Peristiwa Daerah

Dua Tokoh Papua Terima Penghargaan Pelopor Perdamaian dari Menteri Sosial

Kamis, 17 Oktober 2019 - 14:35 | 87.59k
Suasana upacara penerimaan penghargaan pelopor perdamaian ini akan diadakan di Candi Prambanan, Yogyakarta, Rabu (16/10/2019). (FOTO: Istimewa/TIMES Indonesia)
Suasana upacara penerimaan penghargaan pelopor perdamaian ini akan diadakan di Candi Prambanan, Yogyakarta, Rabu (16/10/2019). (FOTO: Istimewa/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Usaha dan kerja keras Yason Yikwa dan Titus Kogoya dalam membela kelompok minoritas dan usahanya dalam menciptakan perdamaian di Papua mendapat apresiasi dari Menteri Sosial RI.

Yason Yikwa dan Titus Kogoya akan menerima penghargaan Pelopor Perdamaian tahun 2019 atas perjuangan mereka menjadi tameng bagi 500 warga pendatang di Wil Pikhe Distrik Hubikiak Kabupaten Jayawijaya yang terjebak oleh massa perusuh dan mengamankan warga pendatang di kampung Mawampi. Upacara penerimaan penghargaan pelopor perdamaian ini diadakan di Candi Prambanan, Yogyakarta, Rabu (16/10/2019).

Menteri Sosial RI, Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan penghargaan pelopor perdamaian adalah sebuah anugerah yang diserahkan kepada mereka yang telah berjasa besar dalam menjaga perdamaian.

“Mereka berdua telah memberi andil atas penyelamatan sandera 500 orang warga pendatang yang terjebak oleh kelompok massa perusuh di wilayah Pikhe, Distrik Hubikiak Kabupaten Jayawijaya dan mengamankan warga pendatang di kampung Mawapi,” terang Agus Gumiwang.

Yason Yikwa dan Titus Kogoya dinilai simbol dalam perjuangan menjaga perdamaian. “Penghargaan ini karena peran andil dalam menjaga perdamaian di Papua. Sebelumnya, perwakilan dari kementerian sosial mengontak kami memberi kabar akan menerima penghargaan dari Menteri sosial RI,” ucap Yason Yikwa menceritakan kronologis penerimaan penghargaan.

Yason Yikwa, 52 tahun adalah seorang pendeta, warga jalan Phike, Desa Dokoku, Distrik Kubiki, Kabupaten Jayawijaya - Provinsi Papua. Pada saat peristiwa kerusuhan yang terjadi pada Senin pagi (23/9/2019) ia mengevakuasi sekitar 300 warga pendatang masuk ke Gereja Baptis Panorama di Phike.

Yason Yikwa bercerita tentang peristiwa kejadian saat peristiwa kerusuhan yang terjadi pada Senin pagi (23/9/2019) ia mengevakuasi sekitar 300 warga pendatang masuk ke Gereja Baptis Panorama di Phike. Di gereja tempat ia bertugas melaksanakan pelayanan, ia berusaha mempertahankan masyarakat di dalam gereja. Tak hanya itu, ia juga menemui para pelaku kerusuhan yang meminta agar pendeta tersebut menyerahkan warga yang ada di dalam gereja untuk segera keluar. Dari dalam gereja Baptis Panorama di Phike, pendeta Yason Yikwa tidak bersedia mengabulkan desakan permintaan tersebut.

“Apabila Kamu ingin membunuh mereka, lebih baik kamu bunuh saya," tutur Yason saat itu kepada pelaku kerusuhan.

“Sekitar pukul 15:00 WIT, Pendeta Yason Yikwa mencoba bernegosiasi dengan penduduk lokal yang difasilitasi oleh aparat keamanan dari TNI serta beberapa anggota polisi yang juga berada di tempat tersebut. Hasil negosiasi, penduduk lokal pelaku kerusuhan menginginkan agar 6 orang rekan mereka yang telah ditahan di Polres Jayawijaya dibebaskan, selanjutnya mereka berjanji tidak akan menganiaya terhadap sekitar 300 warga yang masih berada di Gereja Baptis Panorama, Tawaran negosiasi dimaksud dapat diterima oleh aparat keamanan. Sekitar pukul 18:30 sampai dengan 20:00 WIT, masyarakat pendatang yang berada di pelataran Gereja Baptis Panorama akhirnya keluar dari pelataran gereja dengan selamat,” jelas Yason.

Upaya penyelamatan yang heroik dan negosiasi yang dilakukan pendeta Yason Yikwa beserta TNI patut diapresiasi setinggi-tingginya. Ia dengan sigap mengevakuasi warga tanpa memandang suku, agama dan ras bahkan ia rela mengorbankan nyawanya untuk keselamatan warga.

“Kupersembahkan penghargaan ini untuk semua masyarakat papua, tidak ada lagi nama orang asli papua dan orang pendatang mereka yang hidup di papua itu orang papua karena kitorang lahir di Indonesia, aku sangat bersyukur atas kesempatan ini untuk dapat menarik perhatian pemerintah terhadap penderitaan atas kejadian kerusuhan di wamena, saat kejadian bapak-bapak TNI sangat membantu kami dalam memfasilatasi terjadi pelepasan sandera ini,” ujarnya.

Titus Kogoya (45 tahun), warga Kampung Mawampi, Distrik Wesaput, Kabupaten Jayawijaya – Prov. Papua, Pegawai Negeri Sipil pada Pemda. Kabupaten Tolikara menceritakan kisahnya.

“Bersama sejumlah pemuda menghadang pelaku kerusuhan di jalan masuk kampung dengan menebang pohon dan merobohkannya di tengah jalan sebagai palang darurat agar tidak ada orang luar yang bisa masuk," ucapnya.

Dengan dibantu adiknya, Titus kemudian memerintahkan warga pendatang untuk secepatnya mencari tempat persembunyian. Ia bertekad melindungi warga pendatang sebab warga lokal kerap berperilaku brutal kala berunjuk rasa. para pendatang kebanyakan berasal dari Toraja, Madura, dan Jawa. Mereka berprofesi sebagai tukang ojek, pedagang makanan, membuka kios kelontong, dan lainnya. Bahkan mereka mengontrak rumah milik warga lokal. Di rumah keluarga Kogoya, sebanyak 80 warga pendatang berjejalan. Ia lalu meminta semua orang menutup muka mereka, sementara para pemuda Mawampi berjaga dengan senjata tajam di setiap titik masuk kampung.

Titus Kogoya mengucapkan terima kasih telah mendapatkan penghargaan ini. Harapannya tidak ingin kejadian kerusuhan yang terjadi di wamena terulang kembali, kita semua menderita atas kejadian ini.

“Kita semua di Papua ingin damai, warga lokal dan pendatang sama semua Kitorang Papua mereka dilahirkan dan dibesarkan di Papua dengan bingkai Indonesia, Kitorang saling rukun berdampingan dan menghargai. Sebagian besar warga pendatang sudah seperti saudara sendiri. saat ada masyarakat lokal yang tertimpa musibah, mereka menyumbang sesuatu," ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES