Kopi TIMES

Islam Agama Cinta

Selasa, 23 Juli 2019 - 15:08 | 292.06k
Muhammad Hamim HR, Direktur Aswaja NU Center Kabupaten Malang
Muhammad Hamim HR, Direktur Aswaja NU Center Kabupaten Malang

TIMESINDONESIA, JAKARTANABI bersabda: “Allah SWT tidak akan mengasihi seseorang yang tidak punya belas kasih terhadap manusia.”

Kita sebagai manusia adalah makhluq individu sekaligus makhluq sosial. Sehingga di samping kita mengerjakan hal-hal yang bersifat pribadi untuk memenuhi kepentingan kita sendiri, kita juga harus memandang kepentingan umum, agar tidak terjadi benturan antara satu pribadi dengan orang lain, satu pribadi dengan golongan atau dengan masyarakat.

Contoh sederhana, kita boleh memutar musik, atau mendendangkan lagu sendiri, dengan alasan suara-suara sendiri, bibir juga milik sendiri (tidak pinjam milik temannya). Namun, di sisi lain suara itu terkadang akan sampai pada telinga orang lain, yang mungkin bisa menggangu.

Tentunya kalau suaranya merdu yang justru menghibur, mungkin ini bisa juga disebut sedekah. Dalam hidup bermasyarakat kita dituntut untuk saling menghormati, menghargai, toleransi sesama, sebagaimana hadits Nabi SAW:

“Menghargai manusia adalah sedekah” Rasul Saw Dalam berbagai kesempatan sering mengajak dan menganjurkan pada umatnya agar senantiasa memberikan kemanfaatan dan yang terbaik kepada kaum muslimin, diantara sabda beliau: “Dua hal yang tidaklah ada sesuatu yang lebih utama dari keduanya, iman kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi orang-orang muslim”.

Hadits lain dalam kitab Nasha`ihul ‘ibad menyebutkan Bahwa bagi siapapun yang memulai kehidupannya dengan tidak ada niat atau tujuan melakukan panganiyaan terhadap orang lain, maka akan diampuni dosa yang telah ia lakukan, dan bagi siapapun yang memulai paginya dengan niat atau tujuan menolong orang yang teraniaya dan memenuhi hajat orang banyak maka ia mendapatkan pahala sebagaimana orang yang hajji mabrur.

Hubungan yang kita bina tidaklah terbatas pada orang sederajat saja, namun harus tanpa pandang bulu, baik kepada si miskin, si kaya, orang tua, anak-anak, bahkan juga makhluq lain di sekitar kita. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits:

“Bagi siapapun yang tidak mengasihi orang yang di bumi maka tak akan dikasihi orang yang berada di langit, bagi siapapun yang tidak memberi maaf, maka tidak dimaafkan, Allah Swt hanya akan memberikan RahmatNya kepada hambaNya yang memiliki sifat kasih dan sayang, bukanlah golongan umatku yang tak mengasihi anak-anak dan tak memberikan hak orang dewasa.”

Latar belakang hadits di atas adalah, pada suatu hari Rasulullah Saw sedang bermain dengan cucu tercintanya, Sayyidina Hasan Ra, di kala itu beliau Nabi mencium cucunya. Melihat kejadian seperti ini seorang sahabat yang mempunyai watak keras merasa heran, kemudian bertanya kepada Rasullah:

“Yaa Rasulullah, saya mempunyai sepuluh orang anak belum pernah mencium anak-anakku.” Kemudian Rasulullah berkata: “Seseorang yang tidak mempunyai rasa belas kasih kepada anak kecil, maka ia tidak termasuk golonganku.”

Islam mengajarkan pada kita untuk menjaga agar supaya hidup harmonis di tengah-tengah masyarakat yang majmuk. Bahkan hal demikian tidak sebatas sesama manusia, tapi juga harus memperhatikan benda dan makhluq lain di sekitar kita. Karena hal ini semua harus kita pertanggungjawabkan besok di hadapan Allah Swt. sebagai balasan atas perbuatan selama hidup di dunia.

Cukuplah kiranya sebuah cerita yang dikisahkan dalam kitab Nasha`ihul ‘Ibad tentang seorang wali besar, as-Sibly namanya sebagai renungan bagi kita bersama. al-Kisah, ketika beliau telah meninggal dunia, beliau ditanya tentang keadaan alam kubur (dalam sebuah mimpi seseorang). Beliau, menjawab demikian:

“Ketika Allah SWT bertanya kepadaku, hai Abu Bakar (nama lain wali Syibly), tahukah kamu penyebab mengapa engkau Aku ampuni?” Wali Syibly berkata: “Karena amal kebaikanku.” Allah SWT. menjawab: “Tidak.” Wali Syibli berkata: “Karena ibadahku yang ikhlas.” Allah SWT menjawab lagi: “tidak.”

Wali Syibli berkata lagi: “Karena hajji, puasa, dan shalat yang aku lakukan.” Allah SWT, menjawab: “Tidak.” Wali Syibly berkata: “Karena kesukaanku pada orang shaleh dan mencari ilmu.” Allah SWT menjawab: “Tidak.”

Wali Syibly berkata: “Ya Allah, lalu dengan apa Engkau mengampuniku?” Allah SWT menjawab: “Ingatkah kau ketika sedang berjalan di gang-gang jalan Baghdad, saat itu kamu menemukan kucing kecil yang sangat lemah kedinginan sampai menggigil, kemudian kamu ambil dengan penuh kasih sayang, kamu masukkan ke dalam jubah agar terhindar dari hawa dingin.” Wali Syibly langsung menyahut: “O.. iya!” Allah Swt, berkata: “Karena kejadian itulah kamu Ku ampuni.”

Demikianlah Islam mengajarkan pada kita untuk saling menolong agar terbina kehidupan yang penuh kedamaian, tidak hanya sebatas manusia saja, tapi juga kepada makhluk lain di sekitar kita. Ambillah teladan dari cerita di atas! Hanya dengan berbuat baik pada seekor kucing di jalanan, ternyata Allah SWT memberi anugerah yang sedemikian besar.

Bagaimana jika kita berbuat baik pada seseorang yang sedang kelaparan, kehausan, bodoh, miskin, dan keadaan lemah lainnya? Akhir kata, mudah-mudahan kita diberikan kemampuan dan kekuatan yang memadai oleh Allah SWT. Sehingga kita dapat memandang orang lain dengan penuh kasih, yang tanpa membedakan satu sama lain.(*)

*) Penulis, Muhammad Hamim HR, Direktur Aswaja NU Center Kabupaten Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES