Kopi TIMES

Menteri Muda dan Visi Pendidikan Indonesia

Kamis, 18 Juli 2019 - 20:55 | 196.46k
Budy Sugandi. (FOTO: Istimewa)
Budy Sugandi. (FOTO: Istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Beberapa hari terakhir ini, isu mengenai menteri muda di jajaran kabinat Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-Ma’ruf Amin kembali mencuat. Pasalnya dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi kerap menyampaikan isu tersebut.

Termasuk mengenai konsen dan tantangan pendidikan Indonesia yang disampaikan Jokowi saat menyampaikan pidato Visi Indonesia di Sentul International Conventional Center, Bogor (14/7/2019): “Kita ingin memberikan prioritas kepada pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia kita ke depan”. 

Di belahan dunia lain, fenomena anak muda menjadi menteri bisa kita lihat diataranya: Simon Haris, diangkat menjadi Menteri Kesehatan Irlandia (saat usianya 36 tahun), Shamma Al Mazrui, Menteri Pemuda UAE (saat usia 22 tahun), Syed Saddiq, Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia (25 tahun) dan Sebastian Kurz, Menteri Urusan Luar Negeri dan Integrasi pada tahun 2013 hingga menjadi Presiden Austria pada usia 31 tahun. 

Pada 26 Februari – 12 Maret 2019, lembaga survei Arus Survei Indonesia (ASI) melakukan survei pakar/public opinion makers terhadap tokoh-tokoh muda yang layak dipertimbangkan menjadi menteri. Hasilnya total penilaian 5 aspek (integritas dan rekam jejak, kompetensi dan kapabilitas, inovasi dan kreativitas, komunikasi publik dan pengaruh sosial, serta kemampuan manajerial dan memimpin).

Dari kalangan politisi nama Agus Harimurti Yudhoyono (70,06), Grance Natalie (68,62), Taj Yasin Maimoen (68,51), Diaz Hendropriyono (64,36), Lukmanul Hakim (61,11) dan Prananda Paloh (60,91).
Sedangkan rerata dari kalangan profesional yaitu Emil Dardak (79,66), Nadiem Makarim (78,88), Achmad Zaky (73,76), Witjaksono (71,78) dan Inayah Wahid (70,58).

Jika Presiden Jokowi benar-benar ingin mengangkat menteri muda, maka hasil survei terhadap 110 pakar dari dari kalangan akademisi, parpol, ormas, professional, budayawan hingga praktisi pemerintah tersebut sangat layak dijadikan bahan pertimbangan.
Setidaknya ada beberapa Kementerian yang diharapkan diisi oleh anak muda. Dua di antaranya yaitu: Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Ekonomi Digital (usulan kementerian baru). 

Kemenpora jelas, dari namanya saja sudah mencerminkan “apa” dan “siapa”. Kementerian Ekonomi Digital dirasa penting karena saat ini kita memasuki era ekonomi digital. Salah satunya bisa dilihat dari maraknya para pelaku startup.

Menteri Muda di Kemendikbud

Namun ada satu lagi Kementerian yang urgent agar ditempati oleh anak muda yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dunia pendidikan saat ini bergerak sangat dinamis. Tidak hanya tantangan di dalam negeri, namun tantangan global berupa pendidikan dalam menyelaraskan dengan revolusi industri 4.0. Apalagi Indonesia akan mengalami bonus demografi dengan membludagnya usia muda pada tahun 2030 dan merayakan momentum 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada tahun 2045.

Di Jerman sekolah kejuruan/vokasi (berufsschule) menerapkan model dual system dan di China anak-anak sudah diarahkan untuk mengusai sains dan IT sejak dini. Jadi jangan heran jika kedua negara tersebut menjadi rujukan dalam pendidikan. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi Mendikbud yang baru kelak untuk menghadirkan sistem pendidikan yang tepat guna. 

Setidaknya ada 4 urgensi yang harus menjadi konsen Mendikbud ke depan. Pertama, tidak hanya mementingkan kualitas namun juga kecepatan. Kemampuan kognitif siswa dalam menalar ilmu yang diajarkan oleh guru memang penting namun kecepatan dalam mengambil langkah strategis perlu ditingkatkan. 

Di zaman serba teknologi saat ini ketika anak setiap hari berinteraksi dengan smartphone, maka pada hakikatnya mereka sedang terhubung dengan segala informasi di dunia. Menghafal tidak lagi menjadi hal utama, namun kecepatan dalam membaca, menganalisis hingga mengambil kesimpulan menjadi tantangan yang perlu dipecahkan.

Kedua, tantangan revolusi industri 4.0. Ketika hampir semua kerja manusia “digantikan” oleh teknologi maka sudah seharusnya siswa dibekali dengan pengetahuan berbasis teknologi. Selain dicekokin dengan mata pelajaran wajib seperti Matematika, IPA dan IPS, kurikulum perlu direformasi dengan menghadirkan mata pelajaran wajib yang menunjang ke arah revolusi industri 4.0 sejak level Sekolah Dasar (SD). Seperti mata pelajaran Coding, Artificial Intelligent dan big data. Tentu dengan tingkat yang berbeda-beda.

Untuk level SD bisa dimulai dengan pengenalan dan dasar-dasarnya. Karena untuk mempersiapkan tantangan global, akan sangat terlambat jika mereka baru mempelajarinya ketika masuk ke perguruan tinggi.

Ketiga, kemampuan berpikir kritis. Anak-anak yang mampu berpikir kritis tidak akan merasa puas dengan penguasaan dasar saja. Mereka akan mengasah daya imajinasinya di luar kelas hingga tak terbatas. Dari sini akan lahir genarasi emas yang tidak sekedar sebagai pengguna teknologi namun pencipta teknologi.

Seperti kata Albert Einstein “Imagination is more important than knowledge”. Bukan hal mustahil kelak anak-anak Indonesia mampu menciptakan handphone, motor, mobil hingga pesawat luar angkasa.

Keempat, revolusi mental. Beberapa berita yang mengikis hati ketika ada anak yang tega memukul gurunya, tawuran antar sekolah hingga pelecehan seksual. Siswa-siswa yang setiap hari masuk sekolah namun pada realitanya tidak memperlihatkan moral sebagai manusia terdidik. 

Artinya ada yang salah dengan sistem pendidikan kita. Maka perlu diadakan reformasi pendidikan yang berfokus pada kecerdasan moral. Lebih-lebih kita sebagai bangsa Indonesia yang terkenal memiliki budaya luhur dan sikap sopan santun.

Di periode pertama Presiden Jokowi telah bekerja keras dalam meningkatkan infrastuktur dari Sabang sampai Merauke. Maka, di periode kedua ini Jokowi harus bisa menuntaskan janjinya untuk “Revolusi Mental”.

Dari keempat urgensi di atas, dibutuhkan sosok Mendikbud yang tentu saja memiliki kemampuan leadership yang apik dan telah teruji track record nya sukses mengelola lembaga pendidikan untuk menjawab Visi Pendidikan Indonesia. Selain itu juga harus adaptif, energik, inovatif, berwawasan global serta berani melakukan trobosan baru dan membuka komunikasi guna mensinergikan antar-kementerian terkait. 

Unsur-unsur tersebut bisa kita harapkan pada sosok muda. Jika Kemenpora yang “urusan anak muda” harus dipimpin oleh anak muda, maka Kemendikbud yang urusannya berkaitan dengan anak-anak sekolah juga seharusnya dipimpin oleh anak muda. (*)

 

* Penulis adalah Budy Sugandi, PhD Candidate, Education Leadership and Management, Southwest University China. Ia juga Pendiri dan CEO Startup Edukasi Klikcoaching. Wakil Katib Syuriah, PCINU Tiongkok. Deputi Bidang Inovasi, PPI Tiongkok

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES