Pendidikan

Serunya Siswa Berlin Brandenburg International School Saat Ikut Workshop Batik

Kamis, 12 September 2019 - 00:06 | 88.58k
Suharjito sedang menunjukkan cara membatik dengan menggunakan canting. (FOTO: Iwa Sobara/TIMES Indonesia)
Suharjito sedang menunjukkan cara membatik dengan menggunakan canting. (FOTO: Iwa Sobara/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BERLIN – Jumat pagi (6/9/2019) di ruang aula sekolah internasional Berlin Brandenburg International School (BBIS) ada hal unik bagi siswa kelas lima SD. Mereka hari ini mengikuti kegiatan workshop batik. Tak kurang dari 50 siswa dengan antusias mengikuti workshop tersebut.

Acara workshop dengan tajuk „Batik goes to school“ ini merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia melalui KBRI Berlin dengan sekolah BBIS.

Workshop-Batik-Berlin-1.jpgWorshop batik di Berlin Brandenburg International School. (FOTO: Iwa Sobara/TIMES Indonesia)

Tepat pukul 08.30 waktu setempat, acara dimulai. Bertindak sebagai instruktur pada workshop ini adalah Suharjito, S.Sn, M.Sn. Pria kelahiran kota Sleman 38 tahun silam yang biasa dipanggil Ito ini, sudah cukup lama menggeluti kerajinan membatik. Dia didampingi oleh Nathan Schrom, guru kesenian sekolah, dan beberapa guru kelas.

Ito yang saat ini sedang mengikuti Magang Luar Negeri di Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin dan Rumah Budaya Berlin Jerman memulai kegiatan workshop dengan menyapa seluruh peserta

"Hello!," sapa Ito.

Namun, dia meminta para siswa yang berasal dari berbagai negara di seluruh dunia itu untuk menjawabnya dengan “Hi!”.  Begitu sebaliknya, ketika dia berkata “Hi!” seluruh siswa menjawabnya dengan “Hello!”.

Lalu, dia juga bertanya kepada para siswa apa yang mereka ketahui tentang Indonesia. Salah seorang siswa bernama Alexander mengangkat tangannya.

“Saya tahu warna bendera Indonesia merah di bagian atas dan warna putih di bawahnya. Masing-masing 50%,” kata Alexander.

Pada sesi pertama Ito mengajak para peserta untuk menggambar pemandangan. Mereka diberi waktu sekitar lima menit. Setelah semua selesai Ito meminta dua perwakilan siswa untuk menceritakan gambarnya di hadapan teman lainnya.

Pada sesi berikutnya para siswa diminta untuk menggambar bentuk geometri kemudian dari bentuk tersebut mereka bisa berimajinasi untuk membuat motif binatang, bunga, dan motif alam lainnya. Kreasi siswa dalam menggambar sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya ada yang menggambar binatang seperti burung, kura-kura, kera, ular, kupu-kupu dan sebagainya. Ada juga yang membuat motif matahari, pohon hingga jam wecker. Yang tidak kalah menarik adalah motif yang dibuat Alexander. Siswa yang mengaku gemar pelajaran Geografi ini menggambar bendera merah putih.

Pada sesi selanjutnya setiap siswa mendapatkan kain katun berwarna putih dan menjiplak motif yang mereka gambar pada kertas A3 sebelumnya. Tahapan demi tahapan diikuti seluruh siswa dengan suka cita.

Mereka terlihat senang dengan pengalaman pertama mereka berkreasi batik ini. Selanjutnya, Ito memutar sebuah video yang menunjukkan bagaimana penggunaan canting. Ito menjelaskan bagaimana mereka harus memegang canting dan memosisikannya sekitar 45 derajat.

Motif batik yang sudah dijiplak siswa pada kainnya masing-masing lalu dibentuk dengan cairan lilin menggunakan canting. Mereka duduk lesehan secara berkelompok yang terdiri dari 5-6 orang siswa didampingi oleh guru.

Beberapa siswa terkena panas lilin yang tumpah dari canting. Beruntung tidak luka. Siswa tampak bersemangat membentuk motif mereka masing-masing. Salah satu guru meminta ijin kepada Ito untuk memutar alunan gamelan Jawa pada saat semua siswa tengah membatik. Suasana pun seketika berubah seperti di Indonesia.

Pada tahapan terakhir, Ito mengajak seluruh siswa mewarnai kain sesuai dengan kreasi mereka. Banyak dari gambar-gambar kreasi siswa tersebut tak ubahnya seperti batik sungguhan yang biasa kita dapati di toko batik.

Ketika semua tahapan terlewati para siswa terlihat senang dengan pengalaman mereka hari ini. Seperti kesan yang diutarakan Alexander “I like it because it’s very nice and very useful for my life.” Dia sangat puas dengan hasil karyanya.

Selain itu, dia juga sangat senang karena meski dia belum pernah pergi ke Indonesia namun dia sudah dapat merasakan pengalaman yang sangat berharga untuk membuat batik yang sejak 2 Oktober 2009 ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi.

Ungkapan senada dilantarkan oleh Nathan Schrom. Pria asal Amerika Serikat yang sudah tinggal di Jerman cukup lama ini menyebutkan bahwa kegiatan seni membatik ini sesuatu yang spesial bagi  para siswa.

Dia menjelaskan jika biasanya mereka menggambar seni modern atau abstrak, kali ini siswa diperkenalkan dengan seni tradisional yang bernilai seni tinggi. Material dari lilin dan bau yang sedikit menyengat ketika lilin tersebut dipanaskan tentu saja tidak lazim bagi para siswa.

Kendati demikian, menurutnya justru hal itu membuat para siswa Berlin Brandenburg International School cukup menikmati kegiatan membatik di workshop batik ini. Para siswa, tambah Schrom, saat ini juga sedang mendalami Cultural Expressions. Batik sebagai visual art di samping makanan dan pakaian dari berbagai bangsa yang setiap minggunya dipelajari siswa tentunya bisa menjadi salah satu contoh seni nyata. (*)

 

Penulis Iwa sobara, M.A, Dosen Bahasa Jerman Universitas Negeri Malang yang sedang menempuh S3 di Technische Universität Berlin

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES