Kopi TIMES

Islam Dialogis; Antara Deddy Corbuzier dan Gus Miftah

Kamis, 27 Juni 2019 - 09:48 | 157.85k
Dr H Moh Syaeful Bahar, M.Si, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya. (Grafis: TIMES Indonesia)
Dr H Moh Syaeful Bahar, M.Si, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tulisan ini sebenarnya dapat dibilang telat ditulis. Kejadiannya telah berlalu enam hari yang lalu. Namun, karena sosok Deddy Corbuzier adalah seorang selebriti, fansnya banyak, followersnya bejibun, berita tentangnya hampir pasti menjadi trending topic, maka saya kira tidak masalah telat. Ditambah sosok kiai yang membimbingnya adalah Gus Miftah. Kiai muda dari Jogjakarta yang tak kalah populer. Maka, lebih baik telat dari pada tidak sama sekali. Tidak ada kata telat dalam hal menulis tentang kebaikan. Kira-kira begitu alasan saya menulis kali ini.

Apalagi topiknya tentang berita kepindahan agama. Deddy Corbuzier pindah agama, dibimbing Gus Miftah. Berita yang menggemparkan. Menghebohkan. Disimak, ditunggu-tunggu dan diikuti oleh banyak orang. 

Menurut hemat saya, sosok keduanya yang menjadikan berita ini menarik diperhatikan. 

Kalau sekadar orang pindah agama adalah hal biasa, banyak terjadi. Mungkin hampir tiap hari ada orang yang pindah keyakinan, pindah agama. Biasa saja. Tidak menjadi berita yang menyita berhalaman-halaman majalah atau koran. Tidak memenuhi wall FB, tak menyesaki halaman chat WA dan tak meramaikan tayangan youtube. Tapi, untuk kasus Deddy Corbuzier dan Gus Miftah beda, semua mata menuju prosesi pembacaan dua kalimat syahadat Deddy Corbuzier di bawah bimbingan Gus Miftah.

Deddy Kritis, Gus Miftah Cerdas

Siapa yang tak kenal Deddy Corbuzier? Hampir semua yang pernah nonton TV nasional pasti pernah melihatnya. Hampir semua yang suka buka chanel youtube, hampir bisa dipastikan akan pernah menyaksikan sosok Deddy Corbuzier.

Nama aslinya Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sunjoyo. Seorang mentalis senior di Indonesia, meskipun umurnya masih terbilang muda. Banyak magician yang lahir dari tangannya, sebutlah Bow Vernon, Oge Arthemus hingga Demian Aditya. 

Deddy terlahir dari etnis Tionghoa, agama awalnya adalah Katolik. Dapat dikata, selama ini Deddy adalah artis sukses yang lahir dari kelompok minoritas. Tidak hanya agamanya, yaitu Katolik, namun juga etnisnya, Tionghoa.

Namun Deddy berhasil melawan posisinya yang double minority, mengubahnya menjadi modal untuk membuktikan, bahwa dia bisa berkarya. Dia bisa memberi jawaban atas nasionalismenya, bahwa dia juga anak negeri yang bisa berbuat untuk negerinya, dan dia sukses. 

Deddy juga cerdas. Pendidikan tingginya di tempuh di perguruan tinggi yang bonafit, selain di Universitas Atma Jaya, dia juga mengenyam pendidikan tinggi di Universitas London. Mungkin karena itu dia kritis.

Dia banyak merenung, kontemplasi dan berfikir. Salah satu yang menjadi objek kontemplasinya adalah tentang agama. Begitu kata Gus Miftah.

Deddy Corbuzier bertanya tentang Islam bukan dari pintu yakin, namun dari pintu ragu. Keraguan itu yang menuntun Deddy Corbuzier untuk terus bertanya pada Gus Miftah. Pertanyaan yang tak mudah kata Gus Miftah, kritis dan perlu jawaban yang logis dan bisa dinalar dengan baik.

Saya yakin, pertanyaan-pertanyaan tak ceketer, dangkal, sederhana. Pasti pertanyaannya njerru, dalam, berbobot. Saya membayangkan Deddy bertanya tentang kebenaran Islam dan al Qur'an yang dapat ditangkap nalar. Misal pertanyaan, bagaimana tuhan mengatur alam semesta yang begitu luas dan begitu besar ini? Bagaimana akal bisa menerima kebenaran surga dan neraka yang eksistensinya tidak bisa serta merta ditangkap oleh panca indera? Tentang keadilan tuhan, sedang penindasan dan ketidakadilan selalu ada di muka bumi? dan beberapa pertanyaan lain, pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa hanya dijawab dengan membacakan satu atau dua ayat al Qur'an saja tanpa penjelasan yang dialektik.

Jika tidak memiliki refrensi, pengalaman, ilmu dan kecerdasan yang cukup, pasti akan kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. 

Tapi di hadapan Gus Miftah, semua pertanyaan Deddy Corbuzier terjawab. Karena itu, saya yakin, Gus Miftah bukan kiai biasa-biasa. Saya yakin, Gus Miftah memiliki cukup logika yang moncer, refrensi yang kuat, ilmu yang dalam dan tentu juga kebijaksanaan yang handal, sehingga bisa memuaskan semua pertanyaan Deddy Corbuzier.

Saya membayangkan jawaban Gus Miftah seperti ini. Misal, pertanyaan tentang Siapa Allah? Saya yakin Gus Miftah tak akan memberi jawaban seperti jawaban pada anak-anak kecil. Bahwa Allah itu maha besar, maha mengatur, maha penyayang dan maha kaya, tanpa penjelasan lanjutan.

Gus Miftah tak akan memperkenalkan Allah sejak awal. Gus Miftah mungkin akan memilih penjelasan kenapa alam semesta membutuhkan Tuhan.

Dengan tidak memilih menjelaskan tuhan diawal, dan memilih jawaban yang faktual dan logis, bahwa alam semesta butuh pengatur, berjalan di atas sebuah aturan dan keteraturan-keteraturan, maka, Gus Miftah telah menggiring Deddy Corbuzier memuaskan kehausan pencariannya tentang kebenaran Islam. Deddy diberi kesempatan agar menaklukkan akalnya sendiri, bahwa tak ada keteraturan jika tak ada yang mengatur. 

Ketika jawaban yang logis, diterima nalar ini telah masuk, maka Gus Miftah tinggal menyuguhkan kebenaran Al Qur'an kepada Deddy Corbuzier. Bukankankah terlalu banyak ayat yang menjelaskan kekuasaan Allah swt dalam hal mengatur alam semesta yang dapat dikonfirmasi pada ilmu pengetahuan modern. 

Misal tentang matahari. Al Qur'an telah menjelaskan matahari dengan begitu indah. Dalam surah Yunus, ayat 5, al Qur'an menginformasikan perbedaan antara matahari dan bulan. Dalam ayat tersebut, al Qur'an mengatakan matahari bersinar (ضياء) dan mengatakan bulan bercahaya (نورا).

Ini luar biasa. Dalam al Qur'an, kata dhiya' (ضياء) untuk menggambarkan cahaya benda yang bersumber dari dirinya sendiri, contohnya api. Kita bisa temukan hal tersebut dalam al Qur'an pada surah al Baqarah ayat 17 dan 20 juga di surah an Nur ayat 35. 

Berbeda dengan bulan yang dikatakan cahayanya adalah merupakan pantulan cahaya matahari. Penjelasan al Qur'an persis sama dengan penjelasan para ilmuwan modern tentang matahari dan bulan.

Yang lebih menakjubkan adalah penjelasan al Qur'an tentang garis edar matahari dan bulan serta penjelasan siang dan malam.

Surah Yasin ayat 40 menjelaskan hal tersebut. Matahari tak mungkin menyimpang dari garis edarnya, dia juga tak mungkin mempercepat dan memperlambat perjalanannya sehingga berakibat mendahului bulan. Keduanya beredar di tempat dan waktu yang telah teratur, sangat teratur dan rapi, sehingga siang dan malampun juga bersilih ganti dengan teratur dan rapi, tanpa saling mendahului.

Setiap orang yang cerdas dan kritis seperti Deddy Corbuzier pasti akan menarik sebuah kesimpulan, bahwa tak mungkin al Qur'an yang begitu luar biasa adalah buatan atau karya Nabi Muhammad, seorang yang dipercaya tak bisa membaca dan tak bisa menulis. Dan tak mungkin di jaman itu ada sebuah teori yang dicetuskan untuk memberikan gambaran matahari dan bulan sedemikian detail sebagaimana penjelasan al Qur'an, karena belum ada instrumen dan metodologi yang memadai untuk menjelaskan. 

Akhirnya, semua orang cerdas pasti akan menarik kesimpulan bahwa, al Qur'an adalah kalamullah, adalah firman Allah swt, dzat yang maha benar.

Di sinilah, sikap kritis, sikap ragu dan beribu pertanyaan yang logis tentang kebenaran al Qur'an akan menemukan jawaban yang memuaskan dari al Qur'an. 

Saya yakin, Gus Miftah mengajak Deddy Corbuzier mengenal kebenaran Islam dengan cara berselancar, mendayung, menikmati dan memahami al Qur'an serta sunnah nabi, dengan cara yang dialogis dan konstruktif sebagaimana contoh di atas. Sehingga, Deddy tidak merasa didoktrin, dipaksa-paksa untuk mempercayai sesuatu di luar jangkauan nalarnya.

Bisa dibayangkan, betapa serunya dialog antara Gus Miftah dan Deddy Corbuzier di kisah nyatanya. Saya hanya bisa menyimpulkan, betapa sabar dan betapa bijaknya Gus Miftah membimbing keliaran nalar Deddy Corbuzier di saat-saat dia memburu hidayah Allah swt. 

Deddy Corbuzier bukan mendapatkan hidayah dengan cara mudah dan masa yang pendek, dia tidak sama dengan Sayyidina Umar ibn Khattab atau Sahabat Khalid bin Walid. Masuk Islam ketika berada di puncak permusuhan pada Islam, di puncak kemarahan pada Nabi Muhammad saw, lalu Allah swt datang memberi hidayah, berubahlah kebencian menjadi cinta. Itulah hidayah.

Deddy lebih mirip seperti nabi Ibrahim as, yang naik turun gunung mencari tuhan, ke semua penjuru mata angin mencari sang pencipta. Akal dan semua inderanya dioptimalkan, dipakai untuk mencari tuhan. Butuh waktu yang lama. Dan, pada akhirnya Allah swt datang memberi hidayah. Itu juga hidayah. Misteri yang hanya tuhan, hanya Allah swt yang memiliki otoritas penuh memberikan atau tidak memberikan pada ummatnya

Deddy, Jadilah Islam Ramah!

Sekarang Deddy Corbuzier telah menjadi muallaf, menjadi seorang muslim. Selain bersyahadat, dia juga perlu membuktikan, bahwa dia adalah benar-benar seorang muslim. Dia perlu belajar banyak tentang Islam. Tentang Nabi Muhammad saw, panutan sekaligus rujukan utama dalam kehidupan keseharian seorang muslim.

Mencontoh kehidupan nabi adalah inti ajaran Islam yang mulia. Dengan mencontoh nabi, maka seseorang akan semakin dekat dengan kesempurnaan iman. 

Memang tak ada yang bisa menyerupai persis akhlaq dan kehidupan nabi, namun, sebagai ummatnya, kita wajib sekuat tenaga untuk mencontoh, semampu kita.

Di sinilah, di saat inilah, Deddy Corbuzier membutuhkan seorang guru yang tepat, yang akan mengantarkannya ke pintu ilmu, ke samudera kebaikan dan selaksa keistimewaan Islam. Gus Miftah sosok yang tepat, sangat tepat. 

Kiai muda yang tak sekadar menonjolkan simbol-simbol kesolehan, tapi lebih substantif memberi contoh kesolehan, lebih-lebih kesolehan sosial. Gus Miftah dikenal sebagai da'i yang rela bercengkrama dengan dunia malam dan mereka yang termarjinalkan, demi memberikan nasehat dengan cara yang santun dan menyenangkan. Begitulah memang seharusnya Islam. Karena Islam itu rahmatan lil'alamin. Rahmat bagi semuanya. Gus Miftah sukses memberikan gambaran Islam ramah bukan Islam marah, Islam yang merangkul bukan Islam yang memukul, Islam yang mengajak bukan Islam yang mengejek.

Dengan bimbingan Gus Miftah, Deddy Corbuzier tak akan menjadi pencela penganut agama lain, terutama agama yang baru saja ditinggalkan. Tak perlu meniru beberapa orang muallaf lainnya yang terlalu kenceng mengekpresikan keislaman dengan cara menyalah-nyalahkan, menyudut-nyudutkan, mengkafir-kafirkan secara terbuka. Jangan, jangan lakukan itu, itu bukan hal yang baik. Itu akan dapat melukai perasaan saudara kita, sesama anak bangsa. Seorang muslim tak boleh menjadi pencela, tak boleh menjadi pencaci, seorang Muslim harus menjadi penebar rahmah, penebar cinta kasih di tengah-tengah masyarakat. (*)

*)Penulis, Moh Syaeful Bahar, dosen UIN Surabaya dan Penggagas Rumah Pancasila Bondowoso.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES