Peristiwa Daerah

Soal Aksi Papua, JSI Mengajak Pemuda Pelopori Persatuan

Senin, 19 Agustus 2019 - 14:01 | 40.36k
Abdul Qodir alias Adeng (jaket merah) saat diskusi bersama mahasiswa Papua dan Flores. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)
Abdul Qodir alias Adeng (jaket merah) saat diskusi bersama mahasiswa Papua dan Flores. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Menyikapi persoalan aksi mahasiswa Papua, Jaringan Satu Indonesia (JSI), mengajak semua elemen pemuda untuk menjadi pelopor persatuan bangsa.

Pernyataan tersebut disampaikan Presiden JSI, Abdul Qodir, saat diskusi bersama perwakilan mahasiswa Papua dan pemuda Flores di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Minggu (18/8/2019) malam.

“Mereka semua adalah saudara kita. Kita sudah biasa membangun komunikasi baik dalam ikatan persaudaraan,” tegasnya kepada TIMES Indonesia.

Adeng, begitu sapaan akrabnya, berpandangan bahwa mahasiswa Papua yang aksi beberapa hari yang lalu di Kota Malang, adalah persoalan komunikasi yang datangnya hanya satu arah. Menjalin komunikasi, katanya, dapat merajut kebersamaan sesama warga negara yang mempunyai hak yang sama.

“Ada komunikasi yang tersumbat. Saya nyaman ngobrol dengan temen-temen mahasiswa Papua melalui hati ke hati. Bahkan mereka siap menjadi pelopor penyeru persatuan dan perdamaian. Mereka mau dan siap kok,” pungkas pria yang juga menjabat Wakil Ketua Bidang Pemuda, Olahraga dan Komunitas Seni Budaya PDI Perjuangan Kabupaten Malang itu.

Bahasa dan budaya, lanjut Adeng, masih memiliki keterbatasan (limit) sehingga tidak semua bahasa dan budaya dapat dipahami oleh kedua belah pihak. “Nah kebesaran hati lah yang menjadi perajut perbedaan ini,” sambungnya.

Adeng menangkap persoalan yang muncul ke permukaan adalah soal perbedaan budaya dan bahasa yang tidak ditangkap secara komprehensif.

“Kebesaran jiwa mutlak dibutuhkan. Jika niatnya persaudaraan, semuanya akan berjalan damai dan woles saja,” katanya santai.

Ia berharap masyarakat tidak mengambil kesimpulan sendiri atas isu yang bergulir di media sosial. Menurutnya, langkah pencegahan dan menjalin kebersamaan perlu digalangkan bersama.

“Saya harap masyarakat tidak menjadi ‘polisi moral’ yang berlebihan. Artinya, apa yang mereka yakini adalah kebenaran mutlak sehingga orang lain harus tunduk patuh atas kemauannya,” pintanya.  

Mahasiswa asal Papua yang datang ke Malang, lanjutnya, bertujuan belajar. Ia menolak opsi pemulangan bagi mahasiswa Papua karena niat kedatangan mereka adalah mencari ilmu di Perguruan Tinggi di Malang.

“Ke depan, mari kita galang persaudaran dengan komunikasi yang baik karena tujuan mereka datang kesini adalah belajar. Kita cegah supaya tidak terjadi disintegrasi sosial,” bebernya.

Ia juga berkomentar soal penyebutan ‘monyet’ bagi orang Papua. Hal tersebut tidak benar dan akan membuat keadaan semakin keruh.

“Saya mengecam keras itu. Karena kalau mereka disebut monyet, saya juga monyet, kita semua monyet. Sesama monyet jangan teriak monyet dong. Jangan tertipu propaganda yang entah siapa yang memulai,” tegasnya.

Pria berambut gondrong ini menegaskan bahwa semua warga mempunyai hak yang sama. Jiwa persaudaraan harus terus dipupuk dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

“Dari ketawa, kita bisa melihat persaudaraan itu karena ketawa orang Papua, Jawa, Flores, Batak bahkan Arab dan bangsa lainnya sama. Buat apa kita bermusuhan, ayo ketawa bareng-bareng,” kata Presiden JSI, yang disambut ketawa mahasiswa Papua yang hadir waktu itu. Pihaknya siap menjadi pelopor persatuan bangsa. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES