Kopi TIMES

Iqra’ Sebagai Pesan Nuzulul Quran

Kamis, 23 Mei 2019 - 13:55 | 78.69k
Dian Mohammad Hakim, Ketua unit kajian dan penanaman nilai nilai keaswajaan dan dosen FAI Unisma. (Grafis: TIMES Inodnesia)
Dian Mohammad Hakim, Ketua unit kajian dan penanaman nilai nilai keaswajaan dan dosen FAI Unisma. (Grafis: TIMES Inodnesia)

TIMESINDONESIA, MALANGAL QURAN diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia di seluruh dunia. Salah satu peristiwa yang luar biasa adalah fenomena turunya Al Quran tersebut. Fenomena ini begitu agung dan mengesankan bagi penduduk langit dan bumi. Proses penurunan tersebut sebagaimana disebutkan para ahli tafsir dalam keterangan ayat-ayatnya terjadi secara dua fase. Fase pertama disebut dengan daf’ah wahidah (sekaligus) dan fase kedua disebut dengan munjaman (berangsur-agsur). 

Pada fase pertama merupakan bentuk pengakuan para malaikat terhadap kemuliaan umat Muhammad yang mendapat anugrah kemuliaan dari Allah yang berupa risalah baru yang menjadi kan mereka sebaik-baik umat bagi segenap manusia. Terbukti penyebutanya terdapat dalam Ali Imran; 110, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Sedangkan pada fase penurunan keduanya, yaitu penurunan secara berangsur-angsur dan yang membedakan dengan penurunan kitab-kitab terdahulu, Al-qur’an tidak langsung diterima begitu saja, bahkan justru kebanyakan dari umat terdahulu mengingkarinya. Banyak dari mereka meragukanya, sampai akhirnya bukti-bukti, hakikat-hakikat, dan kebenaran-kebanaran tampak di depan mata mereka setiap kali ayat atau surat diturunkan di depan mereka.

Fase turunya Al Quran yang kedua ini membawa hikmah tersendiri bagi Nabi Muhammad SAW., yang diantaranya semakin meneguhkan dan menenangkan hati beliau dalam merespon setiap kejadian dan dinamika yang terjadi di tengah masyarakat pada waktu itu sehingga Islam menjadi sempurna dan nikmat-nya bagi umat sekarang ini paripurna. 

Pada tahap turunya Al Quran yang kedua, wahyu yang pertama turun adalah surat al-Alaq ayat 1-5. Pendapat ini adalah pendapat paling sahih dan di dasarkan pada hadis Bukhari dan muslim serta ‘Aiyah. Disebutkan bahwa,  ‘Dari Aiyah Ia berkata , “ Wahyu yang pertama turun kepada Rasullullah Saw, adalah berupa mimpi yang benar. Tidak lah beliau melihat mimpi kecuali datang seperti cahaya shubuh. Kemudia beliau ber-khalwat (menyepi). Beliau pergi ke gua Hira’, ber-tahannus (beribadah) di sana beberapa malam sambil membawa perbekalan. Apabila bekal habis, beliau kembali ke Khadijah dan Khadijah pun kembali memberi bekal kepada beliau seperti sebelumnya.

Sampai pada akhirnya, beliau dikagetkan dengan dengan sebuah seruan dari malaikat jibril. ‘Bacalah!’ Rasullullah Saw. Menjawab, ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lalu malaikat memeluk erat beliau sampai beliau merasa kepayahan, lalu melepaskanya lagi dan berkata, ‘Bacalah’!, Rasullullah pun menjawab hal yang sama pun demikian Jibril juga mengulanginya sebagaimana sebelumnya.

Hal ini terjadi sampai tiga kali. Sampai pada akhirnya Malaikat Jibril berkata, ‘Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan… sampai Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.’ Kemudian Rasullullah pulang membawa ayat-ayat itu dalam keadaan gemetar kuduknya.” 

Kejadian turunya wahyu yang pertama tersebut perlu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari hari. Jika dikaji secara mendalam dalam berbagai macam literatur kata ‘iqra’ tidak hanya dimaknai secara tekstual saja yaitu ‘bacalah’. Akan tetapi lebih dari sekedar bacalah. Hal ini terbukti dari berbagai macam kitab tafsir yang memberikan makna kata ‘iqra’ secara lebih luas..  

Sebut saja tafsir Al-misbah, yang memaknai kata ‘iqra’ dengan arti dasarnya yaitu menghimpun. Dimana kata menghimpun sebagai muara dari arti kata ‘iqra’ ini. Disebutkan bahwa iqra berarti menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, mengamati, yang semuanya bermuara pada kata ‘iqra’. Al-maraghi menambahkan bahwa iqra mengandung maksud membaca secara berulang-ulang. Yang berarti dalam memahami atau mengkaji sesuatu harus dilakukan secara berulang-ulang agar apa yang dikaji atau diteliti benar-benar menjadi milik orang yang melakukanya. Lebih lanjut, disebutkan pula bahwa objek yang dibaca tidak harus berupa tulisan yang tertulis disebuah papan, akan tetapi dapat berupa segala peristiwa, kejadian atau tanda-tanda yang nampak di alam semesta. Sehingga sang pembaca mendapatkan manfaat dari apa yang dilihat atau diamati. 

Berdasarkan pendapat yang disampaikan diatas, dapat difahami bahwa kata iqra’ dalam konteks ini berarti membaca segala sesuatu yang muncul, bisa berupa tulisan atau bacaan, baik ayat al-qur’an atau peristiwa, fenomena, maupun alam semesta beserta isinya. Dalam proses tersebut juga harus dilakukan berulang-ulang. Sehingga didapatkan tingkat pemahaman yang mendalam dan merasuk dalam jiwa. 

Dengan demikian, makna iqra’ begitu mendalam, tepat rasanya apabila pada nuzulul quran kali ini untuk mengingat kembali betapa pentinganya pesan wahyu pertama tersebut. sebagai seorang muslim tentunya tidak ingin apabila pesan wahyu pertama tersebut di implementasikan oleh orang lain (non-muslim). Maka perlu sekali untuk meninkatkan pembacaan kita dalam berbagai hal. Utamanya terkait segala berita yang beredar, harus senantiasa dibaca, diteliti bahkan dicari sumbernya agar terhindar dari hoaks. Marilah selalu perdalam iqra sebelum sharing atau telling. (*)

 

*) Penulis: Dian Mohammad Hakim, Ketua unit kajian dan penanaman nilai nilai keaswajaan dan dosen FAI Unisma.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES