Kopi TIMES

Penyusunan Rancangan APBD NTB 2020, Sudahkah Rakyat Dilibatkan ?

Minggu, 25 Agustus 2019 - 20:23 | 139.88k
Ketua Lakpesdam PWNU NTB Muhammad Jayadi. (Foto: Istimewa)
Ketua Lakpesdam PWNU NTB Muhammad Jayadi. (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, MATARAM – Untuk mendorong dan memastikan agar kebijakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), berpihak pada kepentingan masyarakat miskin dan mengandung muatan penanggulangan kemiskinan, maka kontrol dan keterlibatan masyarakat menjadi sangat penting. 

Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional pasal 2 ayat 4 hurup d, secara tegas mengamanatkan untuk memaksimalkan partisipasi dan keterlibatan masyarakat sebagai salah satu sistem perencanaan dan pembangunan nasional. Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat untuk melakukan agregasi sekaligus menegosiasikan kepentingan mereka dalam proses perencanaan dan penyusunan rencana pembangunan.

Selain sebagai tujuan, juga memposisikan partisipasi sebagai salah satu pendekatan sistem perencanaan dan pembangunan di samping pendekatan politik dan teknokratik. Sebagaimana terdapat dalam penjelasan undang-undang 25 tahun 2004, yang menegaskan bahwa perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan.

Oleh karena itu, sebagai respon atas amanat undang-undang tersebut, peran masyarakat harus diarahkan untuk mamainkan peran untuk mengontrol dan memberikan masukan terhadap proses pembangunan daerah.
 
Keterlibatan masyarakat harus terus didorong untuk selalu kritis dan menginterupsi segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat miskin. Karena menjadi kewajiban membangun masyarakat adil makmur dan sejahtera serta membebaskan rakyat dari jerat kemiskinan, mutlak harus ditunaikan oleh pemerintah. Untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran, maka dibutuhkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat miskin (pro poor) dan peningkatan alokasi anggaran yang memadai untuk penanggulangan kemiskinan. 

Terkait kisruh penetapan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) Nusa Tenggara Barat tahun 2020, oleh eksekutif dengan legislatif, legislatif lama (DPRD Provinsi NTB Periode 2014/2019) dengan legislatif baru (DPRD Provinsi NTB Periode 2019/2024). Apakah kisruh tersebut hanya terkait pada soal politik anggaran untuk berbagi kue anggaran semata, atau perdebatan soal substansi postur dan alokasi RAPBD NTB tahun 2020 yang berorientasi oleh dan untuk kepentingan rakyat (pro poor)?, maka kita dapat identifikasi dan analisis melalui dua hal berikut:

Pertama bagaimana prosesnya?. Apakah formulasi kebijakan APBD tersebut melibatkan masyarakat atau tidak. Selain dari aspek partisipasi, bagaimana pula aspesk transparansi dan akuntabilitasnya. Apakah semua dokumen anggaran bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat luas, apakah tersedia informasi yang cukup atau tidak? Apabila masyarakat ingin mengetahui bagaimana APBD disusun dan bagaimana mendapatkan informasi terkait anggaran daerah. 

Kedua isi atau postur APBD. Hal penting dalam konteks isi/postur APBD adalah dari sisi pendapatan, sisi belanja dan sisi pembiayaan. Dari sisi pendapatan perlu diperiksa secara cermat dan teliti. Apakah pajak atau retribusi membebani rakyat? Siapakah yang diuntungkan atau dirugikan dengan adanya kebijakan pendapatan tersebut?

Sedangkan dari sisi belanja, seberapa besar alokasi APBD yang bersentuhan erat dengan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, ekonomi dan pengurangan kemiskinan?.

Beberapa poin diatas harus diperiksa secermat mungkin, sehingga bisa diperoleh gambaran jelas apakah kebijakan dan prioritas pemerintah sudah memenuhi kebutuhan layanan dasar tersebut.

Berdasarkan identifikasi diatas, dari aspek partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan dan pembahasan RAPBD tidak memenuhi ketentuan pasal 2 poin d undang-undang nomor 25 tahun 2004, yang mengamanatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

Hal ini dapat dibuktikan dengan pembahasan KUA PPAS yang dilaksanakan hanya dalam hitungan jam, terburu-buru dan terkesan dipaksakan. Bagaimana mungkin dokumen yang menjadi rujukan dan basis utama dalam menentukan target dan pencapaian pembangunan daerah dibahas dalam hitungan jam?

Hal ini menandakan bahwa pemerintah daerah tidak memperhatikan kaidah-kaidah dan azas dalam menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah.

Dalam waktu yang sesingkat itu, dapat dipastikan masyarakat tidak mungkin akan dapat memberikan pandangan dan masukannya serta punya waktu mendapatkan salinan dokumen untuk dianalisis dan dicermati.

Dari sisi proses, ini sudah tidak taat azas dan tujuan pembangunan. Bagaimana mungkin masyarakat bisa berpartisipasi secara sistemik terhadap rencana pemerintah mewujudkan Nusa Tenggara Barat yang gemilang? Haaa jauh panggang dari api!  

Sedangkan dari isi atau postur anggaran pada RAPBD Nusa Tenggara Barat tahun 2020 belum menunjukkan keberpihakannya pada kepentingan rakyat miskin. Dari sisi pendapatan misalnya. Pemerintah menaikkan target pendapatan daerah dengan menaikkan target pendapatan dari sektor pajak. Target pendapatan ini dapat dilihat dari kenaikan target dari RAPBD tahun 2019 sejumlah Rp 1,70 triliun menjadi Rp 1, 84 triliun pada RAPBD tahun 2020. Ada kenaikan target 136,18 miliar.

Jika tidak hati-hati maka, kenaikan target pendapatan ini berpotensi membebani rakyat. Sektor-sektor strategis yang potensial mendatangkan pendapatan bagi daerah, semestinya pengelolaannya digenjot untuk menaikkan potensi pendapatan daerah seperti pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, pengelolaan aset-aset strategis daerah, meningkatkan kinerja BUMD dan lain-lain.  

Untuk pembiayaan pada RAPBD tahun 2020 terjadi kenaikan yang cukup signifikan dari RAPB 2019 yang sebelumnya tidak ada, menjadi Rp 40,10 miliar lebih pada RAPB tahun 2020, yang diperuntukkan bagi dukungan pembiayaan BUMD dan Perusda tertentu saja.

Seharusnya besarnya alokasi pembiayaan bagi BUMD bisa dialokasikan bagi perusda lainnya dan sektor-sektor strategis daerah lainnya yang dapat memperluas penciptaan lapangan kerja, peningkatan keterampilan dan produktifitas masyarakat.

Alokasi pembiayaan terhadap BUMD dan Perusda yang cukup besar diatas, harus dicermati dan dikritisi oleh anggota dewan dalam pembahasan RAPBD baik yang lama maupun yang baru. Perdebatannya jangan hanya fokus pada soal waktu pembahasan saja, menurut penulis itu tidak produktif.

Hal lain yang harus diperhatikan dan penting mendapatkan atensi pihak DPRD NTB adalah alokasi belanja pada RAPBD tahun 2020.

Dengan memperhatikan dinamika yang terjadi, terlebih adanya informasi dugaan perbedaan angka pada KUA PPAS yang dibahas oleh DPRD dengan eksekutif, menjadi sangat urgen bagi DPRD untuk mencermati postur RAPBD tahun 2020 terutama untuk alokasi anggaran yang menyangkut layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kenapa DPRD harus kritis terhadap persoalan tersebut? Karena partisipasi dan keterlibatan warga dalam penyusunan dan pembahasan APBD NTB 2020 tidak ada ruang. Pembahasan KUA PPAS yang kilat menjadi contoh betapa keterlibatan dan partisipasi masyarakat tidak menjadi prioritas pemerintah untuk diajak diskusi, didengar dan dimintai pendapatnya.   

*Penulis adalah Muhammad Jayadi, Ketua Lakpesdam PWNU NTB.

*Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian dari tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Mataram

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES