Kopi TIMES

Utamakan Husnudzon

Senin, 22 April 2019 - 12:13 | 798.73k
Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat. (Grafis: TIMES Indonesia)
Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Manusia sebagai makhluk sosial secara fitrah membutuhkan interaksi sosial antar individu. Dalam interaksi sosial pasti terjadi aktivitas komunikasi baik verbal maupun non verbal (gesture).

Dalam realitas komunikasi di tengah-tengah masyarakat tidak bisa menghindari terjadinya prasangka baik dan buruk. Demi kehidupan yang damai dan harmoni, kita sangat menginginkan berkembangnya budaya husnudzon.

Husnudzon dalam kehidupan keseharian, sering disebut prasangka baik dan positive thinking. Secara bahasa kata Husnudzon berasal dari bahasa Arab "husnu" yang berarti baik dan adz-dzon yang berarti prasangka.

Dari kedua kata ini Husnudzon dapat diartikan sebagai baik sangka atau berprasangka baik. Secara istilah Husnudzon memiliki maksud sikap mental dan cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu secara positif atau melihat dari sisi positif (positive thinking).

Husnudzon sebagai akhlaq terpuji (mahmudah) sangat dianjurkan. Bukan sebaliknya, yang dilarang dan perlu dijauhi adalah berprasangka jelek (suu-udzon).

Allah SWT berfirman dalam (Q.S. Al-Hujuraat:12) yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang mengunjing sebagian yang lain. Apakah ada sebagian kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat Lagi Maha Penyayang”.

Betapa kita benar-benar harus utamakan husnudzon dan menjauhi suu-udzon.

Dalam hidup ini, kita setidak-tidaknya husnudzon kepada Allah SWT, kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Husnudzon kepada Allah atas taqdir baik dan tidak baik berupa mushibahnya, sehingga dapat tingkatkan iman dan taqwa.

Husnudzon terhadap diri sendiri, menerima apapun yang diberikan kepada kita yang berwujud fisik,sehat, kecerdasan, dan bakat. Kebaikan dan keterbatasan yang ada kita terima dengan ikhlas dan sabar. Demikian juga husnudzon terhadap orang lain, sehingga terjaga persahabatan dan meningkatnya rasa persaudaraan dan persahabatannya.

Ada beberapa alasan, bahwa kita perlu memiliki husnudzon, di antaranya bahwa yang memiliki sikap positif (1) iman dan taqwanya meningkat, (2) menjadi lebih sehat, (3) biasanya posisi kekayaannya lebih baik, (4) biasanya memiliki sosialisasi lebih baik, karena lebih banyak orang di sekitarnya, dan (5) memungkinkan lebih produktif di tempat kerja dan rumah.

Berikutnya, (6) dapat mengatasi masalah, sebagai akibat dari sikap negatif, (7) memungkinkan dapat membangun hubungan lebih bermakna, dan (8) memiliki mental yang aktif dan rasa ingin tahu (curiosity).

Husnudzon terus kita budayakan dan galakkan dibandingkan daripada su-udzon, apalagi yang santer belakangan ini yang mewarnai berbagai jenis hoax. Memang ada sejumlah keuntungan dari husnudzon. Di antaranya; (1) Hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi sumber kebahagiaan, karena didasarkan atas ketulusan; (2) Terhindar dari penyesalan dalam hubungan antar sesama yang tidak baik; (3) Selalu merasa senang dan bahagia atas kebahagiaan orang lain, dan (4) Timbulnya ketenangan dan ketentraman dalam hidup di mana berada.

Berdasarkan lebih banyaknya kemashlatan, keuntungan, dan kebaikan Husnudzon, kiranya perlu terus disosialisasikan, dibudayakan dan dinternalisasikan, sehingga mengkarakter. Dengan tumbuh dan berkembangnya dengan mudah sikap syukur, respek dan care kepada orang lain.

Sebaliknya, secara simultan perlu dieliminir sikap su-udzan, yang idealnya bisa dizerokan, sehingga terhindar dari perilaku tercela, misalnya iri, dengki, menghasud, menggunjing dan sebagainya yang potensial timbulkan konflik. Dengan sikap husnudzon, bisa meng-encaurage pribadi dan kelompok membangun ukhuwwah, perdamaian dan harmoni. (*)

*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES