Kopi TIMES

Jokowi Tetap Butuh Prabowo

Rabu, 22 Mei 2019 - 20:32 | 65.70k
Dr H Moh Syaeful Bahar, M.Si
Dr H Moh Syaeful Bahar, M.Si

TIMESINDONESIA, JAKARTA – dir="ltr">Jika hingga tanggal 24 Mei 2019, pihak BPN Prabowo-Sandi tidak mengadukan keberatannya atas hasil akhir penghitungan suara KPU RI terkait Pilpres 2019 ke MK, maka Pilpres 2019 sudah dianggap tanpa gugatan, selesai, tak ada sengketa. Jokowi akan mulus melenggang kembali ke Istana Negara.

Untuk memastikan ada atau tidak adanya gugatan, KPU RI akan menunggu 3x24 jam setelah rekapitulasi selesai dan diumumkan oleh KPU RI. Karena rekapitulasi dan pengumuman hasil Pilpres 2019 telah dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2019, maka batas waktu melayangkan keberatan ke MK bagi pihak yang tak puas adalah hingga tanggal 24 Mei 2019.

BPN Prabowo-Sandi Menempuh Jalur Hukum

Pasca rekapitulasi suara nasional yang dilakukan oleh KPU RI pada tanggal 21 Mei 2019, reaksi BPN Prabowo-Sandi langsung menolak. Mereka menganggap, bahwa Pemilu Pilpres 2019 menyisakan banyak kekacauan, kecurangan dan ketidakadilan, terjadi secara terstruktur, sistematis dan massif. Prabowo sendiri yang menyampaikan sikap BPN atas penolakan hasil Pilpres 2019, didampingi Sandiaga Uno dan beberapa elit partai pendukungnya.

Sikap BPN sudah diprediksi jauh sebelumnya. Sikap penolakan atas pelaksanaan Pemilu Presiden 2019 jelas-jelas telah dilakukan oleh BPN jauh hari sebelum penetapan hasil Pemilu yang dilakukan oleh KPU RI. Terhitung, sejak pengumuman hasil quick count yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei, BPN mulai menampakkan sikap curiga atas pelaksanaan Pemilu.

Berbagai bukti mereka ajukan sebagai dasar atas tuduhan kecurangan yang dilakukan oleh pihak penyelenggara dan petahana. Sebagian bukti kecurangan yang diajukan oleh BPN Prabowo-Sandi tersebut ditindaklanjuti Bawaspu RI, karena dianggap cukup meyakinkan, namun sebagian yang lain tidak, karena tidak memiliki cukup dasar bukti yang kuat.

Ajakan people power atau yang akhirnya dikoreksi menjadi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR), menjadi salah satu opsi utama BPN Prabowo-Sandi untuk menuntut hak politik mereka. Tak tanggung-tanggung, ide ini muncul dari politisi senior mereka, Amin Rais.

Awalnya mereka tak akan menempuh jalur hukum, mereka mengatakan tak lagi percaya MK, karena dianggap telah berpihak, berpihak ke petahana. Karena itu, hanya people power jalan yang paling mungkin dilakukan menuntut keadilan.

Namun, seiring dengan banyaknya analisis yang menyatakan bahwa people power tak akan memberikan jalan apapun bagi kemenangan Prabowo-Sandi, ditambah lagi dengan banyaknya para elit pendukung people power yang berurusan dengan hukum, ide people power semakin hari semakin layu. Klaim bahwa people power telah didukung oleh jutaan massa, tak terbukti.

Kabar bagusnya, BPN Prabowo-Sandi akhirnya bersedia menempuh jalur hukum atas keberatan mereka dengan hasil Pilpres 2019. Hanya hasil Pilpres, tidak dengan hasil Pemilu Legeslatif 2019. Hasil Pilleg 2019 mereka terima dengan senang hati.

Sikap BPN ini, sekali lagi, memunculkan spekulasi kurang baik di masyarakat. Sebagian masyarakat menilai, BPN Prabowo-Sandi tak konsisten. Mereka hanya teriak-teriak hasil Pilpres karena mereka di posisi kalah, tapi tidak melakukan hal yang sama di hasil Pilleg, karena partai-partai pendukung BPN cukup berhasil memperbaiki perolehan suaranya di 2019. Mana mungkin mereka berbeda sikap atas hasil Pilpres dan Pilleg, padahal pelaksanaannya dilaksanakan dalam satu waktu yang bersamaan dan juga dilaksanakan oleh lembaga yang sama, yaitu KPU RI.

Tapi apapun alasannya, pilihan BPN Prabowo-Sandi untuk menempuh jalur hukum atas tuduhan kecurangan yang merugikan mereka, adalah berita baik. Melegakan banyak pihak. Seharusnya memang begitu, itu jalan konstitusional yang telah diatur oleh UU. Pilihan sikap BPN Prabowo-Sandi ini sekaligus mematahkan tudingan banyak orang yang mengatakan bahwa BPN Prabowo-Sandi kekanak-kanakan, hanya siap menang dan tak siap kalah.

Jokowi Tetap Butuh Prabowo

Sikap BPN Prabowo-Sandi yang akan menempuh jalur hukum akan semakin sempurna jika juga didukung dengan ikhtiar melakukan komunikasi politik dengan TKN Jokowi-Amin. Tidak harus BPN Prabowo-Sandi yang memulai, bisa dimulai dari TKN Jokowi-Amin. Sebaiknya begitu.

TKN Jokowi-Amin yang mencari saluran komunikasi ke BPN Prabowo-Sansi. Intinya, komunikasi politik harus dilakukan. Ini untuk menunjukkan bahwa kedua belah pihak sama-sama dewasa dalam berpolitik.

Komunikasi politik ini, apalagi dapat diakses oleh media, dan dapat disaksikan secara luas oleh rakyat, akan menjadi hujan yang menyejukkan di tengah gersang konflik horisontal yang semakin hari semakin menganga di tengah-tengah masyarakat.

Jika Jokowi bertemu dengan Prabowo, akan bernilai luar biasa. Keduanya bisa menjadi peredam dari bahaya laten disintegrasi sosial dan disintegrasi nasional yang siap menerkam bumi pertiwi. Akan menjadi sumber mata air bagi rakyat Indonesia yang telah kelelahan dan kehausan setelah mengikuti proses Pemilu yang panjang dan melelahkan.

Tentu TKN Jokowi-Amin yang harus bekerja lebih keras. Mereka harus mencari strategi yang gemilang agar pertemuan antara dua putra terbaik bangsa ini dapat segera direalisasikan. TKN Jokowi-Amin jangan surut hanya gara-gara statemen seorang Dahlil Anzar Simanjuntak.

Sebagaimana ramai diberitakan, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, bahwa Jika Jokowi ingin bertemu dengan Prabowo, cukup diwakili beberapa orang dari pihak BPN Prabowo-Sandi, tak perlu Prabowo sendiri yang menemui Jokowi.

Pernyataan ini, tentu tak elok didengar di tengah panasnya suhu politik pasca rekapitulasi hasil Pilpres 2019 oleh KPU RI.

Sekali lagi, TKN Jokowi-Amin tak perlu terpancing dengan pernyataan ini. Pertemuan Jokowi-Prabowo jauh lebih penting dari sekadar menjaga gengsi kelompok. Pertemuan Jokowi-Prabowo adalah salah satu pintu rekonsiliasi nasional di akar rumput. Jauh lebih penting dari sekadar menanggapi suara-suara sumbang elit politik yang merasa tak akan memperoleh kue kekuasaan.

Selain itu, Jokowi sangat membutuhkan Prabowo dalam proses politik ke depan, lima tahun ke depan. Bolehlah, dari kaca mata hukum, kemenangan Jokowi akan mutlak, apalagi, jika di MK BPN Prabowo-Sandi tak bisa membuktikan kecurangan yang dituduhkan.

Jokowi Presiden RI. Itu sudah pasti. Tapi, dari kaca mata politik, jika komunikasi antara Jokowi dan Prabowo masih dalam masalah, maka, selama lima tahun ke depan, pemerintahan ini akan pincang.

Bagaimanapun, Prabowo-Sandi mewakili 68.650.239 suara rakyat. Bukan jumlah yang sedikit. Banyak, sangat banyak. Jokowi butuh legitimasi politik dari jutaan suara tersebut.

Sekali lagi, TKN Jokowi-Amin butuh kerja keras agar dapat merealisasikan pertemuan Jokowi-Prabowo. Bagaimana jika gagal? Jika gagal setelah mencoba, setelah berusaha keras, dan itu telah dilakukan sekuat tenaga, serta telah disaksikan oleh rakyat, maka, serahkan kembali pada rakyat untuk menilai, siapa yang dewasa dalam berpolitik, dan siapa yang emosional dan kekanak-kanakan dalam politik.

Kata kunci penilaian rakyat ini yang akhirnya menjadi pertimbangan utama dari dua kubu. Keduanya pasti ingin merebut simpati dan kepercayaan rakyat. Jokowi dan Prabowo pasti tak ingin dihukum oleh rakyat. Karena itu, saya yakin, pada akhirnya, keduanya akan bertemu. Demi rakyat, demi Indonesia yang kita cintai. Semoga. (*)

*Penulis, Dr H Moh Syaeful Bahar, M.Si, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES