Kopi TIMES

Korupsi Partai Politik

Rabu, 28 Agustus 2019 - 11:09 | 76.75k
Dr. Mohamad Nasih
Dr. Mohamad Nasih

TIMESINDONESIA, JAKARTAOLEH sebagian ilmuwan politik, partai politik dianggap sebagai salah salah pilar demokrasi. Bahkan di antara mereka menyebutnya dengan tegas sebagai conditio sine qua none. Pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik, mulai dari pendidikan politik, komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, pengatur konflik, kontrol politik, sampai partisipasi politik, sangat menentukan eksistensinya.

Makin baik partai politik menjalankan fungsinya secara keseluruhan, maka bisa dipastikan akan menjamin eksistensinya. Sebaliknya, jika fungsi-fungsi tersebut tidak dijalankan secara total, maka risiko akan kalah dalam pertarungan memperebutkan kepercayaan rakyat juga makin terbuka dan secara alamiah akan hilang dari peredaran. 

Untuk menjalankan fungsi-fungsinya secara keseluruhan, diperlukan biaya yang tidak kecil. Melakukan pendidikan politik misalnya, baik kepada kader, apalagi jika sampai kepada masyarakat di kalangan akar rumput agar mereka mengetahui dan memahami bagaimana sistem politik bekerja, terutama dalam konteks masyarakat yang telah sekian lama mengalami pembodohan politik, tentu memerlukan pembiayaan yang makin besar lagi. Singkatnya, segala upaya menggerakkan struktur-struktur partai demi menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik dan benar, memerlukan biaya.

Beberapa partai politik awalnya mampu memenuhi kebutuhan pembiayaan yang besar karena terdapat cukup banyak simpatisan atau pendukung yang dengan suka rela memberikan donasi dengan harapan partai yang mereka sumbang akan menjadi partai yang berjibaku dalam perjuangan mewujudkan platform yang mereka usung. Atau ada di antara mereka yang memberikannya dengan harapan mendapatkan bagian kekuasaan. Tentu saja itu wajar.

Namun, sebagian mereka tidak mampu menjaga kontinuitas itu karena berbagai masalah pribadi. Di antara mereka juga kemudian mengalami kekecewaan karena ternyata partai yang mereka sumbang tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Namun, partai politik harus tetap berjalan untuk mempertahankan eksistensi. Ditambah lagi dengan pragmatisme pemilih dalam demokrasi yang kian liberal, membuat kebutuhan kepada dana segar menjadi semakin besar.

Tidak ada satu pun partai politik yang bersih dari praktik politik uang. Tidak ada jalan lain untuk mendapatkan dana dalam jumlah besar, kecuali dengan dua jalan, yaitu: bermaian APBN dan berkolaborasi dengan para kapitalis yang memiliki usaha yang berkait erat dengan aturan formal politik kenegaraan. 

Permainan untuk menyabot uang dari APBN dilakukan dengan cara menarik fee dari anggaran yang dialokasikan untuk program-program yang dibuat, bahkan di antaranya tidak tanggung-tanggung sampai dua digit. Dalam konteks ini, tingkat ketamakan politisi memperparah korupsi yang terjadi. Jika secara pribadi tidak tamak, maka fee itu disetorkan secara keseluruhan untuk kebutuhan partai, dan jumlah bisa lebih kecil.

Namun, jika penyakit tamak makin parah, hanya sebagiannya saja yang diserahkan untuk partai politik, tetapi sebagiannya disimpan sendiri. Fenomena ini sesungguhnya sudah jamak diketahui dan karena itu menjadi rahasia umum. Karena itu, jika ada yang terjerat masalah hukum, baik tertangkap tangan oleh KPK maupun mengalami masalah hukum lainnya, biasanya mereka dianggap sedang mengalami kesialan belaka. Dengan kata lain, kasus yang lain sesungguhnya banyak, tetapi yang lain itu masih mendapatkan keberuntungan. 

Korupsi juga bisa terjadi di luar wilayah anggaran negara dengan melakukan kongkalikong dengan mereka yang memiliki kepentingan dalam pembuatan aturan perundangan. Terlebih yang berkaitan dengan pengaturan usaha, lebih spesifik lagi eksplorasi sumber daya alam, dan pengaturan ruang.

Dalam kultur politik dengan kekuasaan terpusat pada elite partai politik, maka kendali partai politik kepada para anggotanya di dalam struktur kekuasaan negara sangat kuat. Para pejabat bisa membuat peraturan perundangan sesuai dengan pesanan tergantung kompensasi yang diberikan. Pola pembagiannya juga bisa sama, sebagian disetor kepada partai politik dan bisa saja sebagiannya disimpan untuk diri sendiri. Kasus E-KTP merupakan kasus yang paling memudahkan pemahaman tentang bagaimana para politisi menyabot uang negara untuk kepentingan mereka.

Karena banyak oknum yang mendapatkan keuntungan dari praktik gelap inilah, maka pemberian anggaran negara untuk partai politik justru ditolak. Padahal, mestinya mereka menerima ini dengan suka cita. Apa sebab? Jika partai politik mendapatkan anggaran dari APBN dan diberikan dengan sistem pelaporan yang diperketat, maka ruang gelap untuk mendapatkan keuntungan yang sebelumnya mereka kuasai akan hilang. 

Yang lebih aneh sesungguhnya adalah penolakan kalangan LSM yang seharusnya justru mendukung demi terwujudnya negara yang bersih dari praktik korupsi. Tidak sedikut LSM yang menolak disebabkan sikap yang semata-mata emosional tidak rela partai politik mendapatkan anggaran negara untuk pembiayaan.

Seharusnya mereka mendorong upaya pemberian anggaran tersebut sampai pada jumlah yang benar-benar rasional untuk membangun partai politik yang kuat, sehingga partai politik menjadi independen. Saat ini, anggaran negara untuk partai politik masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan partai untuk menjadi entitas politik yang bisa menjalankan fungsi-fungsinya secara independen.

Independensi partai politik merupakan salah satu faktor yang bisa membuat politik menjadi sehat. Dengan independensi, partai politik bisa memilih untuk bergabung dalam kekuasaan eksekutif untuk mentranformasikan idealisme yang dimiliki, atau sebaliknya menempatkan diri sebagai oposisi untuk bersuara kritis, tanpa khawatir tidak mendapatkan akses yang luas untuk mendapatkan sumber pendanaan dengan cara yang tidak legal. Wallahu a’lam bi al-shawab.(*)

* ) Penulis adalah Dr. Mohammad Nasih, Dosen FISIP UMJ, dan Guru Utama di Mohammad Nasih Institute (monashinstitute.or.id)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES