Peristiwa Daerah

Setahun Lebih Berstatus Waspada, Warga Paham Hidup Berdampingan dengan Gunung Merapi

Rabu, 12 Juni 2019 - 08:40 | 52.91k
Gunung Merapi (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)
Gunung Merapi (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Lebih dari setahun status Gunung Merapi di perbatasan DIY dan Jawa Tengah berada pada level dua (waspada). Status tersebut ditetapkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada 21 Mei 2018.

Status waspada menunjukkan mulai meningkatnya aktivitas seismik dan mulai muncul kejadian vulkanik. Pada level ini mulai terlihat perubahan visual sekitar kawah. Terjadi gangguan magmatik, tektonik, atau hidrotermal. Namun diperkirakan tidak terjadi erupsi dalam jangka waktu tertentu.

Kondisi tersebut tentu menjadi perhatian berbagai pihak, terutama bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Lembaga pemerintah non-departemen ini yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana. Baik level pemerintah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, mereka berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

“Meski kondisi lapangan relatif tenang, Pemda Sleman terus berupaya membangun komunikasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat. Terutama menyangkut bencana serta kewaspadaan mereka,” kata Kepala Pelaksana BPPD Kabupaten Sleman Drs Joko Supriyanto M.Si kepada TIMES Indonesia, Selasa (11/6/2019).

Kepala-Pelaksana-BPPD-Kabupaten-Sleman-Drs-Joko-Supriyanto.jpgKepala Pelaksana BPPD Kabupaten Sleman Drs Joko Supriyanto. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)

BPBD Sleman terus melakukan sosialisasi, penilaian bahaya, pengecekan sarana, maupun pelaksanaan piket terbatas. Pedesaan lereng Merapi sudah terbentuk Desa Tangguh Bencana. Sekolah daerah rawan bencana juga dibentuk Sekolah Siaga Bencana.

Mereka mengetahui, bagaimana cara mensikapi erupsi Gunung Merapi. Selain itu telah terlasang 17 alat peringatan dini atau Early Warning System (EWS). Alat ini otomatis akan berbunyi jika Merapi memasuki status awas. Titik kumpul masing-masing dusun dan jalur evakuasi sudah ditetapkan. Sehingga masyarakat lereng Merapi sudah paham harus lari ke mana jika bencana terjadi.

Saat harus mengungsi, warga juga tidak bingung arah tujuannya. Terhadap desa tujuan, warganya sudah dilatih menerima dan menampung para pengungsi. Begitu juga sekolah-sekolah di kawasan aman. Mereka telah memiliki sekolah saudara dari Merapi, dan siap menampung siswa yang terpaksa ikut mengungsi.

Masih menurut Joko Supriyanto, kondisi terkini guguran material masih terjadi. Kadang sekali dalam beberapa hari. Namun sering juga terjadi berkali-kali dalam kurun waktu satu hari. Sedang jarak luncurnya dari puncak kurang dari 2.000 meter.

Merujuk informasi dari BPPTKG Yogyakarta, kegempaan masih ada. Hal ini mengindikasikan masih ada suplai magma, namun masih kecil. Untuk indikasi lain, tidak menunjukkan sesuatu yang signifikan. Menurutnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Terkait material yang keluar dan langsung longsor atau terjadi guguran. Hal ini justru memperkuat posisi tubuh atau kaki Merapi, bahkan bisa menutup rekahan yang terjadi." papar Joko Supriyanto.

“Beda kalau material terhambat keluar. Terjadi penumpukan kubah lava dan menutup lubang. Untuk keluar berat sehingga butuh energi atau dorongan yang kuat. Maka terjadilah deformasi dan munculah letusan eklosif." ujar Joko Supriyanto melanjutkan.

Diperkirakan volume kubah Merapi mencapai 450 ribu meter kubik. Seandainya terjadi lontaran, diprediksi material akan menjangkau jarak 3,2 km. Tetapi, kata dia, skenario buruk itu kemungkinan sangat kecil terjadi.

Karenanya, BPPTKG Yogyakarta telah memberi rekomendasi. Warga masyarakat khususnya di kawasan Rawan Bencana (KRB) III diimbau tetap tenangdan beraktivitas seperti biasa, serta selalu mengikuti informasi aktivitas Gunung Merapi. Di samping itu, pada jarak radius 3 km dari puncak Gunung Merapi dikosongkan dari aktivitas penduduk.

Pemerintah daerah direkomendasikan untuk mensosialisasikan kondisi Gunung Merapi. Serta masyarakat agar mewaspadai bahaya lahar dingin terutama saat terjadi hujan di kawasan gunung Merapi.

Kepala Pelaksana BPBD Sleman yang memiliki hobi dan masih aktif mendaki gunung ini yakin masyarakat setempat sangat memahami dan dapat hidup berdampingan dengan Merapi.

BPBD Sleman akan terus siaga, berupaya mencegah adanya kurban bencana dari situasi terburuk. Meski liburan panjang, personel BPBD tidak ada istilah libur bareng. Walau ada hak cuti bagi 30-an personel ASN (Aparatur Sipil Negara). Masih ada sejumlah 70- an PHL (Pegawai Harian Lepas). Mereka terdiri dari personil TRC dan lain-lainnya.

Terakhir kali Gunung Merapi meletus pada tahun 2010 lalu. Kemudian sejak awal 2019 kubah lava tidak bertambah atau dalam istilah warga 'masih membangun'. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES