Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Dekontruksi Bahasa dan Filosofi Pencak Silat

Senin, 14 Oktober 2019 - 12:13 | 99.88k
Akhmad, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP-UNISMA, Aktif di LPM Fenomena, HMJ-PBSI-UNISMA, Komunitas Literasi.
Akhmad, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP-UNISMA, Aktif di LPM Fenomena, HMJ-PBSI-UNISMA, Komunitas Literasi.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGUntuk beradab  bukan hanya ilmu yang dimiliki
Namun adab yang harus dijunjung tinggi
Untuk beradap harus belajar pada yang tak beradab.


Bahasa adalah ketenangan ketika dikemas dengan sebuah kebijaksanaan.

Musim panas di Indonesia jangan hanya menjadi narasi tunggal. Musim panas ini bukan hanya mengeringkan tanah, tumbuhan, tapi terkadang terjadi sebuah kekeringan dalam menggunakan bahasa, bagi kaum elit politik khususnya, mengalami sebuah kemunduran penggunaan maksim berbahasa, khususnya maksim kebijaksanaan. Beberapa hari lalu bagi pengamat bahasa ataupun yang tidak  menjadi sorotan pada tanggal (9/10/2019) di chanel youtubenya‘Mata Najwa’ yang diunggah sebuah acara perdebatan mengenai Perpu.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dalam hal itu para elit politik khususnya, ketika perhatikan dalam menggunakan maksim kebijaksanaan dalam berbahasa tidak tercermin, hal itu dibuktikan oleh salah satu anggota DPR RI ketika berbicara dengan lawan bicara tidak ada rasa bijaksananya. Itu mencermikan bahwa adab dalam menggunakan bahasa tidak terimplemintasikan. Seharusnya bisa menjadi pengontrol diri agar terjaga marwah intelektualnya.

Padahal beberapa hari lalu presiden mengeluarkan Perpres yang tentunya berkaitan. Perpres nomor 63 tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia. Penggunaan dasar berbahasa yang diturunkan oleh Presiden, tentang tata cara menggunakan bahasa serta pemberi nama-nama untuk menggunakan bahasa Indonesia, bagi semua masyarakat Indonesia disebuah kegiatan atau disebuah pertemuan resmi, satu sisi kita harus mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa ini lebih mengutamakan dan membudidayakan bahasa sendiri, bahasa persatuan. Namun ketika bahasa hanya menjadi anjuran tapi tidak memperhatikan maksim kebijaksaan, bahasa yang bijaksana seharusnya tidak terjadi dan hanya menjadi pertontonan kurang bijaksana.

Bahasa pada fungsinya medium berinteraksi dengan  makhluk hidup, khususnya manusia, secara esensial bahasa representasi dari rasa. Sehingga dalam mikrokosmos ada poin pokok akar bahasa yang bersemayam dalam diri untuk bisa ditemukan, berada di dalam diri paling dalam bernama hati, yang memilliki rasa. Ketika diselami bahwa hati itu merupakan sebuah rasa yang melahirkan sebuah bahasa.Contoh kecilketika kita tiba-tiba merasakan sakit, maka manusia tersebut cenderung mengeluh dan itu yang dikeluarkan merupakan representasi bahasa.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ketika kita mendengar atau menyaksikan suatu interaksi dan itu berbahasa dalam benak kita akan membuka presepsi yang dianggap tidak benar atau bahkan membenarkan. Ketika hal itu dipelajari dengan serius, akan ada pengetahuan dan pengalaman baru. Hal itu perlu untuk menjadi orang yang beradab. Dimana kita menemukan, pertanyaan itu terbuka kala pada masa lalu ada pertanyaan pada diri saya, bahwa dalam tradisi sebagian wilayah Madura, ada idiom yang dikenal dengan “Pencak Silat” yang kata “Pencak memiliki arti= sempen je’cakngocak dalam bahasa Indonesia=simpan jangan dibicarakan dan Silat=berasal dari kata “ilat” ilat=lidah”, dalam prespektif filosofisnya bahawa “Pencak Silat” peribahasa yang merujuk pada bahasa manusia, bahwa berbahasa itu adalah kuncinya manusia hidup beradab, ketika sudah bisa menjaga bahasa maka akan menjadi bijaksana, walau memiliki gerakan pencak silat hebat tapi ilat tidak bisa dijaga celaka manusia. Lahirlah istilah mulutmu adalah harimaumu.

Tarik ke belakang kembali dalam konteks sejarah nanti akan lahirnya disiplin dikotomi ilmu bahasa. Dalam sejarah Yunani banyak yang telah mengenal pusat peradapan pengetahuan, yang paling menonjol di bidang ilmu filsafat, pada saat Ilmu filsafat berkembang. Dalam perkembangan ilmu, khususnya dalam filsafat akan mengikuti dengan keadaan sosial juga. Sebab ilmu pengethauan bukan sebuah narasi tunggal yang bisa dikatakan final, melainkan ilmu pengetahuan merupakan suatu yang kontekstual, relatif selalu berkembang.

Dalam perkembangan bahasa ada kaitannya dengan Ilmu filsafat itu, pada zaman Yunani kuno perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam masyarakat tidak berkembang. Karena sudah banyak dari masyarakat yang tidak memahami mengenai berpikir dan lemahnya para ilmuan yang tidak bisa menguasai bahasa sehingga pengetahuan tidak bisa berkembang. Salah satu contoh Plato yang mendirikan sekolah Akademi dan dikenal dengan Akademi Plato, dimana Aristoteles di sana tempat menimba pengetahuan, hingga nanti melahirkan protes terhadap arah pemikiran gurunya yang ditarik pada konteks kehidupannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Perkembangan ilmu filsafat tidak dapat diragukan lagi. Namun pada masa itu masyarakat pada saat itu ada yang menerima dengan mudah ada yang merasa kesulitan. Dengan seperti itu, singkat dalam keadaan sosial pada masa 350 SM, Aristoteles muda melebarkan pengetahuan yang beralih ke pengetahuan ilmiah atau eksakta, sehingga disebut degan bapak metode Ilmiah. Namun tidak akan fokus membahas Aristoteles melainkan peran Aristoteles dalam bidang kebahasaan, lahir dari kegelisahan Aristoteles, bahwa pengetahuan tidak akan berkembang ketika dalam pentampaiannya tidak mudah diterima. Maka salah satunya mengembangkan ilmu bahasa, sehingga lahirlah ilmu bahasa baru Aristoteles menulis menganai ilmu berbahasa yaitu “Retorika”. Retorika salah satu disiplin ilmu bahasa.

Ketika mempelajari bahasa seharusnya kita sadar bahwa ilmu pengetahuan bukan hanya terletak pada dalam diri kita, melainkan ilmu pengetahuan bisa disebarkan, tidak hanya bisa dirasakan sendiri. Dari hal itu ada indikasi mencerminkan bahwa ilmu yang dimiliki tidak memberikan manfaat kepada sesama, sedangkan puncak dari pengetahuan mampu dirasakan oleh orang lain dari segi teoritik atau praktiknya. Banyak yang memiliki ilmu namun tidak memberikan cermin kepadanya, banyak pengetahuan, pengalamannya namun tidak bisa mengontrol dirinya. Maka dengan seperti itu lahirlah jumawa karena pengetahuan yang mengontrol dirinya. Akan melahirkan dampak negatif.

Beberapa hari lalu dalam salah satu media tevelisi chanel Trans7, lebih jelasnya ada pula di youtube acaranya Najwa Shihab dalam nama kegiatannya bernama “Mata Najwa” di youtube diunggah pada tanggal (09/10/2019), kini bisa menontonnya dan memberikan penilaian sendiri akan “Pencak Silat” para kaum intelektual yang berbicara, di acara yang diberi tema “Ragu-Ragu Perpu” membahas dengan dinamika negeri ini yang caruk maruk oleh adanya glontoran sistem. Dalam acara tersebut di dalamnya banyak intelektual berbicara, politisi, dan bahkan guru besar. Dan dalam kegiatan seperti itu ada yang menarik dalam sesinya merupakan kegiatan tanya jawab saling menganggapi yang di moderatori Najwa.

Dalam hal ini bukan membahas tentang pembahasannya atau keadaan di acara tersebut, namun tulisan ini ingin mengkritisi seorang intelektual berbicara dalam menggunakan bahasa Indonesia yang  baik dan memahami konteks, bukan yang ideal. Kepada pembaca tentunya hakimi sendiri yang berjibaku diacara tersebut, bagi yang belum mennton hakimi sendiri dengan bijaksana dalam menggunakan konteks dan maksim kebijaksaan dalam berbahasa. Dan temukan sebuah kesimpulan orang-orang inteletual di sana, dan salah satu yang kurang mendidik dalam berbicara belum mempelajari bahasa, sehingga kebijaksanaannya luntur.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Bagaimana mungkin bahasa yang seharusnya menjadi penyambung tidak memiliki sebuah keberadapan dalam berkembang. Dalam berbahasa hal itu tidak memiliki strata namun dalam berbahasa lisan, memiliki etika yang sekiranya melahirkan estetika. Dalam menggunakan bahasa berbicara tidak hanya berbicara tentang makna atau arti, tapi juga harus memperhatikan esetetika (keindahan). Keindahan berbahasa terletak pada suprasigmental yang telah ada dalam bahasa Indonesia bahwa Intonasi, tekanan, sendi, dan nada, fonem (bunyi), akan melahirkan sebuah presepsi melukai dan menyukai dalam berbahasa. Mengenai keindahan bahasa bukan hanya memberikan makna namun sebuah rasa kebijaksaan dalam menghargai.

Dalam hal itu kita harus pahami bahwa bahasa arbiter namun dalam kesewenangan ada kesepakatan dalam fungsinya bisa diterima dan bahasa tidak ada yang ideal melainkan memiliki sifat kontekstual. Sebab bahasa yang bersifat ideal akan semua memiliki dominasi negatif dan  kecenderungan relatif, namun yang kontekstual akan selalu memberikan sebuah narasi baru dalam makna yang tentunya tidak akan terjangkit kesangsian dalam menggunakannya. Sebab senantiasa memperhatikan maksim kebijaksanaan dalam berbahasa dan akan senantiasa estetika memberikan kedamaian dalam kehidupan.

Pesan pada politisi, pejabat negara, dan orang besar yang dibesarkan oleh rakyat yang bijaksana tentu perlu mempelajari bahasa lebih dalam khususnya dalam beretorika. Sebenarnya akhir-akhir ini ada kebijakan presiden sudah selaras dengan Perpres yang telah dirilis. Peraturan Presiden nomor 63  Tahun 2019. Yang begitu luas dalam menggunakan bahasa Indonesia dan undang-undang penekanan menggunakan bahasa Indonesia, patut diapresiasi, namun dalam hal itu menjadi cidera kekita bahasa hanya menjadi alat interaksi, namun masih belum bisa membiasakan diri berbahasa dengan memperhatikan konteks, mengamalkan maksim-maksim kebahasaan. Orang bijaksana akan senantiasa menggunakan bahasanya dengan arif tanpa melukai, intelektual beradap selalu menganggap lawan bicara sebagai kerabat, bukan malah meggunakan bahasa untuk menghijat. Berdebatlah dengan bermartabad yang beradab.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Akhmad, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP-UNISMA, Aktif di LPM Fenomena, HMJ-PBSI-UNISMA, Komunitas Literasi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES