Kopi TIMES

Desa Santri sebagai Inovasi

Rabu, 21 Agustus 2019 - 01:33 | 271.99k
Ahmad Patoni, SS, M.Ag, Pendamping Desa Kecamatan Pringgasela Lombok Timur, NTB. (Foto: Istimewa)
Ahmad Patoni, SS, M.Ag, Pendamping Desa Kecamatan Pringgasela Lombok Timur, NTB. (Foto: Istimewa)

TIMESINDONESIA, MATARAM – Berbicara tentang Desa, tidak bisa dilepaskan dari sebuah sistem pemerintahan dan masyarakat secara utuh. Setelah terbit UUD Desa No 60 Tahun 2014. Kita sebenarnya diminta untuk mengubah paradigma kita tentang Desa.

Pada awalnya kita memahami Desa sebagai sebuah lembaga perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Sehingga semua jenis kebijakan, baik itu yang bersifat teknis maupun teori. Semua tersentral dari pemerintah pusat. 

Sentralisasi kebijakan pusat, mampu membentuk pemahaman kita tentang posisi Desa dan masyarakat Desa sebagai objek pembangunan fisik dan non fisik. Sehingga muncul sebuah jargon " Membangun Desa".

Bentuk praktiknya, masyarakat umum dan semua aparatur Desa harus terlibat aktif dalam menyukseskan Visi besar dari pemerintah pusat. Semua jenis pembangunan di Desa, tidak menjadi kewenangan penuh Kepala Desa, dimana Kepala Desa tidak lebih hanya pasukan siap tempur, bersumber dari arahan pemerintah pusat.

Seperti apapun harapan masyarakat di bawah, jika harapan mereka tidak sejalan dengan visi misi pemerintah pusat. Maka, hanya akan menjadikan penduduk memperpanjang masa gigit jari. 

Berbanding jauh dengan kondisi hari ini, para kepala Desa laksana raja kecil di daerah. Mereka diberikan kebebasan untuk mengelola anggaran untuk pembangunan bidang insfrastruktur, pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan pembinaan masyarakat. Sebuah raja kecil yang menjalankan amanah pemerintah pusat sesuai dengan SOP dan regulasi yang ada. 

Salah satu yang sedang menjadi target utama pemerintah hari ini, membangun semangat Desa Membangun. Kelompok masyarakat difasilitasi untuk terus melakukan inovasi baru dalam mengembangkan dan meningkatkan ekonomi masyarakat Desa.

Langkah taktis dan strategis ini bisa dirasakan dengan dibentuknya TPID (Tim Penggerak inovasi Desa) di setiap Kecamatan. Mereka bergerak menjadi motivator dan fasilitator inovasi. 

Selain membentuk TPID, pemerintah juga mendorong terbentuknya KPM (Kader Pemberdayaan Masyarakat). Sebagai ujung tombak gerakan Pemberdayaan di Desa. Ke semua ini terbentuk dengan orientasi terangkat nya dan atau terbentuknya inovasi baru disetiap Desa yang ingin berkembang dan maju. 

Kondisi di lapangan memperlihatkan, banyak Tim Inovasi Desa bergerak mengangkat inovasi Desa dalam bidang pengembangan wisata dan pengembangan usaha mikro. Hal ini menunjukkan banyaknya penggerak inovasi Desa sangat sadar, dengan meningkatnya jumlah kunjungan Di desa mereka, baik itu turis lokal maupun mancanegara mampu bisa meningkatkan ekonomi Desa setempat.

Sehingga tidak jarang beberapa Kepala Desa memiliki keberanian untuk mengalokasikan Dana Desa untuk branding dan membuat objek wisata, agar diminati wisatawan lokal maupun mancanegara. Kesadaran akan urgensi pengembangan objek wisata adalah nilai plus kemajuan berpikir masyarakat Desa.

Namun, pernahkah kita berpikir untuk memfasilitasi dan menopang sebuah pondok pesantren agar Desa menjadi Desa Santri sebagai inovasi? 

Sebagian kita mungkin tidak pernah membayangkan, beberapa Desa sangat terbantu oleh ponpes yang berani berkompetisi.

Pondok pesantren yang kami maksud di sini adalah ponpes yang dengan program kegiatannya, mampu menggaet pelajaran dari luar Desa maupun luar daerah, bahkan luar negeri untuk datang belajar ke pondok tersebut. Bukankah pelajar dari luar Desa telah menjadi wisatawan baru di Desa?. 

Mereka datang ke Desa tidak hanya satu tahun sekali, mereka malah datang setiap bulan. Di saat jam kunjungan, kedatangan mereka menjadi angin segar pedagang kecil di area menuju ponpes.

Selain membangkitkan ekonomi masyarakat di area ponpes, keberadaan ponpes telah mampu membuka lapangan kerja baru sebagian warga Desa setempat. Mereka bisa berkarir di dunia pendidikan, mereka bisa mendapatkan sertifikasi di sekolah karena adanya pondok pesantren.

Bisa kita saksikan, satu ponpes yang terkenal dan diminati, bisa membuka di atas 100 tenaga kerja di dalam Desa tersebut. 

Akan menjadi sebuah tanda tanya besar ketika Desa tidak hadir dalam mensupport kegiatan ponpes. Di mana ponpes telah berkontribusi besar membuka lapangan pekerjaan, ponpes juga menjadi satu inovasi tak terbantahkan tokoh Desa yang mendirikan ponpes tersebut. Sehingga kehadiran dana Desa untuk memfasilitasi setiap kegiatan pondok sudah hampir menjadi sebuah keharusan. 

Selama ini peran ponpes dalam branding nama Desa telah mampu mengalahkan pemasangan baliho dan space iklan promosi Desa. Tapi tidak jarang sebagian kecil masyarakat di desa malah merasa risih dan menganggap ponpes tidak memiliki kontribusi di desa.

Padahal jika dihitung, justru ponpes telah banyak membantu Desa, mulai dari branding nama, pembukaan lapangan pekerjaan, membangun SDM masayarakat setempat dan menjadi poros terdepan menjaga marwah baik sebuah Desa. 

Kehadiran ponpes kompetitif sudah saatnya disadari dan harus menjadi prioritas, karena ponpes telah banyak berkontribusi untuk membangun Desa dan negeri. Sehingga sangat jelas, Santri hari ini bukan saja untuk ngaji agama tapi untuk membangun semangat cinta tanah air. Sehingga bisa kita katakan, kehadiran ponpes adalah inovasi untuk Desa dan NKRI. (*)


*)Penulis Ahmad Patoni, SS, M.Ag, Pendamping Desa Kecamatan Pringgasela Lombok Timur, NTB.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES