Peristiwa Daerah

GO Indonesia: Koperasi Start Up Hantar Indonesia Menuju 10 Top Negara Ekonomi Terkuat

Kamis, 19 September 2019 - 16:58 | 73.60k
Frans Meroga Panggabean, Wakil Ketua GO Indonesia. (FOTO: Istimewa)
Frans Meroga Panggabean, Wakil Ketua GO Indonesia. (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Wakil Ketua Generasi Optimis (GO) Indonesia Frans Meroga Panggabean, mengurai optimisme visi Indonesia maju 2030 sebagai jajaran top 10 negara ekonomi terkuat di dunia.

Salah satu kunci mencapai target tersebut tersebut adalah mengakomodasi start up untuk shifting menjadi start up cooperative guna memproteksi kepemilikan sehingga melahirkan gairah baru generasi milenial untuk berkoperasi. 

“Itu terjadi karena nilai-nilai koperasi, seperti demokrasi, kesetaraan, keadilan dan lainnya, selaras dengan gaya hidup milenial yang mereka citakan,” terang Frans, Kamis (19/9/2019).

Milenial merupakan generasi yang menolak bentuk feodalisme dalam politik dan juga, pada akhirnya, ekonomi. Bagi para milenial yang suka gaya hidup demokratis dan egaliter, model start up cooperative akan sangat sesuai. Bentuk koperasi lebih menjawab hal tersebut daripada perseroan di mana pemilik modal berkuasa penuh.

Terlepas dari reputasinya yang masih terseok-seok, koperasi yang bertumpu pada kekuatan anggotanya sebenarnya telah terbukti mampu bersanding dengan kekuatan korporat bermodal besar di berbagai belahan dunia. Terlebih jargon Berkoperasi Itu Keren dalam beberapa waktu terakhir sering dikumandangkan oleh GO Indonesia.

“Kekuatan ekonomi kerakyatan Indonesia yang berbasis pada semangat gotong royong seharusnya mampu menciptakan rasa keadilan bagi ekonomi Indonesia, dan menciptakan pemerataan kesejahteraan, serta menghilangkan ketimpangan,” sambung Frans Meroga.

Mengacu pada data IMF, dengan total Produk Domestik Bruto (PDB) per kuartal II 2019 sebesar $ 1,1 triliun, berhasil menempatkan Indonesia pada peringkat ke 16 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. 

Selanjutnya, Price Waterhouse Coopers (PWC) memprediksi bahwa pada tahun 2030, PDB Indonesia berkisar pada angka $ 3 triliun, di mana langsung melejitkan Indonesia ke peringkat lima hanya di bawah Cina, India, Amerika Serikat, dan Jepang.

Kenaikan hampir 200% dalam kurun waktu sekitar 10 tahun itu tentu sangatlah fenomenal, sehingga dibutuhkan pertumbuhan ekonomi minimal 10% setiap tahunnya. 

Mewujudkan tantangan pertumbuhan ekonomi 10% per tahun dan bahkan sampai 300% dalam kurun waktu 10 tahun memang bukan hal mudah. Dibutuhkan sebuah quantum leap yang revolusioner dan tentunya out of the box.

Memasuki era revolusi industri 4.0 saat ini benar-benar telah membawa perubahan yang drastis terhadap cara produsen memasarkan produknya kepada pasar, terutama dengan semakin terhubungnya dunia ke jaringan raksasa bersama yang bernama internet. 

Fenomena bisnis start up telah berkembang sepanjang lima tahun terakhir di Indonesia. Makin pesat ketika model bisnis start up ditunjang dengan perilaku dan preferensi generasi milenial yang ingin semuanya serba murah, simple, cepat, dan mudah. 

“Perilaku generasi milenial itulah juga yang melahirkan gelombang besar ekonomi berbagi,” katanya.

Di Indonesia pun terjadi fenomena yang sama, Gojek seakan menjadi perusahaan transportasi terbesar di Indonesia padahal tidak memiliki mobil atau motor sama sekali. Sekali lagi Gojek pun seakan menjadi restoran terbesar di Indonesia tanpa 1 buah dapur pun. Begitu juga dengan Bukalapak dan Tokopedia, mereka menjelma jadi mal raksasa di negeri ini tanpa harus membuka toko sama sekali. 

Beda lagi dengan Traveloka, sang travel agen terbesar yang tidak membuka gerai satu pun. Bagai gayung bersambut, pemerintah meluncurkan program Making Indonesia 4.0 melalui Kementerian Perindustrian sejak 2018.

Dengan mendorong 10 prioritas nasional yang diantaranya adalah membangun infrastruktur digital nasional, memberdayakan UMKM, dan insentif untuk investasi teknologi diyakini akan meningkatnya gairah semakin banyak anak muda bangsa ini yang akan menggeluti model bisnis start up. 

Sampai pertengahan 2019 ini saja, Menkominfo Rudiantara mengatakan tercatat ada lebih dari 1.000 perusahaan start up di Indonesia dengan total valuasi mencapai $ 25 miliar. Yang paling menonjol dari sejumlah start up tersebut adalah Gojek yang telah menyandang predikat Decacorn.

Lalu ada Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan OVO yang telah menyandang predikat Unicorn. Selanjutnya ada AkuLaku, BliBli, WarungPintar, IDNTimes, HaloDoc, Kredivo, Modalku, dan RuangGuru yang telah menyandang predikat Centaurs. 

Patut diketahui predikat Decacorn diberikan bagi start up yang telah memiliki nilai valuasi minimal $ 10 miliar, Unicorn adalah predikat bagi start up dengan nilai valuasi minimal $ 1 miliar, dan predikat Centaurs diberikan bagi yang bernilai valuasi $ 100 juta.

Pemerintah mendorong tumbuhnya para pelaku start up baru lainnya dan tentu bagi yang telah ada saat ini dipacu untuk mengembangkan kapasitasnya sampai ke level unicorn, decacorn, bahkan level hectocorn untuk start up bernilai valuasi minimal $ 100 miliar. 

Wakil Presiden terpilih K.H. Ma’ruf Amin dalam Debat Pilpres Maret 2019 lalu pun menyebutkan bahwa ditargetkan tercipta 3.500 start up sampai tahun 2024. Kembali menurut Menkominfo Rudiantara, target ini realistis karena pemerintah focus untuk mengawal pertumbuhan para start up dengan program inkubasi, akselerasi, dan pendanaan awal.

Dengan pendampingan melekat inilah, Rudiantara percaya bahwa rasio keberhasilan mencetak unicorn adalah sampai 5% dari total start up yang ada. Dengan program ini terus difokuskan sampai 2030, maka dipercaya dapat tercipta sampai 10.000 start up di mana minimal 500 sampai 1.000 diantaranya adalah unicorn dengan total valuasi sampai $ 1 triliun. 

Dengan total valuasi sebesar itu pada tahun 2030, berarti start up akan telah berkontribusi sebesar 100% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai tahun 2030. Melalui model bisnis start up inilah, sejatinya quantum leap pertumbuhan ekonomi dapat terjadi dengan strategi yang revolusioner.

“Ditunjang kesadaran akan berkoperasi maka bukan sebuah mimpi mewujudkan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan ekonomi terkuat di dunia,” tandas Frans.

Ia menambahkan, dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 1998 tentang modal penyertaan dalam koperasi pun, start up cooperative tetap dapat lincah dan tangkas. 

Modal dari para investor akan dapat diakses tanpa harus khawatir akan mendelusi keberadaan para pendiri. Di sisi lain, start up cooperative juga menjamin tata kelola yang lebih setara antara satu dengan beberapa pendiri lainnya. (*)

Pengambilan keputusan didorong melalui mekanisme musyawarah mufakat. Bila harus voting sekalipun, jumlah saham tak akan menjadi pertimbangan. Prinsip dasarnya sederhana yaitu one man, one vote pada koperasi, bedakan dengan perseroan yang one share, one vote.

Akan ada 1.000 unicorn yang berkontribusi atas setengah dari pertumbuhan ekonomi yang membuat Indonesia memiliki total PDB $ 3 trilliun pada 2030 dan menempatkan Indonesia pada posisi lima besar negara dengan ekonomi terbesar di dunia. 

“Dan yang membuat semakin keren adalah 1.000 unicorn tersebut akan tetap menjadi milik anak Bangsa karena berbentuk koperasi milenial. Benar-benar terlalu keren untuk tidak diwujudkan,” kata Frans Meroga yang akan menjadi salah satu narasumber di diskusi publik "GO Talk" tentang Gerakan Milenialpreneur di Surabaya 21 September 2019 mendatang.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES