Kopi TIMES

Ketika Santri Mengantarkan Kiai Menuju Istana RI

Selasa, 21 Mei 2019 - 22:17 | 439.99k
Abdul Adzim Irsad adalah pengajar Unisma Malang.
Abdul Adzim Irsad adalah pengajar Unisma Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Tidak ada kebahagian seorang santri, kecuali telah melihat kesehatan dan kebahagiaan kiainya. Tidak ada kesetiaan seseorang yang lebih tinggi melebihi kesetiaan seorang santri kepada kiainya. Bahkan, di dalam kitab Taklim Mutallim di ajarkan juga bagaimana cara memuliakan keluarga gurunya.

Dalam kitab Taklim Mutallim diterangkan, orang yang ingin mendapatkan ilmu yang manfaat, harus mendapatkan irsadu ustadi (arahan atau bimbingan sang guru). Manfaat dan tidaknya ilmu itu tergantung bagaimana seorang santri memuliakan gurunya.

Imam Malik ra, berkata; "Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah dari mana agama kalian dapatkan". Dalam hal ini, ulama Nusantara benar-benar selektif di dalam mencari guru/ kyai. KH Muhammad Hasyim Asaary telah mengajarkan etika mencari ilmu dalam kitabnya.

Jadi salah menentukan Kiai, akan salah dalam beragama. Guru itu akan mempengaruhi pola pikir santri nya. Kalau gurunya radikal, secara otomatis watak radikalnya akan mengalir kepada santri-santri nya. Kalau gurunya suka ngafirkan sesama, maka muridnya juga demikian. Tidaklaha aneh, jika ada sebuah pepatah yang mengatakan "guru kencing berdiri, murid kencing berlari".

KH Muhammad Hasyim Asaary ketika balik ke Nusantara, tidak mendirikan negara islam. Beliau paham betul tentang Khilafah Islamiyah, beliau juga sangat fasih tentang Negara Islam. Namun, beliau lebih suka mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia. 

Jangan ditanya berapa banyak hafalan hadis Rasulullah SAW. Juga jangan ditanya berapa lama ngaji kitab hadis. Beliau belajar Alquran dan tafsirnya begitu juga dengan hadis dan mustalahnya. Guru-guru beliau di Makkah adalah mufti-mufti yang kadar ilmunya tidak diragukan lagi.

Secara khusus, KH Hasyim menulis kitab seputar etika seorang santri kepada gurunya. Beliau juga memberikan contoh, bagaimana sikap beliau kepada guru-gurunya. Itulah yang kemudian menjadi rujukan, panduan santri-santri Nusantara di dalam menuntut ilmu agama.

Jadi, seorang santri Nusantara begitu takdim kepada guru-gurunya. Sebaliknya, tidak ada seorang Kyai Nusantara, kecuali ingin mengantarkan santri santri nya bermanfaat bagi masyarakat. Sang Kiai bukan saja mengajari ilmu agama, setiap malam munajat kepada Allah SWT agar santri-santri menjadi orang yang bermanfaat bagi umat.

Tidaklah heran, jika santri-santri Mbah Hasyim banyak yang menjadi pejuang, menjadi menteri, memiliki pondok pesantren, menjadi pedagang. Santri itu boleh menjadi apa saja, tetapi ahlak itu di atas segalanya.  Begitulah tradisi ahlak Kiai dan Santri. 

Kali ini, Santri Nusantara telah mengantarkan KH. Kiai Ma'ruf Amin menuju Istana RI. Kemenangan Jokowi yang berpasangan dengan KH Makruf Amin tidak lepas dari dukungan para Ulama Nusantara dan santri, khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.  Mereka mendukung KH Makruf Amin bukan karena apa-apa, tetapi nilai-nilai Aswaja Mbah Hasyim Asaary benar-benar melekat kepada KH Ma'ruf Amin.

Di Indonesia ini ada dua sosok Amin. Amin yang pertama lebih dari sekali mencalonkan Presiden RI, namun ngak pernah jadi. Ketika mendukung  Capres-pun juga selalu gagal. Dialah Amin Rais. Sehingga Gus Dur pernah berkelakar "sampai kapanpun Amin Rais tidak akan bisa menjadi presiden, karena nama -A".

Kedua adalah KH Maruf Amin. Sekali mencalonkan diri menjadi wakil Presideng langsung jadi. Beliau mendapat dukungan langsung kaum santri Nusantara. Nah, Kyai NU yang satu ini karena "Ma'ruf" terkenal dikalangan masyarakat. Juga memiliki keahlian ekonomi syariah. Bisa jadi, karena berkah "Pesantren Tebuireng" yang didirikan KH Hasyim Asy'ary. 

Deretan Kiai NU-Santara sudah melihat sosok Kiai Makruf yang amin (dapat dipercaya). Beliau salah satu Kyai NU yang benar-benar memperlihatkan Jiwa NU-nya kepada masyarakat luas, baik penampilan maupun pola fikirnya, bahkan cara ber-ekonominya. 

Sarungan, menjadi ciri khas beliau. Kemana-pun pergi, selalu mengenakan busana khas Sarung. Artinya, beliau itu seperti "sarung" yang bisa di artikan "taat beragama, namun longgar (moderat). Kaum NU-Santara sekarang  boleh berbangga, walaupun sarungan bisa menjadi Presiden, Wakli Presiden, Menteri, Jenderal, Dokter, Peneliti, pengusaha. Namun, mereka tidak kehilangan identitas sebagai seorang pewaris para nabi.

Dukungan terhadap Kiai Makruf Amin begitu besar, diantaranya datang dari KH Maemun Zubair, KH Anwar Mansur, KH Marzuki Mustamar, KH Nawawi. Hampir semua unsur NU, mulai pusat hingga ranting satu barisan mendukung KH Makruf Amin. Tidak ketinggalan, sosok Habib Lutfi dan jamaah dari Dzuuriyah Rasulullah SAW ikut serta mendukung secara terang-terangan tanpa tedeng aling-aling.

Ketika melihat sosok KH Ma'ruf Amin tidak lepas dari sosok KH Hasyim Asaary sang perintis NKRI, juga pendiri pesantren Tebu Ireng. Dimana, KH Ma'ruf Amin  adalah salah satu dari sekian santri KH Idris. KH Idris itu menantu dari KH Hasyim Asy'ary. Dan, KH Idris itu adalah teman ngaji Syekh Muhamamd Yasin Al-Fadani, seorang ulam hadis di Makkah.

KH Hasyim Asy'ary telah menebarkan faham Aswaja di Nusantara, beliau berjuang melawan penjajah hingga titik darah penghabisan. KH Hasyim bukan saja mewariskan ilmu, tetapi mewariskan mental berjuang melawan penjajah dan kedholiman. KH Hasyim mewariskan rasa cinta terhadap tanah air Indonesia. 

Putra putrinya hingga menantunya bukan hanya mengajar ilmu, tetapi juga pejuang setia membela tanah air Indonesia. Mencintai, menjaga dan merawat NKRI adalah sebuah kewajiban bagi santri NU. Merawat NKRI sama dengan merawat peninggalan Mbah Hasyim. Dan NU bangkit, karena ingin menjaga akidah Nahdiyah yang washatiyah (moderat) yang diajarkan Rasulullah SAW dan para sahabat. 

Puluhan, bahkan mungkin sudah ratusan, bisa jadi sudah ribuan santri Tebu Ireng yang menyebar ke seluruh pelosok Nusantara, bahkan dunia. Semua akan menjaga Mahhaj Aswaja yang dirintis oleh Mbah Hasyim Asy'ary. mereka juga mengajarkan islam yang moderat, bukan islam yang radikal nan menakutkan.

Jika Gus Dur menjadi Presiden itu sudah pantas. Karena beliau itu cucu KH Muhammad Hasyim. Jika KH Masjkur menjadi menteri agama, dan juga KH. Muhammad Tholhah Hasan pernah menjadi menteri agama itu sangat pantas. Mereka itu santri Tebu Ireng.

Nah, saat ini KH Maruf Amin menjadi Wakli Presiden dari kalangan Kyai NUsantara. Beliau napak tilas Gus Dur. Sanad ilmu Gus Dur, KH Masjkur, KH Tholhah Hasan, nyambung dengan Mbah Hasyim Asy'ary.

Jika semua santri Nusantara mendukung KH Makruf Amin. Sesungguhnya, KH Maruf Amin itu secara akidah, madzhab, dan juga tradisi Aswaja masih kuat melekat pada pribadi beliau.

Santri NU-Santara telah menunjukkan loyalitas kepada Sang Guru, juga setia menjaga NKRI dari masa kemasa. Saat ini sang Guru akan menjadi pemimpin di Indonesia menuju Indonesia emas.

Tahun mendatang (2024), akan lahir santri -santri NUsantara yang siap menjadi presiden atau wakil presiden NKRI. Mereka akan menjaga akidah Aswaja yang cinta Rasuluah SAW dan sahabat serta keluarga Rasulullah SAW. (*)

*) Abdul Adzim Irsad adalah pengajar Unisma Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES