Entertainment

Musisi asal Sulawesi Tengah Pelajari Banyak Hal dalam Festival Kampung Cempluk ke-9

Senin, 23 September 2019 - 03:12 | 154.37k
Yayan Kololio mainkan alat musik Lalove dalam pagelaran seni Festival Kampung Cempluk 9, Senin (23/9/2019) di Dusun Sumberejo, Kalisongo, Dau, Kabupaten Malang. (foto: Istimewa)
Yayan Kololio mainkan alat musik Lalove dalam pagelaran seni Festival Kampung Cempluk 9, Senin (23/9/2019) di Dusun Sumberejo, Kalisongo, Dau, Kabupaten Malang. (foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, MALANGYayan Kololio, musisi dari Sigi, Sulawesi Tengah datang jauh-jauh ke Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan tujuan mempelajari bagaimana Festival Kampung Cempluk digelar dan dipertahankan hingga yang kesembilan.

Lelaki yang memiliki nama asli Cahyanto ini dikenal dengan nama Yayan Kololio karena skillnya memainkan Kololio nama alat musik dari padi yang baru dipanen

Yayan mengungkapkan, ia akan mencoba menggelar festival yang sama di kampung halamannya. Ia mengaku kagum dengan Festival Kampung Cempluk yang mengusung semangat gotong royong.

Usai berkontak dengan Penggagas Kampung Cempluk, Redy Eko Prastyo, Yayan pun bertolak dari Sulawesi. Di sini, Yayan mempelajari bagaimana Kampung Cempluk bisa mempertahankan festival ini hingga kesembilan kali. Tidak mudah memang, meregenerasi dan konsistensi yang dilakukan. “Dan saya juga mempelajari bagaimana manajemen masyarakat dari kecil sampai tua agar semuanya terlibat dalam festival kampung,” jelasnya.

Di Festival Kampung Cempluk, Yayan juga mengenalkan alat musik asli Sulawesi Tengah, Lalove, kepada masyarakat. Penampilannya, pada Sabtu malam disambut antusiasme masyarakat.

Yayan bercerita, alat musik Lalove yang juga digunakan untuk ritual ini sempat menjadi kambing hitam gara – gara bencana alam di tengah Sulawesi. “Sempat dijadikan kambing hitam. Memang saat itu bertepatan dengan bencana besar akhirnya dituduh syirik dan musrik. Mungkin memang masyarakat belum begitu paham. Maka dari itu sosialisasi ini juga cara untuk mengembalikan nama baik Lalove,” paparnya.

Yayan juga mempelajari keunikan instalasi bambu yang dan bentuk cempluk yang ada di Kampung Cempluk. “Sejak hari pertama, saya disuguhi keramahan, Sepanjang jalan, masyarakat ketika ketemu saya menunduk, saya jadi ikut menunduk,” ujarnya. Yayan Kololio berharap konsistensi dan regenerasi tetap dipertahankan agar festival semacam ini tidak terputus begitu saja. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES