Peristiwa Daerah

Mutasi Ilegal Menjadi Jebakan ‘Neraka’ bagi HM Sanusi

Kamis, 20 Juni 2019 - 14:43 | 129.58k
Plt Bupati Malang, HM Sanusi. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Plt Bupati Malang, HM Sanusi. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGMutasi ilegal yang dilakukan Plt Bupati Malang, HM Sanusi, 31 Mei 2019 dinilai menjadi jebakan neraka bagi sosok HM Sanusi, yang berpeluang untuk kembali mencalonkan diri pada bursa calon Bupati Malang (Pilkada) mendatang.

Setelah ramai diperbincangan publik, menyikapi mutase ilegal itu, Ketua DPRD Kabupaten Malang, Hari Sasongko tegas menyampaikan, bahwa Pemkab Malang lalai dalam memperhatikan aturan mutasi pegawai.

"Hasil rapat bersama Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) Pemkab Malang, bisa dikatakan jika Pemkab alpa atau lalai dalam memperhatikan aturan mutasi pegawai," tegas Sasongko, Selasa (18/6/2019) lalu.

Bambang D Prasetyo, pakar komunikasi politik dari FISIP Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur,  menilai, bahwa mutasi pada prinsipnya bisa dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Mutasi  adalah pemindahan pegawai dari satu jabatan kejabatan lain sekaligus dengan wewenang dan tanggungjawabnya.

Menurutnya, mutasi memang sangat penting dilakukan organisasi. Karena mutasi memiliki beberapa manfaat, diantaranya untuk meningkatkan kinerja organisasi, promosi jabatan bagi pegawai yang berprestasi atau hukuman bagi pegawai yang tidak optimal melaksanakan pekerjaannya. Selain itu juga untuk rotasi organisasi.

Berdasarkan asumsi itu katanya, mutasi boleh saja dilakukan. Yang melakukan adalah pejabat yang berwenang. “Kewenangan jabatan ini diatur oleh Undang-Undang. Jangan sampai melanggar. Misalnya, pejabat yang tidak punya wewenang mutasi tetapi melakukan mutasi dengan berbagai pertimbangan tertentu selain kemampuan atau profesionalitas pegawai,” terangnya, Kamis (20/6/2019).

Dalam melakukan mutase, ada koridor-koridor tertentu atau aturan yang harus dipatuhi oleh pejabat yang akan melakukan mutasi. Kalau semua ketentuan yang ada dipatuhi, maka mutasi akan menjadi sah. “Tapi kalau ketentuan yang ada dilanggar atau tidak dipenuhi, mutasi itu akan meresahkan public dan pejabat terkait,” katanya.

Mutasi jelas dosen Pasca Sarjana FISIP UB itu, jelas meresahkan para pegawai, meresahkan keluarga, dan yang tidak kalah pentingnya adalah meresahkan masyarakat. Karena layanan yang diberikan akan tidak maksimal. “Soalnya, pejabat yang dimutasi ditengah ketidakpastian tentu akan ragu-ragu mengambil keputusan penting di dalam organisasinya,” begitu analisis Bambang.

Mutasi yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Malang kepada 248 pegawai, yang akhirnya menimbulkan keresahan tentu ada sebabnya. Karena yang memutasi Plt Bupati (bukan bupati), memang seolah-olah seperti bupati.

Namun, sebenarnya bukan bupati, selain ketentuan persetujuan mutasi dari Mendagri belum ada. Namun mutasi sudah dilakukan. Karena itu, ini meninggalkan keresahan bagi pegawai yang dimutasi maupun masyarakat yang terdampak akibat mutasi.

“Secara organisasi mutasi terhadap 248 pejabat di Pemkab Malang ini mungkin bisa tidak produktif. Pejabat yang dimutasi nampaknya juga ada yang baru, belum menunjukkan kinerja optimalnya,” tegasnya.

Harusnya, Pemkab Malang  lebih  selektif sebelum melakukan mutasi, mendengar usulan komponen kepegawaian terkait, masukan pimpinan SKPD, mendengar suara rakyat dan mengelaborasinya hingga menjadi keputusan yang matang. Tidak terburu-buru.

Dampak sosial dari mutasi itu harus diperhitungkan, karena menyangkut masyarakat luas sebagai konsekuensi organisasi publik. Jangan sampai menjadi “blunder” menambah masalah dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.

Sebagaimana diketahui, bahwa Bupati Malang sudah masuk penjara, harusnya momentum ini digunakan Plt untuk meningkatkan atau minimal memberikan citra kepada masyarakat bahwa pemerintahan masih terkendali dengan baik.

“Ini penting karena citra Kabupaten Malang turun akibat kasus-kasus korupsi. Kepercayaan publik bisa melorot,” ujarnya.

Kesan mutasi karena “pesanan-pesanan” atau tekanan kelompok katanya, tertentu harus dihindarkan. Namun ini sulit ditampik, karena terkesan keburu-buru. Mutasi dilakukan menjelang libur Nasional Hari Raya Idul Fitri, (31 Mei) sebagian besar masyarakat menyiapkan menghadapi lebaran, ini malah ada mutasi.

Bambang hmengaku heran kenapa HM Sanusi tidak sabar menunggu usai lebaran. Hal itu juga menimbulkan pertanyaan publik, sehingga kesan terburu-buru, ada pesanan atau tekanan pihak tertentu, menjadi terasa. “Sementara tidak ada hal yang mendesak untuk dilakukan mutasi pada saat itu.”

Seharusnya, untuk menjaga kondusifitas, jelas perlu dan sangat penting dalam organisasi publik. Karena hal itu adalah “modal sosial” yang harus dibangun oleh pejabat publik, atau Plt Bupati. “Kolaborasi atau kerjasama dengan berbagai pihak, mendengar masukan, sebelum melakukan kebijakan itu juga perlu. Tidak bisa sendirian,” kritik Bambang.

Demikian juga dengan pejabat terkait, sebaiknya memberikan pertimbangan yang tepat kepada Plt agar mengambil keputusannya benar.

Jangan sampai justru dengan kebijakan mutasi ini, akhirnya memberikan efek secara ‘negatif’ kepada Plt Bupati. Efek negatif kurang mampunya mengelola organisasi publik, mengelola kepercayaan masyarakat di Kabupaten Malang.

“Kalau ini yang terjadi, jangan berharap terlalu banyak untuk melanjutkan kepemimpinannya di Kabupaten Malang periode berikutnya. Baik secara personel maupun organisasi politiknya. Dari kebijakan ini, yang mendapatkan untung atau “angin segar” adalah lawan politiknya.

Lawan politik HM Sanusi akan bergembira dan bersorak-sorai, karena ‘jebakan neraka’ atau ‘lubang keresahan’ sudah memakan mangsa. “Plt Bupati mungkin sudah terjebak pada masalah ini, sehingga bisa saja masa kepemimpinannya akan banyak tersita waktu, tenaga dan pikirannya menyelesaikan masalah mutasi ini,” terangnya.

Efek sosialnya tambah dia, layanan masyarakat bisa terganggu. Akibatnya, bisa ditebak lawan politik akan mudah merebut kembali jabatan politik, karena pejabat yang sekarang dianggap kurang mampu mengemban tugas dengan baik.

Menyikapi kondisi mutase ilegal yang terus bergulir ini, Ketua DPC PKB Kabupaten Malang Ali Ahmad, akan mengambil langkah tegas. Pihaknya akan memanggil HM Sanusi pada 23 Juni 2019. “Tanggal 23 Juni akan saya panggil,” tegas pria yang popular disapa Gus Ali itu, kepada TIMES Indonesia.

Gus Ali mengaku, soal mutasi illegal yang dilakukan HM Sanusi sebagai kader PKB, yang dipercaya menjabat Plt Bupati Malang, pihaknya (PKB) tidak pernah diajak rembukan soal mutasi tersebut.  “PKB sampai saat ini belum pernah diajak  rembukan,” katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES