Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Musim Panas di Indonesia; Kunci Masyarakat Madani

Senin, 23 September 2019 - 09:46 | 52.40k
Akhmad, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI)
Akhmad, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGMASYARAKAT madani akan selalu memiliki kesadaran tinggi, kesadaran akan sebuah kebijakan, keadaan, dan melakukan sebuah tindakan, hal itu menjadi impian di setiap negeri, bahwa masyarakat akan sadar dengan dirinya sebagaimana ia berperan sebagai tiang dari sebuah Negara bahkan menjadi pondasinya. Negara bisa diistilahkan bagaikan bangunan rumah pondasi dan tiang-tiangnya adalah masyarakat, untuk membangun rumah bukan hanya butuh indah, melainkan perlu kokoh. Maka hal ini berkaitan dengan kepercayaan dan para pemangku kebijakan bisa menemukan apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Sehingga terbuka untuk mencipta sebuah peradapan.

Musim panas negeri ini merupakan  hal yang wajar, karena iklim dan negera dengan  letak geografis lurus dengan katulistiwa memiliki dua musim. Namun, panas hari ini tidak seperti musim panas pada umumnya. Seharusnya kita semua tetap merasakan apa yang patut dirasakan  untuk kehidupan kita. Namun panas ini merupakan keadaan negeri dalam keadaan tidak biak, tugas warga yang sadar perlu untuk bisa mengambil peran aktif, serta memberikan fungsi pada kehidupan. Ada apa dengan negeri ini, keadaan  negera harus memahami apa yang telah lakukan pemangku kebijakan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Setiap kebijakan tentu akan menimbulkan pro dan kontra. Banyak perseteruan apalagi dalam menyikapi sebuah keputusan yang berkaitan dengan orang banyak. Pro dan kontra sebuah hal biasa, namun menjadi kekhawatiran keputusan melahirkan keos. Hari ini sepertinya Indonesia mengalami musim panas berkepanjangan. Beberapa keputusan melahirkan sebuah konflik kerkelajutan dan musim ini membuat air tambah kecil sumbernya. Terutama mengenai apa yang telah menjadi pertimbangan penguasa kita. Akhir-akhir ini pro dan kontra yang terjadi mengenai keputusan yang telah dilakukan oleh para kepentingan birokrasi kita, hal itu merupakan sebuah ujian besar bagi kaum kecil dan terpelajar kita hari ini.

Kesadaran calon cendikia yang berada di perguruan tinggi tidak semua kejaman berpikir dan mau memperhatikan negeri ini tidak terlalu banyak. Mungkin saja anggapannya tidak perlu memikir negeri ini karena sudah ada yang mengurusnya. Pemikiran itu bukan sebuah pemikir seorang cendia yang berada di perguruan tinggi dan dianggap agen perubahan (agent of change) mahasiswa bukan hanya itu, namun memiliki peran konrtol serta menyadarkan masyarakat akan fenomena sosial.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dalam hal ini tentunya harus kita pahami secara realistis. Berasumsi jika masyarakat tidak akan terlalu dan banyak merespon kejadian negeri ini, ketika telah terpenuhi kebutuhan mereka. Dan kadang berpikir apatis dengan keadaan negeri ini. Namun tidak semua bisa memahami secara detail mengenai itu semua. Masyarakat hanya merasakan dan menjadi pelaku pula, walau ada dengan bijaksana menerima atau dengan bijaksana tidak menerimanya.

Di kehidupan masyarakat berpikir tidak akan pernah peduli siapa pemimpin kita, siapa yang di atas kita, terpenting kebutuhan mereka yang empat hal telah terpenuhi; seperti sandang, pangan, gedong, dan papan, dalam bahasa Indonesia sandang “baju”, pangan “makanan”, gedong “tempat”, papan “petunjuk/pengetahuan”. Ketika semua itu telah terpenuhi masyarakat terkadang akan apatis dengan semua yang terjadi dengan keadaan negeri ini. Sebab kebutuhan  primer manusia itu. Namun, bagi yang yang terdidik tidak hanya menerima apa adanya dengan apa yang ada di kehidupan serta lingkungan kita.

Selaras apa yang telah ditulis oleh Ir. Soekarno dalam bukunya berjudul “Dibawah Bendera Revolusi” bahwa sebagai Aria Bima-Putera, jang lahirnya dalam zaman perdjoangan, maka Indonesia Muda inilah melihat cahaya cahaya matahari pertama-tama dalam zaman yang rakyat-rakyat Asia, lagi berada dalam perasaan tak senang dengan nasibnya. Tak senang dengan dengan nasib-ekonominya, tak senang dengan nasib-politiknya, tak senang dengan segala nasib lain-lainnya. Maka harus sadar bahwa “Senang dengan apa adanya adalah masa lalu” di zaman baru; zaman muda, sudahlah datang sebagai fajar yang terang cahayanya (Hal 01;1963).

Hal itu menunjukkan bahwa masa lalu yang telah berlalu dengan apa yang sudah apa adanya dalam menerima tentang hidup. Hari ini cahaya telah terang banyak cara manusia melakukan sesuatu untuk bisa membuka ruang untuk kehidupan baru hari ini. Dan berperan dalam keadaan hari ini banyak cara bagi kaum muda yang ingin berperan dan menemukan fungsinya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Musim panas di Indonesia sekarang ketika kita lihat, bukan sebuah cuaca melainkan sebuah rentetan sebuah peristiwa pasca pemilu yang begitu sangat memilukan dan membingungkan. Untuk berkata seperti apa dalam menyikapi dengan bijaksana. Namun sebagai orang yang cinta terhadap tanah air bukan hanya diam dengan menikmati apa yang terjadi, kaum terpelajar mencoba untuk merekam dan bisa menemukan sebuah keadaan negeri ini. Dan yang terjadi akhir-akhir ini yang sepertinya menjadi konflik horizontal, kita lihat rentetan keadaan negeri ini. Dimulai dari adanya keputusan Presiden perpindahan Ibukota, pengesahan UU KPK oleh DPR yang baru-baru ini dilakukan, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Kebakaran Hutan, dan Konflik Agraria di Kebumin. Semua itu merupakan sedikit yang terekam, lalu bagaimana menyikapi hal itu semua? pertanyaan itu mungkin akan menjadi kajian tersendiri dalam setiap elemen, organisasi, dan bahkan orang-orang individu yang memiliki pendapat sendiri mengenai hal ini semua.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Banyak cara untuk bisa memberikan peran dengan mendoakannya, dengan memberikan peran langsung dengan turun ke jalan, menuliskan, dan bahkan para para pemimpin yang memang serius menangani tanggung jawabnya. Semoga panjang umur dan tanggung jawab moral tentang negeri ini secara bersama bisa dicipta dan tidak adalagi keos berkepanjangan. Terpenting tidak hanya pasrah dengan apa yang ada dan yang terjadi, mari bersama-sama saling membenahi sesuai dengan disiplin ilmu yang digeluti.

Sehingga cita-cita menjadi negeri madani tercipta; dengan kesadaran  masyarakatnya dari bawah menuju ke atas. Tidak ada kesangsian kalau dari atas ke bawah, sebab jarang dari atas akan ke bawah lagi karena telah nyaman di atas. Maka mencipta masyarakat madani hanya dengan membuka kesadaran atas diri untuk bisa mengembangkan apa yang menjadi langkah awal peradapan baru dalam negeri ini.***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

 

*) Penulis: Akhmad, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP-UNISMA, Aktif di LPM Fenomena, HMJ-PBSI, dan Komunitas Baca Gratis Gerilya Literasi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES