Peristiwa Daerah

FMHS Gelar Dialog Publik, Meneropong Arah Baru Sumbawa 2020

Minggu, 22 September 2019 - 00:55 | 58.17k
Diskusi Forum Mahasiswa Hukum Sumbawa Gelar diskusi di Mataram, (Foto: Tim media FMHS for TIMES Indonesia)
Diskusi Forum Mahasiswa Hukum Sumbawa Gelar diskusi di Mataram, (Foto: Tim media FMHS for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MATARAM – Forum Mahasiswa Hukum Samawa (FMHS) Fakultas Hukum Universitas Mataram kembali menggelar diskusi jilid dua, setelah beberapa waktu lalu melakukan diskusi yang sama. Diskusi bertema "Meneropong Arah Baru Sumbawa 2020 Jilid II" ini digelar di De-Lima Cafe, Kota Mataram, Sabtu, (21/9/2019) malam. 

Di moderatori M. Riadhussyah, diskusi ini menghadirkan dua akademisi sebagai narasumber. Masing-masing adalah Prof. Dr. Salim HS, SH., MS, dan Prof. Ir. Taslim Sjah, M.App., Ph.D.

Prof. Ir. Taslim Sjah, mengkaitkan diskusi tersebut dengan pembangunan sebuah daerah. Dia menjelaskan, pembangunan sebuah daerah sama dengan bisnis, karena memiliki satu tujuan yaitu mencari keuntungan.

"Bagaimana cara mencari keuntungan ada tiga pertanyaan pokok, untuk siapa barang itu, apa itu barangnya dan bagaimana cara hasilkan atau adakan barang," katanya.

Ironisnya, pembangunan justru tidak sejalan dengan aspek lingkungan, sehingga berimbas pada kerusakan lingkungan dan bencana banjir. Prof. Taslim menyoroti produk hukum yang terkesan tidak ada efek jera bagi pelaku perusakan lingkungan.

"Banjir menandakan pembangunan tidak berkelanjutan. Satu sisi yang dilanggar aspek lingkungan. Hukuman tidak membuat jera terhadap pelaku kerusakan lingkungan," ujarnya.

Dia mencontohkan negara tetangga Australia yang memperketat produk hukum soal pelaku perusakan lingkungan. "Di Australia setiap kerusakan dendanya 300 persen. Harus ada efek jera dan pelaksanaan atau penegakan secara ketat," ucapnya.

Pemaparan Prof. Taslim disambut pertanyaan peserta diskusi. Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Unram, Suryadi mempertanyakan peran Pemda Sumbawa, khusus di industri garam. Banyak petani garam di Sumbawa seperti di Kecamatan Lape, Kecamatan Labuan Bontong dan Kecamatan Utan kesulitan menjual hasil pertanian garam mereka.

"Sumbawa penghasilan garam terbesar. Pada 2011 jumlah produksi garam 3600 ton, 2012 sebanyak 6118 ton dan 2015 sebanyak 3500 ton, tapi Pemerintah Kabupaten Sumbawa saya rasa gagal mendatangkan investor. Retail modern justru jual garam dari Pulau Jawa," ungkapnya.

Setali tiga uang dengan pertanyaan Suryadi, Prof. Taslim menjelaskan peran pemerintah dalam menyediakan informasi pada petani garam sangat minim, sehingga berdampak pada meruginya petani garam di Sumbawa.

"Garam mau dijual ke mana, tentu bisa dibantu pemerintah. Di sini peran pemerintah kurang menyediakan informasi pada masyarakat (petani garam)," katanya.

Akademisi lainnya, Prof. Salim sebagian besar presentasi dalam dialog berkaitan dengan masalah-masalah di lapangan. Di awal dialog, dia memaparkan banyak kondisi infrastruktur di Sumbawa yang jauh dari kata layak. Kondisi ini terus berlarut tanpa adanya tindakan Pemda.

"Berkali-kali diminta memperbaiki (infrastruktur) tapi jawabannya selalu akan memperbaiki. Lima tahun kemudian juga selalu begitu," ujarnya.

Ditanya penilaiannya terkait kepemimpinan Bupati Sumbawa, Prof. Salim menyerahkan baik atau buruknya kinerja pemerintah tergantung penilaian publik."Tidak semua bupati dapat melaksanakan kewajiban dengan baik. Apakah  berhasil dengan tidak itu terserah anda menilai," jelasnya.

Dia berharap pemerintah setempat atau pemerintah yang memimpin pada 2020 lebih menunjukkan kinerja sesuai harapan publik. Faktor-faktor ekonomi strategis seperti pertanian dan pertambangan diharapkan lebih dimaksimalkan pemerintah ke depannya.

Dialog FMHS dengan tema, Meneropong Arah Baru Sumbawa 2020 tersebut, dihadiri oleh ratusan mahasiswa Sumbawa yang berada di Mataram. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Mataram

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES