Pendidikan

Muhadjir Effendy: Penerapan Sistem Zonasi Bersifat Fleksibel

Rabu, 19 Juni 2019 - 15:10 | 121.27k
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Effendy (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Muhadjir Effendy (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud RI) Muhadjir Effendy mengatakan penetapan zona pada sistem zonasi menggunakan prinsip yang fleksibel dan melampaui batas-batas wilayah administratif. 

Ia mengatakan jika ditemukan adanya kendala akses ataupun daya tampung sekolah, maka sangat dimungkinkan pelebaran zona sesuai situasi dan kondisi di lapangan. Oleh karena itu, Kemendikbud tidak mengatur sampai detil sehingga pemerintah daerah dapat menyusun petunjuk teknis dengan lebih baik. 

"Jadi, kalau memang daerah ada kondisi tertentu, bisa disesuaikan. Cukup ada perjanjian kerja sama antar pemerintah daerah mengenai hal ini," kata Muhadjir.

Ia menyebutkan pendekatan zonasi yang dimulai dari penerimaan siswa baru dimaksudkan untuk memberikan akses yang lebih setara dan berkeadilan kepada peserta didik. Tanpa melihat latar belakang kemampuan ataupun perbedaan status sosial ekonomi. 

"Kewajiban pemerintah dan sekolah adalah memastikan semua anak mendapat pendidikan dengan memerhatikan anak harus masuk ke sekolah terdekat dari rumahnya," terang Mendikbud. 

Ia menyampaikan sesuai dengan undang-undang pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah. Sekolah negeri itu memproduksi layanan publik. 

"Cirinya harus non excludable, non rivarly, dan non discrimination," ungkapnya. 

Muhadjir menjelaskan apabila seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu tidak mendapat sekolah di dalam zonanya, mereka akan berpotensi putus sekolah karena kendala biaya. 

Contohnya, jika ada peserta didik dengan latar belakang keluarga tidak mampu terpaksa harus bersekolah di tempat yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari rumah.  Anak itu harus berangkat pukul 05.30 pagi dan baru sampai ke rumah pukul 18.30 setiap harinya. 

"Kapan waktunya untuk belajar? Kapan waktunya untuk beristirahat? Belum biayanya untuk transportasi. Padahal di dekat rumahnya ada sekolah negeri, tapi karena nilainya tidak mencukupi, dia tidak bisa sekolah di sana. Ini 'kan tidak benar," tuturnya. 

Muhadjir berharap sistem ini dapat didukung oleh masyarakat yang mampu, dengan berpartisipasi membantu sekolah yang ada disekitarnya. Hal ini ditujukan agar ke depan semua sekolah kualitasnya akan menjadi baik. 

Selain itu, dalam jangka panjang, pemerintah juga harus menanggung risiko urbanisasi dari penduduk yang tidak memiliki kecakapan kerja dan wawasan hidup, serta hilangnya penduduk yang diharapkan dapat membangun wilayah asalnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Mendikbud meminta ketegasan dinas pendidikan menindak sekolah swasta yang tidak memberikan layanan baik kepada siswa, khususnya yang terindikasi hanya beroperasi demi mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah. 

"Kalau anak tidak mendapatkan pendidikan yang baik, yang menanggung bebannya bukan sekolahnya, tetapi negara dan masyarakat. Maka itu, saya mohon agar dinas pendidikan juga dapat memberikan perhatian dan pembinaan sekolah-sekolah swasta di wilayahnya," ujarnya. 

"Semestinya, sekolah swasta bisa memberi nilai tambah bagi masyarakat, yang tidak ada di sekolah negeri. Sekolah dekat, pendidikan karakter makin kuat," tambahnya.

Mendikbud meminta agar orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB. Mendikbud RI Muhadjir Effendy mengajak para orang tua agar dapat mengubah cara pandang dan pola pikir terkait sekolah favorit atau unggulan.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES