Peristiwa Daerah

Federasi KontraS: Jangan Asal Sebut Papua Separatis

Rabu, 21 Agustus 2019 - 10:51 | 109.98k
Andy Irfan, Sekjen Federasi KontraS, Selasa (20/8/2019). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Andy Irfan, Sekjen Federasi KontraS, Selasa (20/8/2019). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS menyebut jika pemerintah harus mengevaluasi strategi kebijakan pembangunan mengingat tahun 2021 merupakan masa akhir Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat.

“Kami lihat rentetan peristiwa ini menyambung, sebaiknya agar Jokowi meninjau ulang strategi kebijakan di Papua karena mereka tidak mendapat entitasnya sebagai hak orang Papua,” terang Andy Irfan, Sekjen Federasi KontraS, Selasa (20/8/2019).

Peristiwa yang dimaksud oleh Andy Irfan adalah tindakan persekusi mahasiswa di Asrama Papua Malang dan Surabaya yang berujung kerusuhan Manokwari. Sebelumnya pada akhir tahun lalu juga terjadi peristiwa Nduga yang menewaskan puluhan anggota proyek dan tahun ini merenggut nyawa anggota TNI oleh tembakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

“Di sela itu ada krisis kemanusiaan Nduga di Papua dan insiden saat ini. Banyak aparatur keamanan di sana tapi proses hukum berlubang-lubang,” tandasnya.

Andy Irfan menambahkan jika momentum peristiwa ini harus menjadi acuan Presiden Jokowi saat membuat kabinet kerja.

“Jokowi harus lihat lebih dalam mumpung saat ini dia sedang membuat kabinet,” kata Andy.

Menurut hasil investigasi KontraS di lapangan, pemicu kerusuhan Manokwari adalah murni bentuk kemarahan warga Papua yang tidak terima menerima perlakuan diskriminasi secara terus menerus.

“Tidak ada intelektual manapun yang bisa menggerakkan itu (kerusuhan) secara cepat dan itu adalah kemarahan umum. Seperti gunung es, warga Papua sudah sering distigma seperti itu. Oleh karena itu kami mendorong semua pihak melihat lebih jernih,” ungkapnya.

Sementara perihal kasus penyebaran video persekusi oleh aparat, KontraS tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki lebih dalam.

“Kita tidak bisa mengontrol dan juga tidak punya kapasitas untuk forensik digital dan secara jelas video itu tersebar ke Papua dan menimbulkan kerusuhan,” jelas Andy.

Dalam pantauan Federasi KontraS, ada pola kekerasan yang terjadi seringkali menggunakan bendera sebagai sumber utama tindakan kekerasan. Meskipun soal pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua selama ini terus menjadi perdebatan. 

Tidak hanya Asrama Mahasiswa Papua Surabaya, tapi kantor KontraS juga pernah diserbu dan mempertanyakan komitmen KontraS kepada NKRI.

“Tidak semua masyarakat Papua makar atau separatisme. Jika itu terjadi maka sudah tertutup ruang dialog karena akan ada pihak asing yang masuk,” tegas Andy Irfan.

Surabaya sendiri belum memiliki kajian serius apakah kultural mahasiswa Papua yang unik dianggap makar atau separatis. 

“Memang harus ada kajian khusus. Dari segi kultural ada nilai yang berbeda dan pernahkah akademisi melakukan kajian langsung,” ucapnya usai dialog bersama di Kantor KontraS Surabaya.

Merespon situasi ini, Federasi KontraS, bersama seluruh kantor- kantor KontraS di seluruh Indonesia (KontraS Aceh, KontraS Sumatera Utara, KontraS Surabaya, KontraS Sulawesi, KontraS Nusatenggara, dan KontraS Papua) akan melakukan pendampingan yang intens kepada seluruh mahasiswa Papua di wilayah kerja Federasi KontraS.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES