Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Belajar Menggalang Apresiasi dalam Kreasi dan Imajinasi Mahasiswa

Rabu, 14 Agustus 2019 - 21:35 | 148.40k
Zuhkhriyan Zakaria, Pengajar Pendidikan Seni Rupa di Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang (FOTO: TIMES Indonesia)
Zuhkhriyan Zakaria, Pengajar Pendidikan Seni Rupa di Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang (FOTO: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGPAMERAN seni rupa sering dianggap sebagai tempat yang eksklusif. Bisa jadi dikarenakan menghadirkan karya mahal, seniman nyentrik, hingga karya yang sulit dipahami oleh penontonnya. Anggapan ini tersebar hingga seantero negeri. Apakah image ini tetap ada di tengah-tengah kita? Sebenarnya itu adalah karakter seni modern barat yang mengkotak-kotak, menjunjung keindividualitas, orisinil, dan berjarak dengan masyarakat.

Di Indonesia telah jauh lebih dahulu membuat seni berbasis masyarakat, yang biasa disebut seni tradisi atau etnik. Baru sejak Perang Dunia kedua di barat mendeklarasikan seni kontemporer yang mengantitesis madzab moderen.

Mungkin saya terlalu jauh bercerita diatas. Baiklah cerita kongkritnya adalah seminggu antara18 hingga 25 Juli 2019, ada empat kegiatan seni rupa telah digelar oleh mahasiswa PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) dan PGRA (Pendidikan Guru Raudhatul Athfal) Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang atau biasa di sebut FAI Unisma.

Meminjam empat tempat, tema dan media yang berbeda-beda. Tiga diantaranya lebih pada format art exhibition atau pameran seni rupa, sedangkan satu kegiatan berbalut dalam workshop. Kesemuanya diinisiasi oleh para mahasiswa yang berperan didalannya, tentunya dengan strategi pelaksanaan yang berbeda pula. Pastinya tergantung dari daya kreatif dan berasaskan musyawarah untuk mufakat. Satu persatu akan coba saya jabarkan.

Pertama, bertajuk “Uniqe Recycle Fashion” (18 Juli 2019), sebuah karya seni busana berbahan sampah kering seperti kantong plastik, karung, bungkus makanan ringan, daun kering, koran, gelas minuman mineral, tas kain dan kulit jagung kering. Menurut Ratna Dewi didaulat sebagai ketua pelaksana “tujuan utama dalam event ini adalah untuk memberikan alternatif cara pengolahan sampah supaya tidak menjadi masalah dalam lingkungan”. Para mahasiswa PGRA semester dua ini berhasil mengimajinasikan bahan tersebut menjadi busana 17 buah, 2 tas, kalung dan 17 hiasan kepala.

Karya busana ini awalnya akan di presentasikan di Taman Merjosari, namun karena waktu perizinan habis mereka memindahkannya ke tanah kosong di perkampunga. Tepatnya di Desa Mulyorejo Kecamatan Wagir. Bentuk pamerannya berformat fashion show, berjajar 14 pragawan yang juga seorang fashion designer menampilkan karya-karya. Tanpa menggunakan make up, para pragawati bergantian berjalan di green carpet (rumput). Sontak membuat para warga mengira ada perayaan karnaval 17an.

Kedua, workshop “Kelas Desain-Optimalisasi PPT” (21 Juli 2018) di selenggarakan oleh HIMAPRODI (Himpunan Mahasiswa Program Studi) PGMI, dalam rangka memperingati Dies Natalis Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang ke XII. Saya ditunjuk oleh panitia untuk menjadi teman berkarya mereka. Kebutuhan dalam presentasi sebagai mahasiswa calon guru, mengharuskan mereka menguasai materi dan disampaikan melalui presentasi visual. Namun yang lebih mendasar adalah kemampuan mengolah visual itu sendiri. Meliputi skill memilih materi yang singkat padat penuh pesona, pemahaman unsur, dan penguasaan prinsip visual.

Presentasi karya PPT dari tiap perwakilan kelompok kelas menjadi kegiatan selanjutnya, presentasi dari visual yang dikerjakan menjadi fokus. Sembari dikomentari oleh sejumlah peserta lainnya. Setelah itu pemateri menyampaikan kiat dalam membuat personal design yang menarik. Kelas Desain ini akan menjadi kegiatan rutin dan akan ada beberapa kelas pengembangan kemampuan dan bakat yang lain.

Ketiga, pameran “Pesona 1000 Origami” (23 Juli 2019) digagas oleh mahasiswa PGMI angkatan 2017A. Mengambil tempat pedesaan lereng Gunung Arjuno yakni di RA Sirrul Khuluq Dusun Sumbul RT 05 / RW 08 Desa Kelampok Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Gedung sekolah yang belum rampung pengerjaannya dan baru ditempati 2 minggu ini menjadi saksi kegiatan ini. Persiapan penataan karya/ display dan dekorasi dikerjakan bersama warga setempat. Pada saat pelaksanaan pameran digelar, ada dua ruang kelas yang dijadikan kelas workshop membuat origami. Kelas bagian depan untuk siswa RA dan di kelas lainnya diadakan pelatihan melipat kertas untuk para orang tua siswa. Para ibu yang biasanya hanya duduk-duduk menunggu anak, kini diajak belajar bersama bermain kertas origami.

Keempat, “Eksplorasi Barang Bekas” (24 Juli 2019) dengan tajuk Nuansa Ragam Bunga dalam Visualisasi Ekspresi (dalam teknik colage dan mozaik). Diinisiasi oleh mahasiswa PGMI angkatan 2017B, bertempat di gazebo Pondok Pesantren Darul Ulum Al Fadholi Merjosari, Lowokwaru, Malang. Memajang 31 karya kolaborasi dari bahan bekas seperti kerupuk yang sudah tidak layak dimakan, bahan dapur, botol bekas, kantong plastik, sedotan, biji-bijian, cotton buds, ranting dan daun yang sudah kering dan barang-barang bekas lainnya.

Peristiwa pameran bertepatan dengan adanya rapat besar komite sekolah KB/TK Al-Fadholi, sehingga orang tua, siswa dan guru turut menyaksikan pameran tersebut. Menurut Kepala Sekolah KB/TK Al Fadholi “Sangat bagus sekali pameran yang diselenggarakan, para mahasiswa mampu mengolah barang bekas sehingga menjadi karya yang sangat bagus. Para murid dari TK/KB ini juga sering membuat karya seperti ini akan tetapi hanya dibuat untuk karya individu saja belum untuk dijadikan pameran. Sehingga karya-karya dari mahasiswa PGMI ini bisa saya jadikan referensi untuk anak-anak pada saat membuat karya lainnya”.

Dari keempat peristiwa seni rupa diatas nampaknya nilai ekspresi dari setiap individu adalah sah di mata kreatifitas. Daya imajinasi dalam mencoba menyesaikan maslah disekitar. Ungkapan kreatifitas yang terpresentasi dengan asik adalah harga mutlak dari sebuah karya. Individual di era milenial akan luntur, jika ingin membuat sesuatu yang kolosal. Bekal agar bisa maju adalah bersama-sama (kolektif) atau biasa dideklarasikan dengan kolaborasi. Apa yang disampaikan oleh para mahasiswa diatas adalah referensi strategi dalam menyampaikan pesan dalam karya seni. Itulah imajinasi dan cara mereka dalam memaknai pengalaman.

Strategi berpameran disekolah memang perlu digalakkan. Bukan hanya sekedar tugas seni rupa terkumpul dan dinilai. Ditengah hiperkreatifnya siswa  dalam berkarya seni, namun minim apresiasi. Sehingga diharap guru atau orang tua memfasilitasi akan modal keren tersebut. Alasan dana, infrastruktur, atau bahkan publikasi bukanlah halangan untuk menggelar pameran untuk siswa. Hanya memang strategi ini belum menjadi budaya dilingkungan kita. Siapa yang tidak suka karyanya diapresiasi, bakatnya difasilitasi, atau idennya terealisasi? ***

* Penulis Zuhkhriyan Zakaria adalah Pengajar Pendidikan Seni Rupa di Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES