Peristiwa Nasional

Kemendagri: Pemerintah Desa Harus Kelola Dana Desa dan APBDes

Kamis, 20 Juni 2019 - 17:57 | 231.76k
Suasana Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Ketahanan Masyarakat dalam Pembangunan Desa yang dilaksanakan Kementerian Desa PDTT-RI di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Kamis (20/6/2019). (FOTO: Istimewa/TIMES Indonesia)
Suasana Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Ketahanan Masyarakat dalam Pembangunan Desa yang dilaksanakan Kementerian Desa PDTT-RI di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Kamis (20/6/2019). (FOTO: Istimewa/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kemendagri RI berharap, pemerintah desa tidak hanya mengelola dana desa. Tapi juga harus mengelola APBDes. Hal itu disampaikan M Rahayuningsih, selaku KSD Pendapatan dan Transfer Dana Desa, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Ketahanan Masyarakat dalam Pembangunan Desa yang dilaksanakan Kementerian Desa PDTT-RI di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Kamis (20/6/2019).

Hadir juga dalam Rakor itu, Kresnadi Prabowo Mukti SE,.MM sebagai Kasubdit Dana Desa Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY, mewakili DJPK Kemenkeu RI.

rakor-dana-desa--3.jpgSuasana Rakor hari kedua Pemateri dari Kemenkeu RI dan Kemendagri RI (FOTO: Istimewa/TIMES Indonesia)

Menurut M Rahayuningsih, bahwa  dalam pengelolaan keuangan desa, pemerintah desa tidak hanya fokus mengelola Dana Desa saja. Tetapi lebih mengelola secara menyeluruh yakni APBDes. “Saat ini, keuangan desa berasal dari 7 sumber.”

rakor-dana-desa-2.jpgDirektur Jenderal PPMD Kemendesa, Tufik Madjid, saat memberikan materi Rakor Penguatan Ketahanan Masyarakat dalam Pembangunan Desa, oleh Kementerian Desa PDTT-RI di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Kamis (20/6/2019). (FOTO: Istimewa)

Untuk pengelolaan keuangan desa (mulai perencanaan sampai pertanggung jawaban), diatur dalam Permendagri No.20 Tahun 2018. Sebelumnya, pengelolaan keuangan desa diatur dalam Permendagri No.113 Tahun 2014.

Menurutnya, Perbedaan Permendagri 113 dengan Permendagri 20, terletak pada permasalahan pengelolaan keuangan pada area risiko implementasi keuangan desa.

rakor-dana-desa--4.jpg

“Sehingga kita mampu melakukan evaluasi secara mandiri, untuk melihat tingkat masalah Dana Desa maupun sumber keuangan desa lainnya masing-masing desa di Indonesia,” kata Yayuk, sapaan karib M Rahayuningsih, di hadapan peserta Rakor yang dihadiri Kadis PMD Provinsi dan PMD Kabupaten/Kota se-Indonesia.

Yayuk bahkan mengakui, area risiko pengelolaan keuangan desa terletak pada tidak konsistennya antara RPJMDes – RKPDes - sampai APBDes. Kenapa sampai tidak konsisten, ini dipengaruhi tingkat partisipasi masyarakat yang masih rendah dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan pembangunan di desa.

Mestinya, kata dia, partisipasi masyarakat dari tahun ke tahun semakin tinggi. Di lapangan, berbagai macam alasan dikemukakan desa ketika ditanya tidak konsistennya RPJMDes hingga APBDes.

“Yang juga ikut memengaruhi kendala pengelolaan keuangan desa, yakni, munculnya hubungan interkoneksi Pemdes dengan BPD. Kedua lembaga ini masih kurang harmonis. Akibatnya banyak APBDes terlambat disahkan,” papar Yayuk.

Bahkan evaluasi APBDes, pengawasan APBDes, pengangkatan dan  pemberhentian aparatur desa hingga pilkades, ikut menjadi terganggu akibat kurang harmonis hubungan Pemdes dan BPD. “Sedangkan pihak kecamatan seringkali tidak berhasil menyelesaikan ketidaharmonisan itu,”prihatin perempuan berjilbab ini.

Dikatakan, kepala desa dan perangkat desa, masih perlu ditingkatkan kapasitasnya dalam mengelola keuangan desa. Apalagi kurun 5 tahun terakhir, setelah desa menerima Dana Desa. Pihak pemeriksa masih banyak menemukan pelanggaran pada belanja barang dan jasa. Seperti tidak mematuhi standar biaya umum, dimana harga barang dan jasa melebihi perencanaan anggaran.

“Prinsip swakelola pengadaan barang dan jasa, acapkali dilewatkan oleh pemerintah desa. Justru masih banyak desa yang mempihakketigakan. Yang lebih mirisnya lagi, desa juga lalai membayar pajak,” ungkap Yayuk.

Realitasnya, Kades masih ditemukan menggunakan kewenangan secara berlebihan. Seperti pada penggunaan Dana Desa, ada kegiatan yang dianggarkan tapi di lapangan ditemukan kurang sesuai.

“Secara menyeluruh, administrasi pembukuan desa mengenyampingkan pembukuan. Pengeluaran tidak diikuti dengan pencatatan saat mengeluarkan uang, khususnya uang dari kas Dana Desa. Sehingga pertanggung jawaban tidak sesuai, pencatatan pun tidak tertib,” ujarnya.

Ke depan, sanksi terhadap desa dan kepala desa yang tidak melakukan pelaporan atau pertanggung jawaban akhir tahun anggaran atau akhir masa jabatan, harus diatur. Ini dilakukan oleh kepala daerah melalui camat. Sanksinya diatur dalam Perda yang mengacu pada Permendagri.

“Sanksinya harus tegas. Terutama yang berkaitan dengan ketidaktepatan sasaran dan output program dan kegiatan yang menggunakan Dana Desa,” tandas Yayuk. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES