Pemerintahan

Kasus Korupsi E-KTP, KPK RI Panggil Kembali Enam Saksi Terkait 

Selasa, 20 Agustus 2019 - 17:01 | 22.55k
Gedung KPK RI. (Foto: Dok.TIMES Indonesia)
Gedung KPK RI. (Foto: Dok.TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK RI) kembali memanggil enam saksi terkait kasus E-KTP. Ke enam saksi tersebut tiga diantaranya, Yuniarto, mantan direktur produksi Perum pergerakan negara republik indonesia, Prof Dr Zudan Arief Fakrulloh, SH. MH, Ditjen kependudukan dan pencatatan sipil kementerian dalam negri (Kemendagri).

Sedangkan tiga lainya adalah swasta, yakni, Kartika Wulansari, Andy Wardhana (Komisaris PT Delta Resources), Muda Ikhsan Harahap (Pegawai PT SAP Indonesia).

"Mereka sebagai saksi yang dijadkan KPK. Untuk mendalami kasus E-KTP dalam hal untuk tersangka PLS," kata Febri kepada Wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2019).

Dalam kasus ini sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka baru hasil pengembangan perkara korupsi dalam Pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) tahun 2011 s/d 2013 di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Dalam perkembangan proses penyidikan dan setelah mencermati fakta-fakta yang muncul di persidangan hingga pertimbangan hakim, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan Korupsi Pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) tahun 2011 s/d 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

KPK kemudian meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka: MSH (Anggota DPR RI 2014-2019), ISE (Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI), HSF (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, PNS BPPT), dan PLS (Direktur Utama PT. Sandipala Arthaputra).

Empat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KPK menangani kasus KTP Elektronik ini secara cermat dan berkesinambungan, mulai dari penetapan tersangka pertama untuk Sugiharto pada April 2014 dan Irman pada September 2016, dan persidangan perdana untuk terdakwa Irman dan Sugiharto pada Maret 2017.

Semua proses tersebut, memang membutuhkan waktu yang panjang karena KPK harus melakukan penanganan perkara dengan sangat hati-hati dan bukti yang kuat. Dalam kasus ini juga KPK memproses seorang pelaku yang sedang menjabat sebagai Ketua DPR-RI.

KPK bertekad untuk terus mengusut kasus ini, yaitu pihak lain yang memiliki peran dalam perkara ini dan juga mendapatkan aliran dana. KPK sangat memperhatikan perkara ini, selain karena kerugian negara yang sangat besar, kasus korupsi yang terjadi juga berdampak luas pada masyarakat.

Apalagi pendataan kependudukan yang benar akan sangat berpengaruh pada kesuksesan penyelenggaran pemilu, terutama agar hak-hak masyarakat untuk memberikan suara tidak hilang atau disalahgunakan akibat data-data yang tidak benar.

Bahkan data kependudukan yang benar juga sangat dibutuhkan untuk pemberian bantuan pada masyarakat agar tepat sasaran. Akibat perbuatan para pelaku korupsi ini, terdapat ancaman dan resiko terhadap keamanan data kependudukan hingga kedaulatan kita dalam mengelola dan melindungi data warga negara.

"KPK berharap, semua pihak dapat mengambil pelajaran dari kasus korupsi E-KTP ini, terutama bagi Pemerintah dan DPR, agar memastikan keterbukaan dan perbaikan pembahasan anggaran negara yang lebih teliti sehingga kasus korupsi anggaran seperti dalam kasus E-KTP ini tidak lagi terulang. Dan yang terutama, agar semua pihak agar tidak meminta dan menolak sejak awal jika ada pemberian uang terkait pelaksanaan tugasnya," tandas Febri Diansyah, Kabiro Humas KPK RI.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES