Kopi TIMES

Indonesia Berwuquf

Senin, 12 Agustus 2019 - 11:53 | 89.05k
M. Hasanuddin Wahid, Sekjend PP. Pagar Nusa sekaligus Wasekjend DPP PKB
M. Hasanuddin Wahid, Sekjend PP. Pagar Nusa sekaligus Wasekjend DPP PKB

TIMESINDONESIA, MALANGPUNCAK dari Ibadah haji adalah wuquf. Dimana seluruh umat Islam yang melaksanakan Ibadah haji berkumpul secara serentak melakukan wuquf di padang ‘Arafah. Tujuannya untuk berdiam sejenak, berkontemplasi dan bermunajat dengan memperbanyak dzikir, doa, istighfar dan ibadah lainnya, dalam rangka mengenali, menyadari, dan mengadili diri sendiri sebelum diadili oleh Allah yang Maha Adil di padang Mahsyar kelak. Pengadilan diri sendiri ini sangat penting sebagai proses menjadi hambat yang bertaqwa secara universal, yang tidak hanya berorientasikan kesalehan individu tapi juga sosial. Pada adasarnya orang yang saleh secara individu akan baik relasinya secara vertikal dan berdampak positif pada relasi secara horisontal. Bilamana seseorang yang mengaku hubungan dengan Tuhan baik namun secara sosial jelek, berarti ada masalah hubungannya secara vertikal.

Wuquf selain menjadi domain rukun haji, namun terdapat hikmah besar yang dapat dipetik oleh umat manusia, bahwa seluruh manusia itu sama dihadapan Tuhan.  Baik yang kaya maupun yang miskin, pejabat maupun bawahan ketika melakukan wuquf. Hal ini akan menjadi refleksi bersama agar manusia tidak merasa lebih tinggi derajatnya dari pada yang lain sehingga karena posisinya sama, maka tidak seharusnya seseorang itu mendeskreditkan satu sama lain.

Dari setiap dinamika sosial yang dilalui oleh manusia, ada waktu agar manusia menundukkan kepala dihadapan Tuhan untuk melakukan kontemplasi diri, menilai lebih banyak kebaikan atau keburukan. Wuquf ini lah moment tepat yang diberikan Tuhan kepada manusia.

Secara etimologis wukuf artinya berhenti, sedangkan ‘arafah artinya mengenal, jadi wukuf di Arafah bisa bermakna berhenti sejenak untuk mengenali jati diri. Siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya, barang siapa yang mengenal Tuhannya ia akan tau bahwa dirinya tak berarti apa-apa. Pertanyaannya adalah, bagaimana menarik konsep wuquf dalam konteks berbangsa dan bernegara?

Refleksi Wukuf dalam Konteks Ke-Indonesiaan

Jika wuquf dalam konteks haji bertempat (mauquf) di ‘Arafah, lain halnya ketika istilah wuquf ditarik dalam konteks Indonesia, maka ‘Arafahnya adalah Indonesia itu sendiri, bahkan tidak hanya berwuquf akan tetapi lebih pada menetap (muqim). Maka menjadi penting makna wuquf direfleksikan dalam nuansa berbangsa dan bernegara.

Wuquf dalam arti Indonesia hari ini adalah bagaimana masyarakat Indonesia merefleksikan secara bersama tentang kesalahan-kesalahan yang telah berlalu terutama saat bergulirnya masa pemilihan presiden, polarisasi yang berujung pada pembelahan antara warga Indonesia menjadi catatan merah dalam kontestasi 2019. Belum lagi dari kita yang tak henti-hentinya melakukan ujaran kebencian, memproduksi dan mengirim konten-konten hoax. Hal ini yang harus termuat dalam proses muhasabahah dalam makna wuquf Indonesia.

Hasil refleksi itu sendiri agar seluruh masyarakat Indonesia bersama-sama menjaga dan membangun Indonesia. Pertanyaan besarnya bagaimana bangsa Indonesia ini menjadi negara yang besar, jika kita sebagai putra bangsa masih sibuk dengan cacian dan makian?. Padahal kedepannya masih banyak tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa ini.

Tak ada solusi yang jitu, keculi meletakkan perdamaian Indonesia diatas segala konflik horizontal yang sedang memanas. Kalau tidak, sampai kapanpun negara ini akan disibukkan dengan hal-hal yang un-faedah dan merugikan kita sendiri.

Wuquf dalam Konteks Pemimpin Bangsa

Tidak hanya masyarakat biasa yang harus memaknai wuquf sebagai medium refleksi, para pemimpin bangsa pun juga harus melaksanakan. Sudah seimbangkah fasilitas negara yang digunakan dengan kontribusi yang selama ini diberikan, atau malah kepemimpinannya merugikan bangsa. Alih-alih melayani ibu pertiwi, tapi faktanya hanya memperkaya diri.

Refleksi ini menjadi penting, karena pemimpin yang menahkodai sebuah bangsa, baik tidaknya bangsa sangat bergantung bagaimana pada pemimpinnya. Bagaimana bangsanya akan maju, jika pemimpinnya hanya sebatas berpikir tentang dirinya sendiri dengan mengabaikan kepentingan-kepentingan rakyat yang seharusnya diperjuangkan. Bagaimana mereka akan mendaptakan keamanan, keadilan dan kesejahteraan, jika kebijakan-kebijakannya tak menyentuhnya sama sekali.

Harapannya dari proses muhasabah itu, para pemimpin sudah harus mulai berbenah diri dengan menyadari apa yang sudah dilakukan selama ini sudah untuk rakyat atau tidak, sekiranya kedepannya menyadari bahwa memimpin itu untuk melayani bukan dilayani. Sehingga, seluruh kebijakan yang akan diambil akan lebih mencerminkan kepantingan bangsa dan negara.

Dengan demikian, pada moment haji ini, sudah saatnya haji tidak hanya dimaknai oleh mereka yang berwuquf di padang arafah saja, akan tetapi bagaimana seluruh elemen bangsa ini mengambil hikmah dengan melakukan gerakan Indonesia berwuquf untuk melakukan kontemplasi bersama secara egaliter untuk memperbaiki kondisi bangsa dan memperkokoh persatuan dan kesatuan.

* Penulis M. Hasanuddin Wahid adalah Sekjend PP. Pagar Nusa sekaligus Wasekjend DPP PKB

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES