Kopi TIMES

Rekonsiliasi Kebangsaan di Malam Lailatul Qadar

Kamis, 23 Mei 2019 - 02:49 | 169.42k
Yatimul Ainun (Grafis: TIMES Indonesia)
Yatimul Ainun (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. QS Al-Qadr ayat 1-5:

Itulah bunyi ayat suci Al Quran yang memberikan kenikmatan agung bagi seluruh umat Islam di bulan suci Ramadhan. Ada malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu malam. Ditengah carut-marutnya kebangsaan di negeri ini, cukup tepat kiranya, bagi seluruh rakyat NKRI untuk melakukan rekonsiliasi kebangsaan di malam Lailatul Qadar.

Pesta demokrasi di negeri ini sudah usai. Rakyat terlihat sangat antusias dan riang gembira berduyun-duyun datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pelaksanaan Pemilu Serentak pada 17 April 2019. Rakyat diberikan kebebasan untuk memilih sosok calon yang akan wakilinya, baik di legislatif maupun di Capres-Cawapres.

Penghitungan suara ditingkat TPS, proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga pusat (KPU Pusat), berlangsung lancar. Namun, perolehan suara untuk Capres-Cawapres masih ada ‘suara sumbang’ yang berteriak tidak terima dengan hasil yang sudah diumumkan oleh KPU RI.

Kedua kubu, kandidat Capres-Cawapres nomor urut 01 duet Jokowi-KH ma’ruf Amin, legawa menerima hasil akhir di KPU RI dan sudah ditanda tangani. Sementara, dari kubu kandidat nomor 02 duet Prabowo-Sandiaga Uno masih menyoal perolehan suara Pilpres 2019. Para saksinya tak mau tanda tangani hasil KPU RI.

Tim duet Prabowo-Sandiaga Uno, menyepakati untuk membawa kasus tersebut ke jalur Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, para pendukung fanatiknya, seakan tak mau mengakui kekalahan, karena merasa pelaksanaan Pilpres banyak kecurangan, yang akhirnya muncul wacana People Power yang dimotori oleh Amien Rais.

Dengan menyakini bahwa Pemilu 2019 berlangsung dengan banyak terjadi kecurangan, gerakan people power mencuat dan para pendukung setia Prabowo-Sandi beramai-ramai untuk menggelar aksi 22 Mei, di depan kantor Bawaslu RI.

Aksi berlangsung ricuh, kerusuhan terjadi di banyak lokasi di Jakarta dan daerah lainnya di luar Jakarta. Massa aksi bentrok dengan anggota TNI dan Polri. Tembakan gas air mata diluncurkan dan mengakibatkan korban berjatuhan. Para perusuh yang dinilai penyusup, ditangkap pihak kepolisian. Mereka diduga adalah massa bayaran, karena polisi menemukan bukti amplop berisi ‘jatah uang’.

Bahkan di Madura, Jawa Timur, Mapolsek Tambelengan, Kabupaten Sampang, dibakar massa. Bangunan Mapolsek Tambelengan ludes dilahap si jagoh merah. Itulah suasana di Sampang Madura.

Kerusuhan aksi 22 Mei 2019, terjadi pada bulan suci Ramadhan, bulan yang diagungkan oleh Allah SWT. Sangat disayangkan. Mengapa hal itu terjadi tepat di bulan suci Ramadhan, yang diwarnai kehadiran malam Lailatul Qadar. Tak salah jika peristiwa aksi 22 Mei 2019 itu, telah mencederai bulan suci Ramadhan.

Melihat peristiwa dan kerusuhan 22 Mei 2019, yang bersumber dari persoalan politik itu, tak ada jalan lain, kecuali semua pihak, seluruh tokoh dari semua elemen, para ulama dan umara, melakukan rekonsiliasi kebangsaan untuk menyelamatkan NKRI dan demokrasi. Sangat tepat dan ‘berjiwa suci’ jika rekonsiliasi kebangsaan dilakukan sembari menyambut malam Lailatul Qadar.

Mengapa? Karena di bulan Ramadhan yang ‘dihadiri’ oleh malam Lailatul Qadar, Allah telah menurunkannya Al Quran pada malam kemuliaan itu. Apakah malam kemuliaan itu? Yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Allah, untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. Hal itu tertulis dalam Al Quran Surat Al-Qadr ayat 1-5.

Salah satu tanda datangnya malam Lailatul Qadar itu, diantaranya membekunya air, heningnya malam, menunduknya pepohonan. Tanda-tanda tersebut harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al Quran, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar” (QS Al-Qadr: 1) dan malam itu merupakan “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan” (QS Ad-Dukhan: 3).

Adapun makna Lailatul Qadar itu sendiri, seperti ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab (Membumikan Al-Qur’an, 1999), bahwa ada tiga arti pada kata Qadari.

Pertama, Qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga Lailatul Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada QS Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun.

Al Quran yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu, Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad SAW guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.

Kedua, Qadar berati kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al Quran serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.

Kata Qadar yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).

Ketiga, Qadar berarti sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al Qadar: "pada malam itu turun malikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan."

Kata Qadar yang berarti sempit digunakan oleh Al Quran antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du: “Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya’ wa yaqdiru” (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya bagi yang dikehendakinya).

Dari landasan Al Quran diatas, cukup tegas dan terasa nikmat jika rekonsilisi kebangsaan dilakukan di bulan Ramadhan dan apalagi dilakukan tepat pada turunnya Lailatul Qadar. Kenikmatan dan kemuliaan dalam semua aspek akan sukses diraih untuk semua kepentingan, untuk baldatun tayyibatul wa rabbul gafur”.

Semua pihak, mulai dari ulama, umara, tokoh partai politik, pejuang dan pecinta NKRI serta demokrasi, bergandeng tangan, saling legawa terhadap apa yang telah dilakukan sebelumnya. Baik soal politik maupun ‘dosa sosial’ yang telah dijalaninya. Saatnya semua pihak bertafakur, bertadabur dan bermunajat untuk menyucikan diri untuk keselamatan negeri tercinta ini.

Karena dengan negeri yang aman, damai dan sejahtera, seluruh aktivitas kehidupan, beribadah dan berjuang akan lebih nikmat. Iman dan aman akan berhasil diraihnya. Rakyat tak akan lagi menjadi korban dari negara coba-coba. Tapi sudah menjadi perawat dan pengisi kemerdekaan, yang telah sukses direbut oleh para pahlawan NKRI. Saatnya melakukan rekonsiliasi kebangsaan untuk menyelamatkan negeri. Mari bersama-sama menjaga kesucian demokrasi.(*)

*Penulis, Yatimul Ainun, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah Lil Muttaqin, Bululawang, Kabupaten Malang

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES