Kopi TIMES

Konsolidasi dan Implementasi Ideologi Pancasila Pasca Pemilu 2019

Jumat, 31 Mei 2019 - 15:35 | 163.43k
Ganjar Razuni Atmosedjono, Lektor Kepala FISIP Universitas Nasional (Grafis: TIMES Indonesia)
Ganjar Razuni Atmosedjono, Lektor Kepala FISIP Universitas Nasional (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pada tanggal 1 Juni 2019 bangsa Indonesia kembali memperingatai hari Lahirnya Pancasila, yang pada 1 Juni 2019 ini,  ialah;  yang ke 74.  Banyak  tantangan  dan ujian yang telah dilalaui  negeri ini untuk  tetap konsisten menjaga dan merawat implementasi  Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara RI. Dalam pandangan penulis setidaknya ada beberapa tahap  yang telah dilalui oleh ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam  pertumbuhannya, yakni; Pertama,  Tahap Penciptaan  1945-1949;  Kedua, Tahap Perdebatan 1949-1965;  Ketiga, Tahap Individuasi Pancasila sebagai Political-Enginering 1965-1998; Keempat, Tahap Liberalisasi Pancasila atau Tahap De-Ideologisasi Pancasila   1998-2014 dan;  Kelima,  Tahap Re-Descovery untuk Re-Konsolidasi Implementasi Ideologi Pancasila kembali pada hakikat kelahirannya tanggal 1 Juni 1945. 

Tahap Kelima ini tercermin dalam konsepsi Nawacita I dan yang diperkuat dan disempurnakan  dengan  konsep Nawacita Ke II.  Tahap Kelima ini, secara programatik tertuang di dalam Buku I RPJMN 2015-2019, Bab Pendahuluan Sub Bab 1.a. berjudul Jalan Ideologis Pembangunan.  Artinya pembangunan bangsa sebagai satu kesatuan pembangunan yang berorientasi pada Indonesia Centris adalah memiliki pijakan ideologis pada ideologi Pancasila sesuai dengan hakikat jatidiri kelahiran Pancasila itu sendiri yang secara dokumen akademis dan politik terkonstruksikan di dalam Pidato Bung karno tanggal 1 Juni 1945.

Namun demikian dalam dinamika kontestual situasi dan kondisi dinamis bangsa dan negara RI ada tiga dimensi bagaimana suatu ideologi bangsa dapat bertahan, yaitu, Pertama, ddimensi idealisme yang berisi  gagasan-gasan strategis bangsa untuk mencapai tujuan bangsa. Suatu bangsa harus kaya akan gagasan-gagasan untuk memajukan bangsa dalam suatu kebijakan nasional; Kedua, Pembaruan, yakni, suatu bangsa kaya akan pikiran, gerakan dan tindakan untuk melakukan terobosan-terobosan baru guna membuat bangsa terus tumbuh dan berkembang secara adil dan merata dan; Ketiga, dimensi fleksibelitas, yakni kemampuan bangsa melakukan penyesuaian diri terhdap perubahan-perubahan lingkungan strategis yang berkembang tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar hakikat lahirnya Pancasila tangal 1 Juni 1945. Ketiga dimensi inilah yang membuat suatu ideologi bangsa akan tetap bertahan dalam implementasinya sebagai penuntun atau kompas pemberi arah bagi perjalanan bangsa yang dijaga dan dirawat terutamanya adalah oleh para pemimpin bangsa. 

Suatu bangsa dimanapun, akan  menjadi bangsa yang kuat dan berkembang serta disegani oleh bangsa-bangsa lainnya di dunia,  jika bangsa itu,  benar-benar konsisten  menahkodai bangsa itu dengan ideologinya sebagai penuntun atau kompas,  apapun ideologi bangsa itu. Contohnya AS yang konsisten dengan ideologi liberalisme dan kapitalismenya; RRT yang konsisten dengan Sosialisme Tiongkok;  Vietnam yang konsisten dengan ideologi sosialisme ala Vietnam yang berpadu dengan ajaran Bhudisme; Jepang yang konsisten dengan ideologi Shintoismenya;  Iran dengan Ideologis Islamnya dan lain-lain sebagainya. Bangsa Indonesia beruntung, memiliki ideologi Pancasila yang secara konstruksional-filosofis, bahkan  merupakan ideologi yang menurut konsepsi Bung Karno sebagai Hoogger op Trakking  atau setingkat lebih tinggi daripada ideologi-ideologi bangsa lannya. Dalam konnteks ini, tentu kita harus membedakan anatara pengertian agama dan pengertian ideologi. 

Pasca Pemilu 2019 sesudah melalui masa perbedaan tajam yang secara fisik puncaknya terjadi pada Kerusuhan 21 Mei 2019, maka  sesudah nantinya ditetapkan dan dilantiknya Presiden  RI  dan Anggota DPR/ MPR RI, maka bangsa ini  harus  melakukan rekonsiliasi untuk melanjutkan laju perjalanan bangsa Insya Allah dengan Program Nawacita II sebagai jalan ideologis dalam membangun bangsa pada tahap sekarang. Karena itu Ortodoksi dan Konstekstualisasi dalam implementasi ideologi Pancasila dijabarkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang berbasis pada pelaksanaan Nawacita II sebagai implementasi ideologi Pancasila dalam kurun waktu 2019-2014. Fase ini Penulis sebutkan sebagai Fase Penemuan Kembali Nilai-Nilai Pancasila sebaga hakikat kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945.  

Seluruh para penyelenggara negara harus benar-benar memahami, menjiwai  dan merasakan hakikat dan latar  belakang terbentuknya bangsa Indonesia, berdirinya negara kesatuan RI dan lahirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara RI, dimana kesadaran ini secara mendalam akan mampu membimbing prilaku ideologis para penyelenggara negara mencapai cita-cita nasional bangsa Indonesia.  Pengimplenmentasian ideologi Pancasila, tentu tidak terlepas dari dimensi idealism; dimensi pembaharuan dan dimensi fleksibilitas. Niscaya RI akan menjadi bangsa dan negara yang kuat dan besar berdasarkan hakikat lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.

*)Penulis, Ganjar Razuni Atmosedjono, Lektor Kepala FISIP Universitas Nasional

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES