Politik

SETARA Institute Minta Penyelenggara Pemilu 2019 Awasi Mafia Suara Pileg

Selasa, 23 April 2019 - 11:38 | 53.47k
ILUSTRASI. (Grafis: TIMES Indonesia)
ILUSTRASI. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTASETARA Institute meminta lembaga penyelenggara Pemilu 2019 mengawasi adanya operasi mafia suara pileg. Pasalnya, perhatian masyarakat hanya terfokus pada pilpres tanpa adanya minat memantau Pileg 2019.

Menurut Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani, pihaknya telah melakukan pemantauan di daerah pemilihan yang dianggap rentan. Misalnya dapil III Banten, yang secara gamblang menunjukkan bagaimana mafia suara pileg beroperasi.

"Diduga dengan menggunakan tangan-tangan penyelenggara pemilu pada setiap tingkatan," katanya melalui keterangan tertulis yang diperoleh TIMES Indonesia, Selasa (23/4/2019).

Ismail menyebut, beberapa temuan menunjukkan berbagai modus kecurangan dilakukan untuk melipatgandakan suara oleh para caleg yang jelas melawan hukum. Selain itu, tindakan tersebut nyaris tanpa teguran dari para pengawas maupun penyelenggara pemilu pada level yang lebih tinggi.

Beberapa temuan tersebut dipaparkan Ismail antara lain, perintah memasang C-1 di setiap kelurahan terjadi setelah tiga hari dari waktu pemungutan suara. Itupun tidak dipasang semua sesuai jumlah TPS, hanya ditujukan untuk menggugurkan printah UU dan PKPU.

Kemudian, C-1 yang dipajang di kelurahan diduga kuat telah dipoles dan diubah angka-angka perolehan suaranya secara melawan hukum. Lalu ada dugaan penjualan C-1 pada calon-calon tertentu dan menghambat calon lain memperoleh C-1.

("Dugaan penguasaan saksi-saksi khususnya di internal partai oleh calon-calon tertentu, sehingga saksi lain tidak bisa masuk. Padahal perintah UU, rekapitulasi dilakuan secara terbuka dan  C-1 TPS yang dibiarkan kosong meskipun seluruh saksi TPS menandatanganinya. Situasi ini memungkinkan perubahan angka-angka perolehan suara saat rekapitulasi di TPS," ucapnya.

Kemudian dari seluruh partai politik yang ikut pemilu, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tertib mengumpulkan C-1 dari setiap TPS dan tekun mengikuti rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Sementara 13 partai lainnya tidak mengirimkan saksi dan jikapun mengirimkan saksi hanya bersikap pasif, yang bertugas mengafirmasi dugaan persekongkolan para ‘mafia suara pileg’.

Oleh karena beberapa temuan itu, Ismail menilai, tanpa pengawalan yang ketat oleh masing-masing partai dan pemantau, serta sikap permisif warga atas dugaan kecurangan pemilu, praktik semacam ini dianggap bias.

"Pemilu legislatif hanya menjadi rutinitas ritual demokrasi yang mengingkari suara rakyat. Calon-calon terpilih adalah pilihan para ‘mafia suara’ yang diduga beroperasi secara terstruktur, sistematis, dan massif," ucapnya.

Demi mencegah praktik mafia suara pileg tersebut, SETARA Institute kemudian mendorong lembaga penyelenggara Pemilu 2019 seperti Bawaslu dan KPU memberikan perhatian khusus pada wilayah-wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi. Pun dengan dugaan aliran-aliran uang yang dioperasikan oleh calon dan partai tertentu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES