collaboration, Critical Thinking, dan Creativity dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peranan peternak sapi perah lokal dalam ketersediaan susu nasional berikut kontribusinya terhadap gizi nasional.

Efi Lutfillah, Fresh Milk Relationship Manager Frisian Flag Indonesia, menjelaskan, melalui kolaborasi bersama seluruh pemangku kepentingan, diharapkan para peternak dapat menggenjot produksi sapi perah dan turut meningkatkan kesejahteraan mereka. 

Bewara adalah salah satu wadah saling berbagi pengetahuan dan pengalaman antar sesama peternak sapi perah lokal dengan ahli peternakan untuk meningkatkan produksi susu dan kesejahteraan peternak.  “Program Edukasi Bewara menjadi ajang mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peternak,” terang Efi.

Sebab, peningkatan produktifitas dan kualitas susu merupakan salah satu target yang dapat dicapai dengan menerapkan pengetahuan dan manajemen yang benar. “Kegiatan ini juga dapat melatih peternak menjadi individu yang pro aktif dan mampu bekerjasama secara kelompok,” sambungnya.

Ketua Koperasi Bangun Lestari Tulungagung, Muntohin, mengapresiasi berbagai inisiatif yang dilakukan FFI terhadap peternak lokal. Mengetahui apa yang dibutuhkan industri begitu juga sebaliknya. Mengingat kebanyakan peternak di koperasi ini adalah peternak turunan dengan pengetahuan lingkup terbatas. 

“FFI memberi solusi melalui dialog yang berimbas pada kuantitas dan kualitas produksi susu dan tentu berimbas pada pendapatan peternak,” kata Muntohin.

Salah satu program pemberdayaan peternak FFI adalah Program Bewara. Rutin diadakan tiap tahun sejak 2009 silam. Diikuti lebih dari puluhan peternak sapi lokal di Indonesia. Selain itu, setiap Minggu, FFI mengadakan Bewara Radio yang berpusat di salah satu stasiun radio Bandung.

Program ini dapat didengar oleh peternak baik secara langsung maupun streaming di daerah lain. Program FFI yang lain sebagai upaya peningkatan kapabilitas peternak sapi perah seperti Farmer2Farmer, Young Farmer Academy, Milk Collection Point (MCP) dan Dairy Village.

Farmer2Farmer telah banyak merubah mindset peternak. Young Farmer Academy mengajak generasi muda melanjutkan bisnis peternakan, MCP merupakan penampungan susu segar otomatis pertama di Indonesia dengan sistem barcode.

Sampai saat ini, ada tujuh titik MCP yang telah beroperasi hasil kerjasama degan Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS). Sedangkan Dairy Village berlokasi di Ciater, Subang, Jawa Barat dan merupakan peternakan sapi perah independen modern dan berkelanjutan pertama di Indonesia. Dairy Village adalah hasil kerjasama yang dibangun antara FFI dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Jawa Barat.

Dengan beragam program tersebut, FFI berharap agar mampu mewujudkan ketahanan pangan Nasional melalui peningkatan produksi susu sapi berkualitas dalam negeri sehingga mampu menekan angka impor. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES