Kopi TIMES

Anies Baswedan Bebas dari 'Jebakan' Bogor?

Sabtu, 18 Mei 2019 - 07:43 | 921.85k
Yayat R Cipasang, Redaktur TIMES Indonesia (Grafis: TIMES Indonesia)
Yayat R Cipasang, Redaktur TIMES Indonesia (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mereka itu mengaku sebagai anak muda. Mereka juga mengaku sebagai tokoh muda. Sangat heroik dan nasionalis ketika mereka berkumpul untuk memperbincangkan masalah bangsa paling mutakhir dalam tajuk "Silaturahmi Bogor untuk Indonesia".

Tidak ada yang salah. Upaya mereka untuk mendiskusikan masalah bangsa yang terbelah secara ekstreme menjadi dua kubu sangat bagus. Cuma, masalahnya jangan-jangan mereka yang berkumpul itu bagian dari masalah atau bahkan di kemudian hari bisa menciptakan masalah baru.

Sebut saja mereka yang berkumpul di Bogor, Jawa Barat, yaitu Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Gubernur Nusatenggara Barat Zulkieflimansyah, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany plus anak tokoh bangsa Agus Harimurti Yudhoyono dan Yenny Wahid.

Publik sudah dapat merekam semua prestasi sekaligus permasalahan mereka di tingkat lokal maupun nasional. Di antara mereka tak terelakan dari jejak digital dan juga rekam sosial dan politik banyak bermasalah.

Pertanyaannya bagaimana mereka dapat memberikan solusi untuk bangsa bila mereka juga harus sibuk menjadi saksi di KPK atau sebagian lagi terpenjara dengan kasusnya sehingga lebih memilih dibenci rakyat daripada urusan terbongkar KPK atau Kejaksaan.

Sayang sebenarnya, mereka masih muda tetapi harus terpenjara dengan kasus hukum atau kasus lainnya. Sehingga mereka tidak bisa maksimal untuk memberikan layanan kepada rakyat yang memilihnya sekaligus yang membencinya.

Pertemuan yang dihiasi foto bersama, nyanyi bersama dan senyum mengembang itu serasa hambar ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sudah diumumkan lewat meme akan hadir ternyata memilih absen.

Gubernur Anies sepertinya sudah mencium pertemuan itu bukan sebagai sebuah reuni tanpa nilai. Pertemuan itu sangat sarat dengan nilai dan komoditas politik.

Anies yang selama ini bekerja soliter di DKI Jakarta yang sangat beragam suku bangsa dan etnis serta bejibun kepentingan, lebih memilih fokus bekerja. Apalagi setelah ditinggal pasangannya Sandiga Salahuddin Uno yang kini masih bertarung dalam Pilpres 2019.

Anies sepertinya lebih menghindar dari kegiatan seremonial walaupun tajuknya atasnama bangsa. Anies yang dulu dituding banyak pencitraan sepertinya mulai sadar, untuk Jakarta lebih penting banyak bekerja dalam kesendirian daripada berkumpul dalam keramaian.

Karena itu Anies pun tak mau mengklaim MRT sebagai jasanya karena itu hasil kerja para pendahulunya. Anies mempersilakan untuk meresmikan MRT kepada Bapak Presiden Jokowi dan Anies cukup mendampingi.

Bagi Anies yang penting terus melanjutkan pekerjaan para pendahulunya yang baik. Jalan Sudirman ditata bahkan kini hampir setengahnya dijadikan trotoar dan taman. Tentu tujuannya untuk mendisiplinkan warga Jakarta agar lebih menggunakan kendaraan umum daripada mobil pribadi.

Upaya Anies mangkir dari pertemuan Bogor, sepertinya sudah tepat. Apalagi Anies sudah memberitahukan bahwa ketidakhadirannya karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Syukuran karena Jakarta di bawah Anies kembali dapat status WTP (wajar tanpa pengecualian). Sebuah penolakan yang diplomatis.

Anies sepertinya berkaca kepada Gubernur Jabar Ridwan Kamil alias Kang Emil. Dia mendapat suara mayoritas dalam pemilihan gubernur tapi kini malah dibenci sebagian warganya. Ide-idenya bagus dalam menata Jabar tetapi itu tidak cukup.

Kang Emil tidak sensitif. Ternyata ada warganya yang terluka. Ketika jadi gubernur seharusnya menjadi milik semua warga Jabar. Tetapi itu tidak menjadi kenyataan.

Kang Emil yang bukan anggota partai politik apapun, malah mewujud menjadi politisi. Berpihak dengan dalih memiliki hak politik. Cukup alasan cuti atau di luar jam kerja.

Sementara warganya tidak mengerti aturan hukum yang sangat rumit dipahami dalam undang-undang. Mereka tahunya gubernur itu harus milik semua warganya. Karena itu menjadi maklum seperti Bobotoh Persib yang memilih Kang Emil pun berani menyorakinya di dalam lapangan.

Anies Baswedan sepertinya tidak mau nasibnya seperti Kang Emil atau yang lainnya. Ia lebih fokus menyelesaikan satu per satu janji politiknya daripada mengikuti pertemuan yang lebih mirip ajang kangen-kangenan. Toh, untuk urusan kumpul-kumpul bagi kepala daerah ada tempatnya. Ada asosiasi gubernur, asosiasi bupati dan asosiasi wali kota dan mungkin menyusul asosiasi anak-anak tokoh bangsa. 

Dengan demikian, Anies Baswedan lebih memilih tidak tercatat dalam sejarah pertemuan di Bogor, Rabu (15/5/2019). Karena sebanyak apapun pertemuan kalau cuma wacana dan pencitraan akan menguap bersama angin, verba volan.

*) Penulis: Yayat R Cipasang, Redaktur TIMES Indonesia.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES