Peristiwa Daerah

Pengamat: Perppu Tidak Dibutuhkan karena KPK Masih Bisa Menjalankan Tugas

Selasa, 15 Oktober 2019 - 20:05 | 104.22k
Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum UKI mengadakan Diskusi Publik bertajuk
Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum UKI mengadakan Diskusi Publik bertajuk "Polemik UU KPK, Judicial Review atau Perppu?, di Jakarta, Selasa (15/10/2019).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Akademisi Universitas Atmajaya, Daniel Yusmic menyatakan, revisi UU KPK dilakukan cukup cepat, sehingga dapat menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.

Demikian dijelaskan Yusmic dalam Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum UKI dengan tajuk "Polemik UU KPK, Judicial Review atau Perppu?, di Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Kata dia, kekuasaan yang absolut memang memiliki sifat yang mengancam, namun dalam keadaan saat ini, KPK sebagai lembaga superbody masih diperlukan untuk pemberantasan korupsi. 

Terkait desakan agar Presiden mengeluarkan Perppu, Yusmic menyampaikan bahwa konsep Perppu harus dikembalikan seperti konsep Soepomo, yaitu Presiden berwenang mengeluarkan Perppu hanya dalam keadaan darurat.

"Apakah saat ini kita sedang dalam keadaan darurat? Tentunya hal ini perlu kita diskusikan bersama. Antara Perppu dan Judicial Review, keduanya ialah langkah konstitusional dalam bernegara namun tentunya akibat hukum dan politiknya berbeda," jelas Yusmic.

Pembicara lain, Saor Siagian, mengomentari beberapa poin UU KPK hasil revisi. Salah satunya mengenai batas SP3 hanya 2 tahun. Padahal tujuan penyidikan untuk mengumpulkan alat bukti. "KPK dibentuk karena kepolisian dan kejaksaan dianggap kurang maksimal memberantas korupsi saat itu," tuturnya.

Pengamat Hukum Petrus Selestinus berpendapat bahwa revisi UU KPK secara tersirat memang bertujuan memperkuat KPK. "Namun ada sejumlah poin yang memang perlu dikaji ulang karena memang menimbulkan perdebatan di internal KPK maupun di ruang publik," ucap Petrus.

Diakhir pernyataannya Koordinator TPDI ini memberikan saran kepada mahasiswa Fakultas Hukum UKI untuk segera membentuk Tim khusus yang bertugas mengkaji UU KPK hasil revisi secara materil dan formil sebelum dilakukan Judicial Review melalui MK.

Di sisi lain, menurut Direktur Politik Wain Advisory, Sulthan M Yus, masyarakat kekinian, masih belum memiliki fakta yang jelas apakah revisi UU KPK berdampak signifikan terhadap pelemahan peran KPK dalsm memberantas korupsi atau tidak.

Masyarakat bahkan disebut dia, hanya melihat sisi luarnya saja, sehingga perdebatan Perppu UU KPK seolah-olah kian memanas. Ditambah lagi framing di publik seakan menunjukkan kondisi hari ini dalam keadaan genting. 

"Mereka termakan dengan opini sehingga kegentingan atau tidak dalam perdebatan UU KPK yang sudah disahkan ini pun masih mengawang- ngawang," ucap Sulthan. (Padahal) UU KPK nya pun masih cukup untuk melakukan pemberantasan korupsi. Bahkan baru-baru ini KPK masih bisa melakukan OTT di Lampung Utara," jelasnya. 

Sulthan menambahkan, perbedaan cara pandang dalam melihat suatu kebijakan adalah hal yang biasa. "Masyarakat agar menggunakan jalur konstitusional yang telah disediakan UU untuk menyikapi polemik UU KPK yakni dengan melakukan judicial review di MK, legislative review melalui DPR ataupun eksekutif review sebagai alternatif bagi Presiden," tandas Sulthan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES