Peristiwa Daerah

Tiga Perbedaan Dasar Media Massa Menurut Direktur UKW PWI Pusat

Senin, 20 Mei 2019 - 22:46 | 53.48k
Direktur Uji Kompetensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (UKW PWI) Pusat, Rajab Ritonga (satu dari kiri) dalam sebuah diskusi bertajuk 'Optimalisasi Pers dalam Mewujudkan Situasi Kondusif Pasca Pemilu 2019' yang digelar di kawasan Jakarta Timur. (Ist
Direktur Uji Kompetensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (UKW PWI) Pusat, Rajab Ritonga (satu dari kiri) dalam sebuah diskusi bertajuk 'Optimalisasi Pers dalam Mewujudkan Situasi Kondusif Pasca Pemilu 2019' yang digelar di kawasan Jakarta Timur. (Ist

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Direktur Uji Kompetensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (UKW PWI) Pusat, Rajab Ritonga mengatakan, ada tiga perbedaan mendasar dari media massa atau pers dengan media sosial.

Hal itu disampaikannya menyikapi keberadaan media massa dalam menangkal berita bohong atau hoaks yang semakin marak terutama di media sosial pasca pemilu 2019.

"Pers saat ini saya golongkan menjadi tiga golongan. Yakni pers profesional, pers tidak profesional, dan pers partisan," ujar Rajab dalam sebuah diskusi bertajuk 'Optimalisasi Pers dalam Mewujudkan Situasi Kondusif Pasca Pemilu 2019' yang digelar di kawasan Jakarta Timur, Senin (20/5/2019).

Menurutnya, sebuah media massa atau pers bekerja berdasarkan kepada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sedangkan untuk media sosial dasarnya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Adapun tiga golongan media massa yang dimaksud, pertama adalah pers profesional. Di mana pers bekerja berdasarkan standar kode etik yang diatur dalam UU Pers.

"Ada redaktur dan pemred (pemimpin redaksi) dan wartawannya adalah wartawan yang kompeten dan sesuai standar khusus yang sudah diatur oleh Dewan Pers," jelasnya.

Kemudian golongan kedua, pers yang tidak profesional. Rajab menyebut, media ini tidak sepenuhnya tidak menjabarkan kode etik jurnalistik dan cenderung tendensius.

Terlebih lanjutnya, di Indonesia tidak ada standar khusus untuk pendidikan pers, termasuk kurikulum di sekolah. Itu artinya, semua jurusan boleh menjadi wartawan.

"Namun, Dewan pers sudah mengatur keahlian khusus bagi wartawan yakni dengan diberlakukannya standar khusus Uji Kompetensi Wartawan atau UKW," tukasnya.

Terakhir, untuk golongan yang ketiga adalah pers partisan. "Dia tidak profesional. Sebab kalau persnya profesional, dia tidak partisan, tidak memanas-manasi situasi," ungkap Rajab.

Sementara itu, terkait dengan panasnya suhu politik usai perhelatan pemilu 2019, Rajab mengakui jika optimalisasi media massa tidaklah mudah untuk dilakukan. "Namun begitu, gagasan untuk profesionalisme pers tidak bisa ditawar. Dalam hal ini pers harus cover both sides atau harus berimbang," tandas petinggi UKW PWI Pusat itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES