Peristiwa Nasional

KPK Perlu Kewenangan Menerbitkan SP3, Capim Nawawi: Jangan Menggantung Orang Sampai Mati

Rabu, 11 September 2019 - 16:18 | 41.70k
Capim KPK Nawawi Pomolango saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan, di Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019). (Foto:fin.co.id)
Capim KPK Nawawi Pomolango saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan, di Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019). (Foto:fin.co.id)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) Nawawi Pomolango menilai lembaga antirasuah itu perlu memiliki kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3.

"Jangan menggantung orang sampai mati dengan statusnya tersangka karena yang bersangkutan punya istri dan keluarga. Filosofinya harus ada (SP3)," ujar Nawawi dalam uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK, di Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Dia menjelaskan dirinya mencari literatur mengenai alasan KPK tidak bisa mengeluarkan SP3 dan mendapatkan bahan diskusi Indriyanto Senoadji.

Nawawi mengatakan, Indriyanto Senoadji menjelaskan alasan KPK tidak memiliki instrumen SP3 karena hanya sekedar pembeda dari lembaga penegak hukum lain.

"Ditambahkan juga oleh Prof Indriyanto pada forum itu, pemahaman yang sama oleh Prof Romli, beliau katakan tidak adanya SP3 bagi KPK itu karena pembeda, tidak ada filosofis lain. Sementara pasal 109 ayat 2 KUHAP tentang penghentian penyidikan, kalau kita cari filosofisnya apa?," ujarnya.

Capim KPK Nawawi berpendapat, seseorang harus diberikan kepastian hukum, rasa keadilan, kepatutan karena besok atau lusa kalau ditemukan barang bukti baru, bisa ditetapkan lagi status tersangka.

Nawawi juga sepakat jika kewenangan penyadapan oleh KPK diperketat dan diawasi. Pengetatan dan pengawasan itu dapat dilakukan melalui revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

"Saya setuju penyadapan harus dilakukan sedemikian rupa. Harus hati-hati apa yang mau disadap," tegas capim yang berasal dari hakim karir ini.

Menurut Nawawi harus ada semacam lembaga pengawas di internal KPK. Fungsinya selain mengawasi juga memberikan izin penyadapan.

"Harusnya ada izin dari dewan atau apapun namanya. Harus ada pengawasan. Agar hati-hati dalam penyadapan," tutur dia.

Sebagai seorang hakim, Nawawi mengaku pernah menemukan praktik penyadapan yang tidak relevan dengan kasus korupsi yang sedang ditangani.

Dalam sebuah persidangan, jaksa penuntut umum dari KPK memutar rekaman penyadapan yang isinya dianggap tidak terkait kasus korupsi.

Hal itu terjadi dalam persidangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi dengan tersangka Ahmad Fathanah. "Model percakapan yang akan diputar ternyata tidak ada relevansinya," tutur dia.

Selain itu, Nawawi juga tidak sepakat jika izin penyadapan dilakukan dalam tahap penyelidikan. "Harusnya dalam penyelidikan juga tidak bisa diberikan izin penyadapan," tandas Nawawi Pomolango, Capim KPK. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES