Peristiwa Daerah

Luruskan Pemahaman tentang Radikalisme, STDI Imam Syafi'i Jember Gelar Seminar Internasional

Jumat, 20 September 2019 - 23:27 | 715.44k
Sari kiri-kanan: Ketua Panitia Ali Musri Semjan Putra, Ketua ASILHA Muhammad Alfatih Suryadilaga, dan Pimpinan STDI Imam Syafi'i Muhammad Arifin Badri dalam konferensi pers seminar internasional, Jumat (20/9/2019) malam. (foto: Dody Bayu/TIMES Indonesia)
Sari kiri-kanan: Ketua Panitia Ali Musri Semjan Putra, Ketua ASILHA Muhammad Alfatih Suryadilaga, dan Pimpinan STDI Imam Syafi'i Muhammad Arifin Badri dalam konferensi pers seminar internasional, Jumat (20/9/2019) malam. (foto: Dody Bayu/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Upaya menangkal radikalisme menjadi topik utama yang diangkat dalam seminar internasional bertema Peranan Ahli Hadits Klasik dan Kontemporer dalam Menanggulangi Radikalisme yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah (STDI) Imam Syafi’i Jember, Jawa Timur.

Ketua Panitia Ali Musri Semjan Putra mengatakan bahwa seminar tersebut diselenggarakan untuk mengupas tuntas pengertian hingga faktor penyebab radikalisme dan terorisme yang terjadi tidak hanya di Indonesia, namun juga di belahan dunia lain.

Menurutnya, selama ini fenomena radikalisme maupun terorisme yang terjadi di tanah air masih disandarkan pada dunia Islam.

"Kami menggelar ini karena ingin meluruskan bahwa ciri-ciri radikalisme yang selama ini sering digambarkan berjenggot, celana cingkrang, dan perempuan bercadar telah membuat definisi radikal menjadi bias," kata Ali dalam konferensi pers pembukaan seminar internasional tersebut yang digelar di Hotel Dafam Jember, Jumat (20/9/2019) malam.

Lebih lanjut, Ali menuturkan bahwa selama ini tuduhan-tuduhan yang disematkan kepada kelompok muslim yang masih mempertahankan tradisi Islam konservatif dalam setiap aksi teror sangat tidak berdasar.

"Sehingga ada kerancuan dalam masalah ini. Melalui seminar ini, kami ingin membuktikan melalui penjelasan yang sebenarnya. Sehingga memberikan pencerahan dan menghapuskan bias. Serta menawarkan solusinya," terangnya.

Profesor Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Muhammad Alfatih Suryadilaga yang menjadi salah satu pemantik dalam seminar tersebut menerangkan bahwa memahami radikalisme yang berkembang seperti saat ini butuh kehati-hatian.

"Tidak boleh kita serta merta memahami radikalisme kemudian langsung merujuk pada kelompok tertentu. Misal yang berjenggot, mengenakan celana cingkrang, dan sebagainya," tegas Ketua Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) tersebut.

Menurutnya, kelompok muslim yang masih mempertahankan tradisi murni tersebut masih menjadi bagian dari komunitas Islam.

"Mereka sesungguhnya merupakan salah satu model dari ajaran Islam. Kita butuh saling memahami agar mewujudkan Islam sebagai rahmatan lilalamin," ujar dia.

Sementara itu, Pimpinan STDI Imam Syafi'i Muhammad Arifin Badri ikut melengkapi pernyataan sebelumnya. Dia menerangkan bahwa  sebagai lembaga pendidikan, STDI Imam Syafi'i ikut serta dalam upaya menanggulangi radikalisme dan dampaknya.

"STDI usianya masih muda. namun kami berkomitmen berkontribusi dalam penanggulangan problem sosial termasuk masalah keagamaan. Salah satu yang jadi sumber masalah adalah radikalisme yang dikemas atas nama agama," tutur Arifin.

Menurutnya, banyak faktor yang jadi penyebab munculnya radikalisme yang menunggangi agama Islam. Salah satunya yakni penggunaan dalil-dalil palsu untuk mendoktrin seseorang menjadi radikal.

"Salah satu hadis palsu yang dijadikan dalil tindakan radikal adalah hadis berbunyi, 'Kalian telah kembali ke tempat kedatangan terbaik, dari jihad yang lebih kecil menuju jihad yang lebih besar. Para sahabat berkata, apakah jihad yang lebih besar itu? Nabi bersabda, jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya'. Ini adalah contoh hadis palsu yang bertentangan dengan ajaran Islam," ungkapnya.

Selain itu, Arifin juga menambahkan bahwa radikalisme bukanlah hak yang baru dikenal. Bahkan, radikalisme sudah ada jauh sebelum turunnya agama Islam.

"Bahkan radikalisme sudah ada di jaman Nabi Adam dalam kisah salah satu anak Adam yang membunuh saudaranya. Dan terjadi di jaman nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad. Dimana radikalisme telah membunuh nabi-nabi terdahulu," imbuhnya.

Seminar internasional yang berlangsung hingga 21 September 2019 tersebut menghadirkan pembicara utama dari kawasan Timur Tengah (Timteng). Di antaranya adalah Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz Al Faleh (Dekan Fakultas Hadis dan Ilmu Hadis Universitas Islam Madinah), Syaikh Prof. Dr. Ali Ibrahim Saud (Guru Besar Ilmu Hadis Universitas Alu Al Bayt, Amman Yordania), Syaikh Prof. Dr. Abdus Sami’ Muhammad Anis (Guru Besar Ilmu Hadis, Universitas Sharjah, UEA), dan beberapa ulama-ulama hadis lainnya.

Seminar internasional tentang radikalisme ini diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Hadis STDI Imam Syafi’i Jember bekerja sama dengan ASILHA Asosiasi Ilmu Hadits Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Jember

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES