Peristiwa Daerah

Kemarau 2019 akan Lebih Panjang

Kamis, 22 Agustus 2019 - 14:21 | 106.87k
Ilustrasi Kemarau. (foto: Istimewa)
Ilustrasi Kemarau. (foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Kepala Stasiun Klimatologi DIY Reni Kraningtyas mengatakan, tahun ini musim kemarau diperkirakan akan lebih panjang dibanding tahun sebelumnya. Hal ini berdasarkan analisa dilakukan stasiun klimatologi DIY bahwa pembentukan awan hujan yang berpotensi menyebabkan turun hujan baru terjadi pada November 2019.

“Berdasarkan analisa curah hujan awal musim kemarau terjadi sejak Juli 2019, ditandai mulai berkurangnya curah hujan. Maka, saat Ini seluruh wilayah DIY sudah masuk musim kemarau karena tidak turun hujan lebih 60 hari,” kata Kepala Stasiun Klimatologi DIY Reni Kraningtyas, Kamis (22/8/2019).

Kondisi ini terjadi di wilayah Bantul dan Gunungkidul yang tidak turun hujan lebih dari 138 hari. Berdasarkan berbagai analisa ini maka diperkirakan musim hujan akan mundur hingga 20 hari. Bertolak dari fakta ini Stasiun Klimatologi DIY wajib mengeluarkan peringatan dini tentang ancaman bencana kekeringan.

“Peringatan ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam mengambil kebijakan,” jelas Reni.

Kepala-Stasiun-Klimatologi-DIY-Reni-Kraningtyas-dan-Kepala-Aksi-Cepat-Tanggap-ACT-DIY.jpg

Kepala Aksi Cepat Tanggap (ACT) DIY, Bagus Suryanto mengatakan, sebagai lembaga kemanusiaan ACT akan ikut sigap dalam menyikapi keluarnya peringatan dini ancaman bencana kekeringan ini. Yakni, dengan Program Humanity Water Tank atau Distribusi Air Bersih yang sudah bergulir sejak Juni 2019 intensitasnya ditingkatkan memasuki puncak musim kemarau pada Agustus 2019.

“Rata-rata 6 tangki atau 30 ribu liter air bersih dikirim ke wilayah kekeringan di Gunungkidul,” terang Bagus.

Bantuan ini sudah menjangkau hampir 10 ribu Kepala Keluarga.  Bagus mengakui terbatasnya jumlah armada mobil tangki menyebabkan bantuan belum dapat menjangkau wilayah Bantul yang juga mengalami dampak terparah akibat kekeringan. Padahal, bantuan dari donatur sudah menunggu untuk disalurkan. 

Tak ingin sekadar memberi solusi instan terhadap masalah kekeringan yang selalu terjadi setiap tahun. ACT juga memberikan bantuan berupa pembuatan sumur bor. Melaluj program sumur wakaf sudah dibangun 18 sumur bor di lokasi-lokasi rawan kekeringan. Air dari sumur ini selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah warga. Melihat begitu strategisnya keberadaan sumur wakaf bagi warga ACT akan membangun lebih banyak sumur wakaf. 

“Kami tunggu bantuan dari donatur. Sebab, biaya pembuatan satu sumur mencapai 50 juta rupiah. Semoga kami dapat meringankan warga dalam menghadapi kemarau panjang,” terang Bagus menanggapi analisa dari Stasiun Klimatologi DIY mengenai kemarau panjang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES