Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Belajar dari Warsiah

Selasa, 23 April 2019 - 15:34 | 40.09k
Muhammad Yunus (FOTO: TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus (FOTO: TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGINDIKATOR yang dapat dijadikan tolak ukur hasil penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah peserta didiknya mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, kecerdasan, dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Modal utama untuk mencapai itu adalah kemampuan membaca (literasi) yang baik. Kemampuan membaca dari kemampuan dasar membaca sampai kemampuan pemahaman tingkat tinggi. Tanpa kemampuan membaca yang baik rasanya sulit untuk sampai pada penguasaan kompetensi spiritual, pengetahuan, dan keterampilan.

Inilah yang sangat dipahami oleh Warsilah, Kepala SDN 013 Desa Bulu Perindu, Kecamatan Tanjung Selor, Kalimantan Utara, dan juga guru-guru lainnya di dunia ini. Tapi Warsilah menurut saya mempunyai kekuatan khusus untuk dijadikan teladan pejuang literasi di negara ini. Setidaknya saya melihat dari 3 (tiga) hal: metode, pemahaman akan seorang pendidik, dan tanggungjawab.

Warsilah mempunyai inisiasi untuk mengelompokkan peserta didik yang tidak bisa membaca dari kelas reguler. Menurutnya siswa yang tidak bisa membaca pasti tidak bisa mengikuti proses pembelajaran yang ada, hanya akan berdampak semakin tertekannya kondisi siswa karena tidak bisa mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Mendengarkan saja tidaklah cukup, harus ditopang dengan proses membaca buku yang ada. Menarik siswa dari kelas untuk didril khusus diluar rombongan belajar adalah cara cerdas untuk memberikan waktu lebih kepada siswa yang tidak bisa membaca.

Pada kelompok ini dibedakan lagi menjadi kelompok siswa yang tidak lancar membaca dengan siswa yang tidak bisa mengeja bacaan. Disinilah fokus untuk mengangkat siswa dari buta aksara ini dilakukan. Melalui kartu baca dan buku besar dan didukung dengan cerita bergambar dapat mengentaskan siswa dari buta aksara. Dan ini adalah langkah yang tepat daripada memaksanakan siswa tetap berada dikelas mengikuti pembelajaran tetapi tidak bisa membaca yang hasil akhirnya sudah bisa ditebak.

Kedua, Warsilah ini dari informasi yang diekspos di Kompas.com (27/2/2019) sangat memahami betul kondisi psikologis siswa. Mereka yang tidak bisa membaca dengan baik tidak dipaksa mengikuti program yang sudah disusun. Jika siswanya sedang tidak siap untuk belajar maka diperkenankan untuk menyegarkan diri terlebih dahulu diluar kelas. Jika sudah senang maka pembelajaran baru dimulai. Rasa senang dan keinginan untuk belajar adalah modal kesuksesan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh Warsilah.

Ketiga, Warsilah adalah sosok pendidik yang tidak mengenal ruang dan waktu. Seorang guru mungkin hanya akan bertugas di ruang kelas. Tetapi sebagai seorang pendidik tugasnya tidak sebatas ruang kelas tersebut. Warsilah tidak segan untuk menjemput peserta didiknya jika diketahui tidak masuk sekolah karena tekanan ketertinggalan materi. Koordinasi dan kerjasama yang baik antara sekolah dan wali menjadi pintu keberhasilan penyelenggaran pendidikan oleh Warsilah ini.

Saya ingin menegaskan disini bahwa apa yang dilakukan Warsilah ini perlu dikembangkan dan ditiru oleh kita semua yang bertugas dilembaga pendidikan. Inovasi dan kreativitas bukan saja pada bagaimana cara mengajar saja, tetapi sampai pada penyelesaian masalah sampai pada akarnya. ***

* Penulis Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Islam Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES