Kopi TIMES

Banjir Jakarta, Anies di Mana?

Rabu, 01 Mei 2019 - 17:53 | 283.89k
Finsensius Yuli Purnama.
Finsensius Yuli Purnama.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Banjir yang meliputi area Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) pada 26 April 2019 telah mulai surut, begitu pula dengan percakapan yang semakin berkurang di twitter. Hasil pantauan data oleh Drone Emprit Academic menunjukkan grafik jumlah twit yang semakin menurun setelah mencapai puncaknya pada tanggal 27 April 2019.

Opini-Jakarta-Banjir.jpg

​Tulisan ini memberikan data respon netizen di twitter terkait banjir di Jabodetabek yang sebagaimana disebut oleh salah satu media online diramaikan oleh tagar #Ahok dan #AniesDimana. (https://tirto.id/saat-banjirjakarta-twitter-diramaikan-tagar-ahok-aniesdimana-dnfc?fbclid=IwAR0pbh_VUTtZ4VfwCyQ3DROU4LMN9tIA8iJ44Y_AwkZ9r6nhgfDQiNwC1kQ). Pertanyaan sederhana adalah, inikah bentuk partisipasi warga dalam bentuk baru? Benarkah kehadiran media sosial telah hadir sebagai sebuah ruang publik baru dan memperkuat demokrasi dalam bentuk khasnya sebagai cyberdemocracy?

Anies Menjawab
​Percakapan di twitter didominasi oleh berbagai jenis media. Berdasarkan alamat URL yang paling banyak dibagikan, terdapat lima alamat web utama yang dibagi dalam percakapan. Dari lima URL paling banyak dibagikan tersebut, empat diantaranya berisi respon warga atas tanggapan Anies Baswedan, selaku Gubernur Jakarta, dalam menanggapi bencana banjir tersebut. Satu URL lagi merupakan tanggapan dari PKB DKI Jakarta dalam memandang peristiwa tersebut.

​Twit @GunRomli: Gubernur bekerja, kalau Gabener @aniesbaswedan "pinter ngeles: narik2 Pusat soal waduk unt korban banjir bersabarlah, kerja Anies cuma menunggu..." adalah status dengan tingkat pengaruh paling tinggi. Status tersebut dilengkapi dengan link berita dari JPNN judul Jakarta Banjir Lagi, Anies Tunggu Pusat Rampungkan Waduk Bogor (https://www.jpnn.com/news/jakarta-banjir -lagi-anies-tunggu-pusat-rampungkan-wadu k-di-bogor). Status dari Muhammad Guntur Romli, juru bicara & Caleg DPR RI Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut telah dibagikan sebanyak 182 kali.

Opini-Jakarta-Banjir-2.jpg

​Anies juga memberikan tanggapan terkait respon banjir di sosial media. Hal itu mendapatkan komentar singkat dari akun @yunartowijaya: "Ouw..... https://news.detik.com/read/2019/04/28/134450/4528018/10/anies-soal-banjir-di-jakarta-jumlahnya-kecil-tapi-di-medsos-ramai … Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut banjir yang terjadi di Ibu Kota hanya terjadi di sejumlah RW yang berada di daerah aliran sungai". Tanggapan dari Anies sebagaimana ditulis oleh detik.com tersebut telah dibagikan sebanyak 138 kali.

​Tanggapan lain dari Anies yang viral adalah tentang pembangunan waduk sebagai solusi banjir (https://news.detik.com/berita/d-4526448/ anies-soal-solusi-cegah-banjir-mau-tidak -mau-harus-buat-waduk?utm_term=echobox&u tm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=oa). Akun @detik.com membagikan tanggapan tersebut dan telah dibagikan sebanyak 84 kali (https://news.detik.com/berita/d-4526448/ anies-soal-solusi-cegah-banjir-mau-tidak -mau-harus-buat-waduk?utm_term=echobox&u tm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=oa). Respon Anies atas banjir juga dikutip dari Kompas.com dalam liputan berjudul 17 Titik di Jakarta Terendam Banjir, Apa Komentar Anies? (http://megapolitan.kompas.com/read/2019/ 04/25/10495841/17-titik-di-jakarta-teren dam-banjir-apa-komen)

​URL dengan jumlah share urutan keempat yang menjadi perbincangan netizen adalah terkait tanggapan PKB DKI yang menyebut bahwa "Anies Nggak Becus, Jauh Sama Ahok" (https://news.detik.com/berita/d-4526135/ pkb-dki-soal-banjir-anies-nggak-becus-ja uh-sama-ahok). Cuitan dari @triwul82 tersebut dilengkapi dengan tautan berita dari detik.com dengan jumlah share 78 kali.

Opini-Jakarta-Banjir-3.jpg

​Kelima tautan berita tersebut menunjukkan dominasi tuntutan

Netizen Menuntut
​Pemetaan analisis jaringan sosial dengan menggunakan jenis hubungan mention menunjukkan pola seperti di bawah ini. Seperti bisa dilihat dalam gambar, tagar #AniesDimana adalah jumlah tagar paling banyak disebut.

Opini-Jakarta-Banjir-4.jpg

Opini-Jakarta-Banjir-5.jpg

​Penggambaran top hastag memvisualkan dengan lebih jelas tagar #AniesDimana yang mendominasi separuh dari percakapan di twitter hingga 29 April 2019 pukul 14.00. Masih terkait Anies, terdapat dua tagar yang juga cukup besar: #AniesMundurSajaDariGubernur dan #AniesLagiNgobrolSamaBanjir. Maka bisa disimpulkan tuntutan netizen yang tinggi atas pejabat publik pengambil kebijakan untuk segera menangani banjir.

​Tuntutan publik yang tinggi juga dapat dilihat dalam dua video di youtube yang paling banyak dibagikan. Dua video tersebut berisi kurang lebih sama. Video berjudul "ANIES Air Hujan harusnya dimasukkan ke dalam tanah. WHAAATTT???" (https://www.youtube.com/watch?v=FntZgt96Sr4) berisi pernyataan Anies tentang kesalahan kebijakan normalisasi sungai yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama selaku Gubernur Jakarta kala itu. Video yang diunggah oleh Leo Tobing tersebut telah dilihat 19.221 kali.

Opini-Jakarta-Banjir-6.jpg

Opini-Jakarta-Banjir-7.jpg

​Video kedua, berjudul "BUKTI Pernyataan Ahok Benar Tentang Mengatasi Banjir Jakarta Anies Baswedan Menelan Ludahnya Sendiri" (https://www.youtube.com/watch?v=5MLYOVMvl9o&sns=tw). Video berdurasi yang diunggah oleh Gatzpro tersebut telah dilihat sebanyak 4.907.775 kali. Selain pernyataan Anies yang menyatakan kebijkan nornalisasi sungai dalam mengatasi banjir adalah salah, video ini juga menambahkan pernyataan Anies yang diambil dari CNN Indonesia terkait kebijakan yang akan diambil dengan menyiapkan gorong-gorong untuk mengalirkan air banjir ke laut. Juga kutipan penyataan BTP kepada Mata Najwa bahwa sudah menjadi keniscayaan jika ingin mengatasi banjir jakarta jalannya adalah dengan normalisasi sungai.

Opini-Jakarta-Banjir-8.jpg

​Kedua video yang viral tersebut menunjukkan peran netizen yang tinggi sebagai kontrol publik atas kebijakan pemerintah daerahnya. Publik mencatat setiap pernyataan pejabat publik yang memimpinnya. Dengan hadirnya teknologi dan penyimpanan video secara online, setiap pernyataan telah terdokumentasi dan siap dipanggil kembali saat diperlukan. Kelemahan dari cyberdemocracy yang berada di ranah virtual adalah masih lemahnya upaya menjembatani suara di ranah virtual untuk diimplementasi di ranah konkrit.

Mendesak Mekanisme Prosedur Politik di Era Cyber
​Penemuan berbagai peralatan canggih yang menjanjikan efisiensi dan kecepatan ternyata tidak selalu mendorong demokratisasi. Tahun 1869, Thomas Edison harus menelan pil pahit ketika mesin pencatat suara temuannya mendapatkan penolakan dari komite kongres di Washington D.C. Efisiensi dan kecepatan yang ditawarkan tersebut ternyata dianggap sebagai musuh minoritas yang memiliki kesempatan semakin sedikit (waktu) untuk berargumen panjang dan berusaha mengubah suara legislatif lainnya.

​Begitu pula dengan penemuan radio. Glen Frank, presiden Universitas Wisconsin menyebut bahwa "mekanisme radio...pada akhirnya akan cenderung memberi kita negarawan dan pemilih jenis baru" (1935:120). Televisi atau yang disebut oleh Giacardi (1996) sebagai “magic on the wall” telah menggeser ruang publik dari komunikasi politik langsung berubah ke komunikasi politik lewat layar atau pembentukan opini melalui program – program siaran di televisi. Apalagi dengan diketemukannya sistem komunikasi personal seperti handphone dan berbagai peralatan komunikasi digital, seperti email, internet, sistem konferensi jarak jauh, yang semuannya menggunakan jalur ruang cyber maka tidak tertutup kemungkinan proses – proses politik konvensional dengan cara face to face berubah menjadi politik on-line.

​Berbagai respon di twitter secara gamblang telah menunjukkan masyarakat kita yang cerdas dan paham atas hak-haknya. Twit yang didominasi oleh sebagian besar warga Jakarta tesebut menunjukkan kesadaran atas hak mereka sekaligus menuntut adanya perbaikan sistem pengelolaan banjir.

Opini-Jakarta-Banjir-9.jpg

​Idi Subandy Ibrahim (2011) dalam buku Kritik Budaya Komunikasi: Budaya, Media, dan Gaya Hidup di Indonesia, melihat peran internet dalam memfasilitasi dalam menciptakan bentuk ruang pubik baru. Penelitian yang dilakukan pada fitur teks komentar facebook dalam kasus kriminalisasi KPK (Cicak vs Buaya) menunjukkan bahwa media sosial memiliki potensi yang tinggi dalam meningkatkan partisipasi warga dalam penguatan masyarakat warga. Rekomendasi yang diberikan adalah pembangunan jembatan antara diskusi di internet dan prosedur politik informal.

​Dalam kasus banjir jakarta, respon publik juga semakin menguat untuk meminta pertanggungjawaban dari pejabat publik. Oleh karena itu, sebagai upaya menjembatani suara di sosial media dan kebijakan di area riil, mendesak kiranya untuk segera dibuat sebuah mekanis politik baru. Hal itu penting, mengingat fakta bahwa media saat ini telah menjadi sumber dominan dalam berbagai aspirasi politik warga. Berbagai suara masyarakat tertuang secara lebih jujur melalui mekanisme yang terbentuk dalam masyarakat berjaringan di internet. Suara warga yang telah ramai di internet jika hanya ditempatkan sebagai cuitan tidak penting maka tidak akan memberikan andil yang berarti dalam proses demokratisasi. Jika komplain warga dianggap sebagai provokasi semata, maka ruang cyber kehilangan maknanya dalam demokrasi. Bagai menepuk angin.(*)
 
*Penulis, Finsensius Yuli Purnama, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES