Kopi TIMES

Menguatkan Ishlah

Rabu, 24 April 2019 - 16:06 | 36.49k
Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.
Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Belakangan ini pimpinan organiasi masyarakat (ormas) dan tokoh nasional seperti Jusuf Kalla, bersemangat untuk menguatkan Ishlah di antara ormas Islam baik yang besar maupun yang kecil. Di samping sejumlah institusi yang  telah mengeluarkan sikap dan maklumat untuk hadapi persoalan bangsa pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.

Upaya yang sangat terpuji ini dilakukan bukan tanpa alasan. Karena beberapa waktu yang lewat terjadi tarik menarik antar ummat Islam, bukan hanya antar  ormas Islam saja, melainkan juga antar internal ormas Islam.

Apapun kondisinya, bahwa setiap ummat Islam wajib merujuk ke QS Ali Imran:103, "Berpeganglah teguh dengan tali Allah, jangan bercerai berai”.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa dalam berislam kita wajib  membangun hubungan illahiyah (hablum minallah) dan  insaniyah (hablum minannaas) secara seimbang. Dalam berislam dan beribadah kita seyogyanya lebih utamakan berjamaah, bukan hidup solitair atau nafsi-nafsi.

Sebaliknya jika kita hidup bermasyarakat apapun status kita, bahkan sekalipun kita boss, maka kita harus bersikap humble dan bersahaja. Karena kita sama-sama hamba Allah memiliki derajat yang sama, kecuali kualitas taqwa kita yang membedakannya di  sisi  Allah SWT.

Mengapa kita tidak boleh bercerai berai dan utamakan bersatu (berjamaah)?. Karena fitrah manusia itu berbeda, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dan hendaknya saling mengenal dan menolong.

(QS Al Hujurat:13). Ditegaskan juga oleh Alfred Adler, bahwa fitrah manusia unik (man is unique), berbeda.antara satu dan lainnya. Karena itu mereka punya gaya hidup yang berbeda (style of life). Dalam kondisi manusia unggul tidak sepatutnya merasa sombong dan takabbur, justru harus tawadlu dan espek dengan siapapun.

Atas dasar keragaman itulah sangat bisa dimaklumi bahwa pilihan afiliasi partai bisa beragam yang terjadi pada ummat Islam. Perbedaan afiliasi partai dalam kaitannya dengan pileg dan perbedaan koalisi dalam pilpres tahun 2019 sangat mempengaruhi kualitas relasi sosial ummat Islam.

Bahkan bisa dihipotetikkan bahwa kondisi menjelang pilpres  paling “mencekam", dibandingkan dengan pilpres-pilpres sebelumnya. Potensi persoalan konflik masih terasa. Karena itulah kondisi ini perlu segera mendapatkkan penanganan yang baik dan serius. Jika tidak umat Islam dan seluruh warga Indonesia akan menghadapi persoalan serius yang sangat tidak dikehendaki.

Kita sangat menghargai institusi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang harus bekerja secara profesional, adil, jujur, objektif dan transparan yang didukung dengan semua partai dan  dua koalisi pilpres.

Di samping itu, seluruh ummat Islam dan ormas Islam bisa menahan diri dan tetap saling menghargai, memantau dan mengawasi proses rekapitulasi. Sehingga, didapatkan hasil akhir yang bisa diterima oleh semua. Jika terpaksa sekali tidak diperoleh hasil yang tidak memuaskan, upaya hukum perlu diprioritaskan daripada people power, dengan tetap diharapkan sekali Mahkamah Konstitusi (MK) dapat bekerja profesional, adil, transparan, dan amanah.

Rasanya perlu meneguhkan kembali, bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah di antara mereka (QS Al Hujurat:10). Perbedaan yang terjadi di antara umat Islam harus terus diupayakan penanganannya dengan niat dan spirit yang baik.

Di samping dimulai dengan seremonial dan formalitas untuk, perlu diteruskan ke seluruh penjuru tanah air. Kita harus ambil pelajaran dari perbedaan yang ada. Ingat Sabda Rasulullah  SAW, "Ikhtilaafu ummatii rahmatun". Bahwa, perbedaan di antara ummatku adalah rahmat.

Karena itu, tidak ada alasan yang lebih kuat, terkait dengan perbedaan,  kecuali memantapkan dan menguatkan ishlah. Ishlah harus dijaga terus dengan satu ikatan yaitu tauhid sebagai common value. Dengan begitu, semoga persatuan dan kesatuan bisa kita jaga untuk seterusnya. Aamiin. (*)

*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES