Kopi TIMES

Full Power vs People Power

Kamis, 25 April 2019 - 14:08 | 161.72k
Muda Saleh
Muda Saleh

TIMESINDONESIA, JAKARTA – "Was never about winning medals or being famous." (Menang adalah bukan soal mendapatkan medali atau terkenal)

SETIDAKNYA itulah pepatah yang disampaikan Nancy Kerrigan. Ungkapan ini tentunya memiliki keterkaitan dengan isu panas yang terjadi di Pilpres 2019, dimana dua paslon sama-sama mengklaim kemenangan dalam kontestasi politik nasional. 

Paslon 02 mengklaim kemenangan berdasarkan data internal maupun dari sejumlah relawan yang mengumpulkan hasil suara di seluruh daerah, sementara paslon 01 mengaku menang melalui angka-angka yang tertulis di papan lembaga survei ternama. 

Bisa dipastikan, ini adalah hal yang menarik, mengingat keduanya memperlihatkan kekuatan dalam pertarungan politik. Lalu pertanyaannya, siapa pemenang sesungguhnya? 

Sebagai petahana, Joko Widodo tentunya wajar menjadi sorotan lebih dari rivalnya, yakni Prabowo Subianto. Mengingat ia (Jokowi) lebih dulu menjabat sebagai presiden RI. 

Sejuta Masalah di Pemilu 2019 

Adapun dalam konteks Pemilu 2019, saat ini yang terjadi adalah sejumlah masalah yang dihadapi, beberapa diantaranya adalah perhitungan suara yang dilakukan pada lembaga survei, yang dianggap banyak pihak terlalu berlebihan, mengingat pada Pilkada DKI beberapa waktu lalu lembaga survey tersebut mengalami banyak kesalahan. Saat itu, nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) digadang-gadang menang telak, namun yang keluar sebagai pemenang adalah Anies Baswedan. 

Lembaga survei selesai, kini muncul adanya kesalahan penghitungan surat suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dimana data yang diinput bahkan tak sesuai dengan jumlah pemilih. Hal ini diperkuat dengan munculnya sejumlah video viral mengenai kesalahan data, bahkan sampai ada yang mencuri formulir C1, dan ditangkap di berbagai daerah. 

Selain itu, adanya penyusutan suara yang terjadi pada paslon 02, sementara kubu 01 justru semakin bertambah. Tak jarang kita temukan jumlah suara melebih daftar pemilih yang ada, dan ini ditemukan nyaris diberbagai daerah di Indonesia. 

Yang membuat ironis adalah pembakaran surat suara yang terjadi di berbagai daerah, diantaranya Jambi, dimana pelakunya aladah caleg dari PDI-P, yakni Khairul Saleh (53) yang merupakan caleg PDIP Koto Padang, Kecamatan 

Tanahkampung, Kabupaten Kerinci. Pelaku ditangkap tim gabungan di Desa Hamparanpugu, Kecamatan Air Hangat. Saat diamankan yang bersangkutan bersembunyi di rumah penduduk, beberapa hari lalu, dan yang terakhir adalah di Papua. 

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tampaknya sedang tertidur pulas dengan situasi ini. Sebagai lembaga pengawasan seharusnya dapat bertindak tegas atas sejumlah indikasi kecurangan yang terjadi. 

Money Politics

Pemilu 2019 tentu menyita pikiran maupun energi masyarkat. Bagaimana tidak, rakyat juga dihadapkan sejumlah masalah yang terjadi, misalnya adanya kasus ‘serangan fajar’ 400 ribu amplop yang dilakukan oleh politisi Golkar, Bowo Sidik Pangarso. 

Dalam kasus ini, nama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita disebut-sebut telah memberikan uang kepadanya sebanyak Rp 2 miliar. Hal ini terungkap pada saat Bowo menjalani pemeriksaan di KPK pada 9 April 2019 lalu. 

Uang tersebut, sebagai upaya untuk memuluskan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang akan berlaku akhir Juni 2017. 

Dimana memang, posisi Bowo adalah merupakan pimpinan Komisi VI DPR yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara. Enggar diduga meminta Bowo mengamankan Permendag itu karena adanya penolakan dari sebagian besar anggota dewan dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung awal Juni 2017. 

Uang tersebut terindikasi sebagai upaya agar Bowo menang dalam Pileg, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah daftar pemilih di Daerah Pemilihan (Dapil) Bowo berjumlah sampai 400 ribu orang?. 

Full Power vs People Power 

Prabowo telah mendeklarasikan kemenangannya di Pemilu 2019, Joko Widodo juga melakukan hal yang sama. Namun, yang menarik adalah.. jika Prabowo merayakan kemenangan bersama masyarakat, Jokowi justru merayakannya dengan para parpol pendukung serta relawan pendukung. 

Artinya ada yang membedakan antara keduanya, dimana respon masyarkat akan kemenangan sepertinya sudah terbuka lebar, siapa pemenang sesungguhnya. 

Keadaan sepertinya mirip Pilpres 2014 lalu, dan hal ini terjadi kepada Prabowo, dimana masyarkat antusias di seluruh penjuru nusantara menjaga dan mengamankan formulir C1, agar tidak terjadi kecurangan dalam penghitungan suara. Namun, disisi lain, kubu petahana justru sibuk dengan melempar isu-isu sektoral, mengenai keamanan, agama, rekonsiliasi serta angka-angka yang disebutkan oleh sejumlah lembaga survei dan KPU. 

Bahkan beberapa waktu lalu, Kepala Staf Presiden Moeldoko menyatakan, pengerahan ribuah anggota Polri ke Jakarta bertujuan untuk mengamankan kondisi pasca pencoblosan. "Karena Jakarta sebagai barometer pasti harus kita perkuat lah," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/4/2019) ujarnya, saat itu. 

Jadi… ada yang membedakan antara dua kubu yang sedang bersaing dalam Pilpres saat ini, yakni, Kubu 02 lebih sibuk menjaga proses demokrasi melalui antisipasi pada formulir C1, dan memberikan data kemenangan melalui lembaga survei internal, serta memberikan penyadaran atas kebutuhan demokrasi di Indonesia. 

Sementara Kubu 01 lebih kepada mengerakkan sistem dan kekuatan sektoral, hal ini terlihat dari apa yang dilakukan oleh tim pemenangan Jokowi, misal saja, dukungan dari para kepala daerah yang ikut dalam kampanye, namun naasnya Ridwan Kamil di Jabar harus menelan pil pahit karena Jokowi kembali kalah, sementara Bupati Dahlan Hasan Nasution mundur karena malu di daerahnya paslon 01 tidak mencapai target. 

Kemudian ada istilah ‘Perang Total’ ala Moeldoko, lalu upaya pemblokiran terhadap website jurdil2019.org, dimana situs ini disebut-sebut sebagai tempat alternatif masyarakat untuk melihat kejujuran hasil perhitungan suara, mengingat banyak terjadi kesalahan pada KPU. 

Full Power adalah sistem yang digerakkan. People Power adalah Rakyat yang bergerak atas kesadaran proses demokrasi. Lalu siapa yang ingin menjadi terkenal, dan siapa yang ingin membangun peradaban masyarakat Indonesia ke arah yang lebih baik?

 

*Penulis, Muda Saleh, praktisi media dan analis sosial

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES