Kopi TIMES

Zonasi, Sebuah Perubahan yang Harus Dihadapi

Senin, 17 Juni 2019 - 22:52 | 55.59k
Fajar Isnaini. (Foto: TIMES Indonesia)
Fajar Isnaini. (Foto: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGISETIAP kebijakan pasti ada pro dan kontra. Seperti sistem zonasi yang hari ini menjadi hingar bingar karena banyaknya anak berprestasi yang harus tidak masuk ke sekolah favorit yang mereka harapkan di tahun ajaran baru ini. 

Kebijakan ini pasti sudah dihitung untung ruginya, di tahun sebelumnya nilai UAN menjadi salah satu poin untuk mengejar ambisi masuk sekolah favorit. Untuk meraih itupun banyak orang tuanya "mengkursuskan" anak-anaknya agar tujuannya tercapai. 

Masa itu sekolah favorit akan tetap menjadi sekolah "Numero Uno" yang banyak dikalangan orang tua akan berusaha memasukan anaknya dengan berbagai cara. Beberapa sekolah semisal SMA 1 Glagah, SMA 1 Genteng dan SMA 1 Giri menjadi incaran utama para pemilik nilai UAN tinggi yang berasala dari berbagai pelosok di Banyuwangi. Sentralisasi siswa pintar bahkan yang ingin masuk SCI (Siswa Cerdas Istimewa) menjadi lebih tersentral disini.

Tentu ini membawa kebaikan dan keburukan tersendiri, Guru - guru juga akan lebih memberikan motivasi dan pelajaran pada siswa yang lebih di sekolah favorit, sedangkan di sekolah sekolah yang "berkategori kelas dua" tentu hanya menjadi sekolah alternatif saja ketika mereka tidak masuk di sekolah yang di kategorikan sekolah kelas satu. Hal ini tentu juga semakin memperlebar kasta sekolah favorit dengan sekolah biasa. 

Mau tidak mau terkumpulnya siswa dengan nilai tinggi tentu juga akan mempengaruhi prestasi sekolah. Berbeda dengan sistem zonasi yang saat ini diterapkan, pemerataan berdasarkan areal kedekatan siswa dengan sekolah memberikan poin yang lebih bagi siswa. Dan tentunya ini akan lebih memudahkan siswa yang relatif dekat masuk ke sekolah yang dulunya favorit.

Bahkan bukan hanya ini, ketika sistem ini diterapkan maka semua sekolah akan mempunyai derajat yang sama, karena tidak ada dominasi siswa bernilai tinggi yang harus menumpuk di sekolah yang dulunya favorit. Tentu kita juga akan melihat ke depan bagaimana potensi akademik bisa rata di semua sekolah, bukan hanya sekolah itu - itu saja. 

Ini mungkin sulit diterima oleh siswa maupun orang tua yang sudah terlanjur memfavoritkan sekolah di luar zona mereka. Tetapi, bagi kami jika kebijakan ini berlaku dengan baik, ke depan maka kemampuan guru untuk memaksimalkan pelajaran muridnya dan untuk memberikan potensi bahwa semua sekolah itu intinya sekolah favorit.

Dengan ini kita teringat kata-kata bijak "Padi berproses menjadi beras bukan hanya karena ketukan alu, tapi juga karena gesekan sesama bulir padi" jadi apapun kejadian sudah menjadi pro dan kontra, yang terpenting hari ini bagaimana proses ini berjalan dengan baik, semua stakeholder pendidikan bisa mengawasi proses zonasi ini.

Berat memang memulai perubahan, tapi ini sebagai bagian dari inisiasi yang membuat siswa setempat bisa mendapatkan kesempatan yang fair masuk di sekolah yang dekat dengan tempat mereka dan semua sekolah ke depannya bisa menjadi sekolah favorit, bukan sekolah itu itu saja yang memiliki potensi lebih untuk menjadi sekolah unggulan dan favorit.

Terakhir, sistem zonasi ini merupakan tantangan bagi semua tenaga pendidik yang ada untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam mendidik siswa yang sama rata di semua sekolah. Sehingga bisa membangkitkan optimisme di masing - masing siswa ke depan bahwa sekolah mereka adalah sekolah favorit dan serta bukan sekolah kelas dua seperti masa lalu.

Selamat berkarya dan jangan pernah takut berubah, karena sejatinya tak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. (*)

* Penulis adalah Fajar Isnaini

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES