Peristiwa Internasional

PCINU Belanda Gelar Diskusi Restorasi Gambut Indonesia

Selasa, 01 Oktober 2019 - 10:07 | 141.12k
Ketua PCINU Belanda Muhammad Latif Fauzi saat memberikan kenang-kenangan kepada para narasumber. (foto: Latif Fauzi for TIMES Indonesia)
Ketua PCINU Belanda Muhammad Latif Fauzi saat memberikan kenang-kenangan kepada para narasumber. (foto: Latif Fauzi for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Lembaga Penelitian Lingkungan Hidupan PCINU Belanda, menggelar diskusi mengenai permasalahan restorasi gambut dan kebakaran hutan. 

Menurut Ketua PCINU Belanda Muhammad Latif Fauzi acara ini bertempat tinggal di gedung Forum, Wageningen University, The Netherlands, pada Selasa (1/10/2019).

"Hadir sebagai narasumber Ibu Myrna A Safitri PhD, yang merupakan Deputi III Badan Restorasi Gambut (BRG) serta Saritha Kittie Uda, PhD Candidate program Environmental Science Analysis Group dan merupakan dosen di Universitas Palangkaraya," tutur Muhammad Latif Fauzi dalam keterangan tertulis kepada TIMES Indonesia di Jakarta, Selasa (1/9/2019).

PCINU-Belanda-B.jpg

​Sebagai pembuka, Ibu Myrna memaparkan luasan gambut yang mengalami kerusakan dan perlu di restorasi. Menurutnya saat ini terdapat 2.7 juta ha lahan gambut yang perlu di restorasi. Luasan ini tersebar di tujuh provinsi (Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan papua). 

"Ketujuh provinsi ini menjadi pusat BRG dalam melakukan restorasi gambut di Indonesia. Beragam faktor penghambat keberhasilan restorasi gambut di Indonesia, salah satu nya adalah kebakaran hutan yang masih kerap terjadi di Indonesia," tutur  wanita yang merupakan lulusan doktor Leiden University, The Netherlands. 

Kemudian Myrna melanjutkan, Kebakaran ini terutama terjadi karena adanya pembukaan lahan untuk menanam tanaman pertanian. Pelarangan kebakaran hutan untuk pembukaan lahan menimbulkan polemik tersendiri di masyarakat. Pembakaran lahan ini dianggap paling cepat dan murah untuk membuka lahan, terutama untuk lahan lahan yang berada di remote area. 

"Untuk beralih dari metode ini diperlukan alternatif metode pembukaan lahan yang comparable. Namun, tentunya hal ini menjadi PR bersama dalam mengelola lahan gambut yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Sustainable)," tandas Myrna A Safitri PhD, yang merupakan Deputi III Badan Restorasi Gambut (BRG).(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES