Kopi TIMES

Waspada Politisasi Anggaran di Tahun Politik Pilbup Banyuwangi 2020

Sabtu, 21 September 2019 - 19:33 | 125.58k
Achmad Syauqi, Direktur MSI Consultant. (Foto: Istimewa)
Achmad Syauqi, Direktur MSI Consultant. (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Mencermati pemberitaan beberapa media, tentang anggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Banyuwangi, yang hanya disetujui 53 persen oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Banyuwangi. Kiranya penting untuk dicermati pernyataan Sekretaris Daerah yang memberi catatan bahwa proses tersebut belum final. 

Yang patut diwaspadai, kemungkinan adanya politisasi anggaran oleh Eksekutif melalui TPAD. Bukan tanpa alasan. Rumor akan turut berlaganya Bakal Calon Bupati (Bacabup) dari keluarga Bupati status quo dalam Pilkada Banyuwangi tahun 2020, sangat memungkinkan terjadinya intervensi hingga intimidasi terhadap semua pihak yang berkepentingan dalam Pilkada nanti. 

Andai rumor tersebut benar, pastinya penting untuk mengondisikan para penyelenggara Pilkada sedini mungkin. Diantaranya melalui anggaran.

Sedikitnya ada 3 modus politisasi anggaran yang berpotensi dilakukan oleh kepala daerah pemilik kepentingan politik pribadi atau golongan, atas penyelenggaraan Pilkada. 

Pertama, dengan melebihkan anggaran melampaui pengajuan. Kedua, menggantung persetujuan atas pengajuan hingga tercapainya kesepakatan di bawah meja. Dan ketiga, mempersulit pencairan anggaran Pilkada hingga hari H atau bahkan sampai penyelenggaraan Pilkada usai. 

Pengajuan anggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banyuwangi sebesar Rp 108 miliar tentunya telah memperhitungkan seluruh kebutuhan tahapan Pilkada. Sesuai standar pembiayaan Pilkada yang ditetapkan KPU Pusat. 

Bagi penyelenggara Pilkada, jika dihadapkan pada pilihan dari 3 modus di atas tentu tidak ada yang menyenangkan. Karena dapat memperbesar peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran, yang berarti mendekatkan mereka ke jeruji besi.

Seyogyanya Eksekutif membuka ruang evaluasi perencanaan dan penganggaran yang diajukan KPU Banyuwangi. Jadi, jika pun terkoreksi, pengajuan anggaran oleh KPU Banyuwangi benar-benar bersifat ekonomis, prioritas, rasional, berbasis kinerja dan bebas dari kepentingan politik semua pihak. Tidak ujug-ujug menyampaikan nominal, dan membuka ruang 'negosiasi' untuk dilakukannya kesepakatan perubahan. Sesuatu yang belum final dan dilempar ke publik, justru menimbulkan berbagai penafsiran dan bisa menyesatkan.

Kita semua tahu, hingga setahun ke depan adalah tahun politik Kabupaten Banyuwangi. Ada Pilkades dan akan ada Pilkada. Selain mengawal anggaran Pilkades, masyarakat hendaknya juga mewaspadai modus-modus politisasi anggaran dalam RAPBD untuk tahun 2020. Kemungkinan adanya penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD), peningkatan anggaran hibah dan belanja sosial, dan pemanfaatan SILPA untuk kepentingan tertentu. Itu adalah modus-modus yang dapat dicurigai sebagai upaya politisasi anggaran. 

Tidak ada larangan estafet kepemimpinan yang dilakukan oleh individu-individu dalam satu keluarga. Fenomena tersebut belakangan oleh kalangan aktivis, pegiat LSM dan pengamat politik, disebut-sebut sebagai politik dinasti. Namun penguasaan jabatan publik yang terlalu lama berpusar dalam satu keluarga, dapat menyebabkan kemandulan demokrasi dan sistemiknya korupsi. 

Dan kita semua tentu ingin Banyuwangi maju tanpa menyisakan warganya dibui akibat korupsi. Termasuk dalam cerita akhir kontestasi Pilkada Banyuwangi atau yang banyak disebut sebagai Pemilihan Bupati (Pilbup) Banyuwangi 2020. (*)

 

*) Penulis adalah Achmad Syauqi, Direktur MSI Consultant.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES