Entertainment

Kolaborasi Beny Dewo, Albert Wenas dan Ananto Setiawan Dalam Bir Temulawak

Rabu, 17 Juli 2019 - 20:56 | 157.58k
Pengunjung menikmati keindahan instalasi dari bambu bertajuk susunan berfikir, hasil kolaborasi tiga perupa yakni Beny Dewo, Albert Wenas, dan Ananto Setiawan, Rabu (17/7/2019). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Pengunjung menikmati keindahan instalasi dari bambu bertajuk susunan berfikir, hasil kolaborasi tiga perupa yakni Beny Dewo, Albert Wenas, dan Ananto Setiawan, Rabu (17/7/2019). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABYA – Tiga perupa unjuk karya seni instalasi bersama dalam sebuah pameran bertajuk Bir Temulawak, Rabu (17/7/2019).

Mulanya mereka hanya sekedar ngobrol lepas sambil minum bir setelah seharian menyelesaikan pekerjaan. Dari persoalan yang gampang hingga sulit menjadi topik pembicaran.

Bir-Temulawak-2.jpg

Seringkali apa yang telah diputuskan harus dikaji berulang-ulang hingga pada titik “klimaks” otak kiri dan otak kanan. Tak jarang keputusan persoalan itu masuk dalam ruang mimpi sampai meja makan.

Hingga mucullah candaan “Bir Temulawak, Yen Dipikir Nglarakne Awak” (Kalau Dipikir Menyakitkan Badan), sebagai obat penangkal gejala Psychoanalytic Sigmund Freud (1856-1939).

Tema “Bir Temulawak” mengambil dari filosofi kearifan sanepan Jawa dalam menjalani kehidupan. Mengangkat isu ini dirasa penting untuk disampaikan pada masyarakat era teknologi 4.0 yang sibuk dengan persaingan.

“Bir Temulawak” yang berarti “Yen Dipikir Nglarakne Awak”, memiliki makna legawa, nriman dari segala hasil yang sebelumnya telah dilalui dengan kerja keras. Bukan konsepsi orang-orang kalah, tapi orang-orang tangguh yang siap menghadapi tantangan baru dalam berkarya.

Bir-Temulawak.jpg

Konsepsi ini memiliki efek samping dapat mengerjakan sesuatu dengan ringan saja, riang gembira karena berpandangan segala sesuatu bisa diselesaikan dengan mudah tanpa menguras banyak energi untuk berfikir setelahnya.

“Jadi, “Bir Temulawak” merupakan akhir dari perjalanan proses aksioma berfikir selama mencari kebenaran dalam pemecahan masalah,” terang Agung Purnomo, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Gajayana Malang.

Albert Wenas, Ananto Setiawan dan Beny Dewo memiliki benang merah dalam urusan seni, tentunya pada konteks profesi yang berdeda. Albert Wenas yang memiliki talenta seni dengan latar belakang pendidikan teknik di Rochester Institute of Technology USA, berpandangan bahwa seni merupakan mockup teknologi masa depan.

Sedangkan Ananto Setiawan yang merupakan pe-Slalom mobil Nasional lulusan ITS (Institut Teknologi Sepuluh November) berdalil bahwa seni merupakan perpaduan kontemplasi dan aplikasi teknis yang real untuk mengelola andrenalin.

Sisi lain seniman Beni Dewo beranggapan bahwa seni merupakan puncak ekspresi diri untuk menyampaikan pesan tanggung jawab moral yang dimiliki oleh semua orang. Setidaknya hanya satu kata benang merahnya, yaitu “Enlightenment” (Pencerahan).

Dalam pameran ini, kolaborasi karya lebih pada sentuhan gaya seni kontemporer dengan menampilkan keindahan instalasi dalam versinya masing-masing, namun masih dalam koridor proses aksioma befikir menuju konsep “Bir Temulawak”.

Seni instalasi yang digunakan bermaterialkan bambu, kayu, batu, besi dan perabot studio atau bengkelnya masing-masing. Pemilihan material disesuaikan dengan kompetensi masing-masing.

Misalnya Albert Wenas yang sangat concern pada material bambu dan besi, Ananto Setiawan pada besi dan peralatan mekanik, sedangkan Beny Dewo bermaterialkan kayu, batu dan bambu.

Secara bentuk, seni instalasinya mencoba mengingatkan kita pada kehidupan sederhana sehari-hari yang seringkali kita lupakan karena dianggap hal yang biasa. Misalnya adalah susunan bambu, disini bambu disusun menjulang dengan gerak ritmik vertikal spiral sebagai bentuk proses susunan berfikir.

Sumur, yang digambarkan dengan tiga susunan batu coklat emas menjulang vertikal dengan tiang sumur bermakna menimba emas dari banyak pengalaman. Jam matahari, bermakna hilangnya waktu malam hari. Kaktus besi menjadi gambaran paranoid proteksi diri berlebihan, tentu ada makna-makna lain bagi para penikmat, silahkan dan bebas.

Studio Art Show, merupakan deklarasi dan bukti rekam jejak proses kreatif yang menampilkan berbagai kondisi dan peralatan yang ada pada studio atau bengkel Albert Wenas, Ananto dan Beny Dewo. Ini merupakan bukti bahwa dengan berbagai tanggapan apapun atas segala karyanya akan terus berkarya dengan semangat “Bir Temulawak”.

Karya-karya kolaborasi Albert Wenas, Ananto dan Beny Dewo dalam pameran Bir Temulawak ini dapat menjadi ruang diskusi yang akan menambah khazanah kekayaan seni rupa Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES