Peristiwa Daerah

Serunya Nonton Film Perjuangan di Museum Kereta Api Bondowoso

Jumat, 23 Agustus 2019 - 07:48 | 77.39k
Tampak para pelajar dan masyarakat secara umum fokus menyaksikan film perjuangan 'Ketika Bung di Ende' (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia).
Tampak para pelajar dan masyarakat secara umum fokus menyaksikan film perjuangan 'Ketika Bung di Ende' (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia).

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Nonton film biasanya di bioskop, namun pada momen HUT ke 74 RI ini, PT KAI menyelenggarakan nonton bareng film perjuangan, di Meseum Kereta Api Bondowoso, Kamis (22/8/2019) malam.

Nobar tersebut melibatkan semua kalangan, khususnya pelajar SMP dan SMA sederajat di Kabupaten Bondowoso serta masyarakat secara umum.

Sengaja pemutaran film perjuangan dilaksanakan di Museum Kereta Api, agar nuansa sejarahnya bagi penonton lebih terasa. Terlebih Museum Kereta Api Bondowoso, merupakan saksi bisu sejarah, saat pembantaian ratusan penduduk pribumi, dalam tragedi Gerbong Maut.

Museum-Kereta-Api-Bondowoso-a.jpg

Selain mendapatkan pelajaran sejarah melalui film. Para pelajar dan masyarakat secara umum, juga bisa merenungkan perjuangan bangsa Indonesia lewat susana dimana mereka nonton.

Dalam kesempatan itu, Joko Widagdo, Kepala Operasi 9 Jember PT KAI mengatakan, bahwa sengaja nobar ini dilaksanakan di museum kereta api, agar suasana kesejarahannya lebih dapat.

“Pemilihan lokasi Nobar di Bondowoso Rail and Train Museum tak lain juga untuk mengingatkan bahwa persitiwa sejarah besar juga pernah terjadi di Bondowoso, yakni Peristiwa Gerbong Maut,” jelasnya.

Dia berharap, pelajar dan masyarakat secara umum dapat merefleksikan dan memetik hikmah dari film perjuangan yang diputar.

FIlm yang diputar yakni ‘Ketika Bung di Ende’, yang mengisahkan proklamator kemerdekaan Soekarno dan istrinya Inggit Ganarsih diasingkan ke pulau kecil, Ende di Flores.

Di film yang diproduksi Tahun 2013 lalu itu, Bung Karno diperankan oleh Baim Wong, sementara istrinya diperankan Paramitha Rusady.

Film itu menceritakan, bahwa Bung Karno sengaja diasingkan, karena di Tanah Jawa sosoknya punya massa yang begitu banyak. Pemerintahan Belanda takut, jika kekuatan itu nanti digerakkan untuk melawan penjajah.

Tak seperti saat berada di Tanah Jawa. Aktivitas Soekarno diawasi oleh antek-antek Belanda. Bahkan, buku bacaannya pun dibatasi.

Dalam pengasingan itu, Soekarno sangat kesulitan melakukan gerakan kemerdekaan. Bahkan awal-awal ada di Ende dia kesulitan mencari lawan bicara, karena masyarakat di awasi agar tidak berkomunikasi dengan Bung Karno. Namun, sang pahlawan tak mau menyerah. Hingga akhirnya perjuangan itu betul-betul berhasil.

Museum-Kereta-Api-Bondowoso-b.jpg

Tampak semua yang hadir terenyuh, haru, bahkan hingga menangis melihat film perjuangan tersebut.

“Pokoknya bikin perasaan kita bercampur aduk. Mangkel ke Belanda, terharu ketika melihat Bung Karno dan masyarakat pribumi,” kata Alifa, salah seorang penonton asal Curahdami.

Menurutnya, film itu memberikan pelajaran yang sangat berarti tentang perjuangan kemerdekaan.

“Dengan film ini kita bisa pelajari, bahwa kemerdekaan itu tidaklah mudah. Sehingga saya harap kemerdekaan ini jangan disia-siakan,” jelasnya.

Hadir juga dalam Nobar itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bondowoso Harimas, Asisten I Psmse Agung Tri Handono, serta aparat kepolisian.

Sebelum Nobar film perjuangan di Museum Kereta Api Bondowoso berlangsung, Unit Architecture and Preservation PT KAI (Persero) mengadakan kegiatan Museum Goes To School (MGTS) yang diadakan selama tiga hari pada tanggal 20-22 Agustus 2019, ke berbagai tingkat lembaga pendidikan.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Bondowoso

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES