Pemerintahan

Serapan Penerimaan PPJ Rendah Menjadi Sorotan DPRD Kota Malang

Jumat, 18 Oktober 2019 - 23:10 | 36.65k
Audiensi di Ruang Rapat Petugas Pajak Daerah, Kantor BP2D Kota Malang. (Foto: BP2D Kota Malang for TIMES Indonesia)
Audiensi di Ruang Rapat Petugas Pajak Daerah, Kantor BP2D Kota Malang. (Foto: BP2D Kota Malang for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Rendahnya serapan pajak dari sektor Pajak Penerangan Jalan (PPJ) menjadi sorotan DPRD Kota Malang.

Dari target kisaran Rp 75 miliar pada tahun 2019, penerimaan PPJ hingga pertengahan Oktober ini masih di angka Rp 44,5 miliar. Artinya, kekurangan yang harus ditutup supaya target terpenuhi di akhir tahun nanti masih cukup besar. Padahal tutup buku 2019 tinggal menyisakan dua bulan saja.

Kondisi ini dianggap memusingkan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang. Pasalnya, segala strategi dan upaya telah dilakukan. Rumus dan formulasi juga telah diterapkan, tapi capaian ibarat stagnan. Sedangkan meminta database pelanggan PLN pun kesulitan.

Kedua belah pihak berusaha mencari titik terang. Menindaklanjuti MoU antara BP2D dengan PLN serta sesuai arahan Tim Korsubgah KPK RI Wilayah VI dalam rangka optimalisasi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak, maka audiensi pun digelar bersama Komisi B DPRD Kota Malang.

Dalam hearing yang digelar di Ruang Rapat Petugas Pajak Daerah, Jumat (18/10/2019) sore, turut hadir unsur Pemkot Malang seperti Inspektorat, Staf Ahli Bidang Ekonomi serta pihak Kejaksaan Negeri Malang dan juga perwakilan Bank Jatim.

"Agenda hari ini merupakan tindak lanjut dari hasil hearing kami sebelumnya dengan BP2D. Rekomendasi kami memang supaya ada langkah konkret upaya optimalisasi peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor pajak, salah satunya dari pajak penerangan jalan," ungkap Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Trio Agus Purwono STP.

Terkait kondisi teknis di lapangan, pihak PLN menjelaskan secara detail mengenai data jumlah pelanggan serta potensi pendapatan mereka.

Area Manager PLN Malang, M Eryan menjelaskan mengenai kendala yang dihadapi seperti piutang ragu-ragu atau PPJ yang tertinggal dan belum tertagihkan.

"Sebagai wajib pajak daerah, kami sudah punya mekanisme dan sistem pembayaran PPJ yang kami laporkan dan kami bayarkan sesuai Perda Kota Malang," terangnya.

Sebagai informasi, pelanggan PLN di Kota Malang sejumlah 350.274 yang mana terdiri dari 208.415 pelanggan pasca bayar dan 141.859 pelanggan prabayar. Hingga akhir September lalu, penerimaan PPJ yang dicatat PLN Malang senilai Rp 44,36 miliar.

Menyikapi rendahnya serapan ataupun PPJ yang belum tertagih, Eryan mengaku pihaknya telah menyiapkan sejumlah alternatif untuk ditawarkan kepada Pemkot Malang. Nantinya langkah-langkah solutif akan dibahas lebih mendetail dengan tim teknis.

"Kami sampaikan pula, bahwa nilai pajak tiap daerah di Jawa Timur berbeda. Untuk Malang Raya saja ada perbedaan signifikan antara Kota Malang, Kabupaten Malang maupun Kota Batu," ulas Eryan sambil membeberkan data pelanggan PLN Area Malang.

Paparan mengenai perbedaan tarif dan nilai PPJ antar wilayah yang dipaparkan Eryan dan timnya cukup membuat peserta forum terkejut. Pihak Komisi B bahkan tak menyangka ada perbedaan cukup signifikan antara Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu.

"Baru kali ini akhirnya kami bisa mendapat akses atau informasi mengenai database pelanggan PLN. Mungkin sudah selama 10 tahun ini belum pernah dapat. Ternyata ada informasi-informasi yang benar-benar baru dan bahkan mengejutkan, contohnya seperti perbedaan tarif pajak itu," ujar Sekretaris Komisi B, Arief Wahyudi SH.

Menurutnya, keterbukaan antara kedua belah pihak mutlak dibutuhkan demi membuka peluang lebih baik dalam hal peningkatan PAD dari sektor pajak.

"Tentu ini sebuah langkah awal yang patut diapresiasi. Berikutnya antara Pemkot dengan PLN bisa saling bersinergi dalam hal teknis, misalnya Pemkot bisa mulai menata regulasi baru terkait pemungutan PPJ maupun membuat program dan melakukan pendataan wajib pajak terkait," jelas Arief.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi B Dr Jose Rizal Joesoef SE, MSi menyarankan pentingnya sinkronisasi data antara BP2D dengan PLN.

"Dengan begitu ada transparansi dalam hal pertukaran data. Baiknya perlu dilakukan MoU antara Pemkot dengan PLN, sehingga Pemkot bisa memanfaatkan data yang dimiliki PLN untuk melakukan kajian potensi dan penghitungan proyeksi pendapatan ataupun sebaliknya," tuturnya.

Apresiasi disampaikan perwakilan Inspektorat Pemkot Malang, S Nurmala. Pihaknya beranggapan bahwa PPJ PLN seharusnya bisa menjadi primadona dalam peningkatan PAD dari sektor pajak daerah.

"Jadi soal regulasi menyangkut PPJ ini penting. Setidaknya nanti bisa dikaji kembali oleh legislatif, sehingga ada formulasi terbaik dalam pemungutan PPJ misalnya terkait besaran tarif atau prosentasenya," kata Nurmala dalam forum.

Selain masalah regulasi, kajian potensi pajak terkait menjadi hal yang substantif dilakukan. Pendapat tersebut dikemukakan Tim Ahli Ekonomi Pemkot Malang, Bahrul Ulum.

"Kajian mengenai potensi pajak sedang kami matangkan. Ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah optimalisasi berikutnya. Selanjutnya perlu dilakukan integrasi sistem perpajakan di lingkungan Pemkot satu pintu seperti dengan OPD yang menangani perizinan, teknologi informasi dan lainnya," ujarnya.

Usulan trial alias ujicoba sistem auto debt dalam mekanisme pembayaran tagihan listrik pun mengemuka dalam forum. Paling tidak, diujicobakan di lingkup internal BP2D lebih dulu.

"Sangat memungkinkan (auto debt) dilakukan. Bahkan mungkin Pemkot bisa menggerakan OPD melalui BPKAD lalu ke dinas-dinas," jawab Dwiana selaku perwakilan Bank Jatim Malang yang hadir.

Pihak Kajari Malang yang diwakili Kasi Datun Dian Purnama SH pun siap mengawal kebijakan dengan melakukan pendampingan hukum. Muaranya jelas, supaya upaya-upaya yang dilakukan Pemkot Malang dalam hal ini BP2D untuk optimalisasi peningkatan PAD dari sektor pajak tetap on the track.

Atas semua saran dan usulan yang muncul, Kepala BP2D Kota Malang, Ir H Ade Herawanto MT menyatakan pihaknya akan melakukan yang terbaik.

"Dalam waktu dekat memang harus sinkronisasi data atau digitasi. Kami punya aplikasi Singo Pajak untuk pemetaan potensi berbasis spasial. Berikutnya dilakukan integrasi sistem perpajakan dengan para stakeholder seperti PLN dan juga unsur Pemkot seperti DPM PTSP, Satpol PP, Diskominfo dan lainnya," beber Sam Ade d'Kross, sapaan akrabnya.

Selain melakukan trial mulai dari sistem auto debt dengan Bank Jatim serta ujicoba dengan PLN, pihaknya juga tak menutup kemungkinan belajar langsung ke daerah yang sudah menerapkan sistem pajak terintegrasi.

"Informasi yang kami peroleh, di Bali sudah diterapkan. Ada di Denpasar dan Kabupaten Badung. Bisa jadi kami perlu studi banding ke sana, agar bisa kami pelajari dan segera terapkan di Kota Malang," tandas pria yang juga dikenal sebagai tokoh Aremania tersebut.

Mantan Kabag Humas Pemkot Malang ini menyimpulkan, bahwa jika target pajak hanya didasarkan pada asumsi dan pola-pola perhitungan dengan pendekatan teori-teori, maka bisa saja terjadi kesalahan perencanaan yang bersifat over estimate seperti pada penetapan target PPJ sebesar Rp 75 miliar pada tahun 2019 ini.

"Maka berdasarkan database real pelanggan PLN yang notabene juga wajib pajak PPJ, maka angka tersebut terlalu tinggi jika jumlah pelanggan PLN atau WP tersebut dikalikan dengan jumlah KWH dikalikan tarif pajak sesuai Perda Kota Malang Nomor 2 Tahun 2015 sebagai Perubahan atas Perda No 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah," urai Sam Ade dalam agenda hearing bersama DPRD Kota Malang dan pihak PLN. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES